Selasa, Maret 3

buletin edisi 19

0 komentar

Refleksi Akhir Tahun 2008
Selamatkan Indonesia Dengan Syariah – Menuju Indonesia Lebih Baik

Tahun 2008 sebentar lagi akan berakhir, dan fajar tahun 2009 segera menyongsong. Banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial - budaya dan sebagainya yang telah terjadi di sepanjang tahun ini. Terhadap sejumlah isu terhangat di sepanjang tahun 2008, Gerakan Mahasiswa pembebasan memberikan catatan sebagai berikut:
Ekonomi Indonesia Di bawah Bayang Kebobrokan Kapitalisme
Keadaan ekonomi Indonesia di penghujung tahun 2008 diakhiri

dengan rasa duka akibat terpaan krisis finansial global. Ini konsekuensi yang tidak bisa dielakkan mengingat sistem ekonomi Indonesia, khsususnya di bidang keuangan telah menjadi bagian dari sistem ekonomi Kapitalis global.
Kapitalisme bukan hanya bergerak di sektor keuangan, tapi juga di sektor pengelolaan SDA. Liberalisme, inti utama dari paham Kapitalisme, membolehkan individu untuk mengembangkan kepemilikan di aneka bidang tanpa batas. Maka, meski negeri ini kaya sumber daya energi (minyak, gas alam, batubara, panas bumi, dan sumber energi terbarui) dan SDM-nya pun relatif mampu mengelolanya, namun realitasnya semua kekayaan itu lebih banyak dinikmati bukan oleh rakyat tapi oleh perusahaan swasta, termasuk swasta asing dengan berbagai keanehan.
Krisis ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan di Indonesia juga terpaksa melakukan PHK besar-besaran. Pengangguran dan kemiskinan dipastikan akan meningkat tajam. Globalisasi yang dibangun dengan Kapitalisme di tengah menuju jurang kehancurannya.
Kejenuhan Demokrasi
Indonesia telah dianggap sebagai negara demokrasi di dunia. Presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung. Tapi rangkaian pilkada itu memakan biaya sangat mahal. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh para kandidat. Pemilu /pilkada ini justru melahirkan banyak efek negatif, seperti masyarakat terkotak-kotak dan merenggangnya interaksi sosial yang tidak jarang akan menimbulkan bentrokan fisik dn tindakan anarkis antar pendukung partai yang berbeda.
Ironisnya, pilkada langsung itu tidak berefek langsung pada perbaikan kehidupan rakyat, rakyat yang telah mati-matian mendukung partai tersebut tapi setelah menjabat mereka tetap menindas rakyat/pendukungnya tadi. Itulah sebabnya rakyat Indonesia mulai merasa jenuh dengan proses demokrasi yang ada. Hal ini kemudian mendorong berkembangnya apatisme, ditandai dengan makin tingginya angka golput. Dari sejumlah pilkada di tahun 2008, ”dimenangi” oleh golput. Golput di pilkada Jawa Barat 33%, Jawa Tengah 44%, Sumatera Utara 43% dan pilkada Jatim putaran I sebesar 39,2% dan putaran II sekitar 46%. Angka golput pada sejumlah pilkada kabupaten/kota pun banyak yang berkisar antara 30 – 40% bahkan lebih. Fenomena itu diperkirakan terus berlangsung pada Pemilu 2009 nanti. Inilah buah nyata demokrasi.
Make up dan Pragmatisme Politik
Seiring dengan besarnya keinginan partai politik untuk meraih dukungan, pragmatisme (sikap plin-plan) partai politik makin kuat terjadi. Hal ini tampak dari koalisi-koalisi yang dibentuk dalam pilkada dan gagasan atau wacana yang dilontarkan parpol. Pragmatisme politik membuat warna ideologi partai menjadi kabur. Untuk partai politik sekuler/nasionalis mungkin tidak menjadi masalah, tapi ternyata pragmatisme politik juga melanda parpol Islam. Bahkan ada parpol Islam yang mengatakan bahwa perjuangan untuk menegakkan ideologi Islam dinegara ini sudah tidak lagi relevan, artinya tidak perlu lagi memperjuangkan agar Negara ini berazazkan islam. Bila demikian, lantas apa fungsi dari adanya parpol Islam?
Korupsi
Telah banyak diketahui bahwa Indonesia termasuk negara paling korup di dunia. Telah banyak pejabat atau mantan pejabat yang diadili dan dihukum akibat melakukan korupsi semasa menjabat. Tapi untuk memberantas korupsi dan menciptakan negeri bebas korupsi, langkah-langkah tadi tentu belum cukup. Harus ada tindakan lain, seperti pembuktikan terbalik. Artinya, terdakwa lah yang harus membuktikan bahwa harta yang dimilikinya itu didapat dari jalan yang halal. Juga harus ada hukuman yang keras dan teladan dari pemimpin. Dan yang paling penting harus ada budaya takut kepada Allah dan adzab di akhirat dari mengambil harta dengan cara haram.
Pornografi
Oleh Associated Press (AP), Indonesia dinilai sebagai negara paling liberal dalam urusan pornografi nomor dua setelah Rusia. Terbitan-terbitan yang berbau pornografi dan berbagai porno aksi terus saja beredar luas tak tersentuh oleh hukum. Majalah Playboy Indonesia yang jelas mengusung pornografi malah diputus tak bersalah oleh PN Jakarta Selatan. Di dunia cyber, menurut Sekjen Aliansi Selamatkan Anak Indonesia, Inke Maris, Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar pengakses internet dengan kata seks (Republika, 22/9/08).
UU Pornografi akhirnya memang disahkan. Hanya saja telah berubah jauh dari draft dan semangat awal untuk memberantas pornografi dan pornoaksi. Kata anti pun hilang. Masalah pornoaksi juga tidak disinggung. Pornografi malah ada yang diperbolehkan. Maka alih-alih memberantas pornografi, yang terjadi nanti UU itu justru dikhawatirkan malah akan melegalkan pornografi dan pornoaksi dibawah diktum pornografi yang diperbolehkan.
Naiknya pengidap virus HIV/AIDS
Menurut Juru Bicara Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tini Suryanti, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 4.288 orang meningkat dari 2.849 penderita tahun lalu. Jumlah ini, lanjut Tini, masih fenomena gunung es. “Yang tidak terdeteksi bisa 100 kali lebih banyak,” katanya. Jakarta Barat menurut Tini adalah wilayah paling besar pengidap HIV/AIDS dibandingkan wilayah lain karena Jakarta Barat memiliki banyak tempat hiburan malam. (TEMPO Interaktif, 30/11/08).
penyebaran virus mematikan itu paling besar melalui jarum suntik dan seks berganti-ganti pasangan. Sejauh ini, tidak terlihat upaya penanganan virus HIV/AIDS ini secara mendasar. Malah yang dilakukan adalah program Kondomisasi yang sebenarnya akan menyuruh untuk melakukan seks bebas. Pelacuran juga masih dibiarkan berlangsung bebas.
Ancaman Disintergrasi
Hubungan luar negeri masih ditandai dengan dominasi Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya terhadap Indonesia. Dengan dalih penghormatan pada kebebasan berpendapat, 40 anggota Kongres Amerika Serikat (AS) meminta agar Presiden membebaskan tanpa syarat dua tokoh gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), Filep Karma dan Yusak Pakage dari hukuman. Surat itu merupakan bukti yang sangat nyata bukan hanya tentang adanya campur tangan AS terhadap urusan dalam negeri Indonesia, tapi juga adanya dukungan terhadap gerakan separatis OPM. Sementara itu sikap pemerintah yang terlampau memberikan jalan kepada negara asing dan LSM internasional untuk menyelesaikan persoalan Aceh juga berbahaya terhadap integrasi Indonesia.
Kampanye War on Terrorism (WOT)
Ketundukan Indonesia terhadap AS dan sekutunya sangat jelas, misalnya terlihat dalam agenda perang melawan terorisme (war on terrorist).. Dalam kasus bom Bali Pemerintah Indonesia sepertinya enggan mengungkap siapa sebenarnya master mind dari perbagai peledakan di Indonesia, memang, Amrozi dan kawan-kawan yang telah dihukum mati memang mengakui telah menyiapkan bom, tapi benarkah bom sangat besar itu adalah benar-benar bom yang dibuat oleh Amrozi dan kawan-kawan? Keraguan semacam ini akan terus ada mengingat banyak sekali fakta-fakta yang sangat gamblang yang menunjukkan tentang kemungkinan adanya bom yang sengaja ditumpangkan oleh pihak lain.
Hal ini menimbulkan kesan kuat terorisme yang selama ini terjadi adalah fabricated terrorism atau terorisme yang diciptakan. Seharusnya Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak pada apa yang disebut kampanye war on terrrorism yang didengungkan AS karena kampanye ini hanyalah kedok (mask) untuk menutupi maksud sesungguhnya, yakni war on Islam.
Islamo-phobia
Sikap Islam-phobia (ketakutan kepada syari’at islam) terlihat pada kasus penghinaan terhadap Rasulullah saw dan ajaran Islam. Sebuah website memuat beberapa komik yang berisi penghinaan terhadap Nabi saw. Namun sayangnya, pemerintah tampak mudah menyerah, lamban, dan tidak bersikap tegas. Berbeda sekali ketika menangani kasus-kasus lain yang dianggap membahayakan negara atau masyarakat. Terhadap pelaku yang menyebarkan email tentang kesulitan likuiditas Bank Century, pemerintah demikian cekatan. Hanya beberapa hari pelakunya dapat ditangkap. Demikian juga dengan beberapa pelaku SMS teror. Apakah sikap Islam-phobia juga menjangkiti penguasa di negeri ini?
Dukungan Kepada Syariah Makin Menguat
Di sisi lain, sejumlah survai memperlihatkan bahwa dukungan kepada penerapan syariat dari semakin menguat. Survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah tahun 2001 menunjukkan 57,8% responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia. Survei tahun 2002 menunjukkan sebanyak 67% (naik sekitar 10%) berpendapat yang sama (Majalah Tempo, edisi 23-29 Desember 2002). Sedangkan survei tahun 2003 menunjukkan sebanyak 75% setuju dengan pendapat tersebut.
Hasil survai aktivis gerakan mahasiswa nasionalis pada tahun 2006 di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya menunjukkan sebanyak 80% mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara (Kompas, 4/3/2008). Sementara, survai Roy Morgan Research yang dirilis Juni 2008 memperlihatkan, sebanyak 52% orang Indonesia mengatakan, Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka (The Jakarta Post, 24/6/’08). Dan survei terbaru dilakukan oleh SEM Institute menunjukkan sekitar 72% masyarakat Indonesia setuju dengan penerapan syariah Islam.
khatimah
Sejumlah hasil survei itu menunjukkan masih adanya harapan yang terbentang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Syariah Islam diyakini akan membawa perbaikan dan kebaikan, keadilan dan kesejahteraan bagi bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga dunia.
Oleh karena itu untuk keluar dari berbagai krisis yang berkepanjangan ini kita tidak hanya membutuhkan pejabat pemerintah yang baik saja, karena itu belum cukup. Yang kita butuhkan disamping pemerintah yang baik juga system pemerintahan dan seperangkat undang2 yang baik pula (islam). System pemerintahan Islam itulah yang dinamakan khilafah yang akan menerapkan syariat islam dengan kaffah dan akan menggantikan system demokrasi-sekuler yang telah terbukti kebobrokannya selama ini.
Sistem Islam (syariat Islam) telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Kemampuannya bertahan hidup dalam rentang waktu yang demikian panjang (lebih 12 abad), telah menegaskan kapabilitas sistem yang belum ada tandingannya sampai saat ini, dan hingga akhir jaman. Dengan syariat Islam itulah kita membangun pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus mencetak aparat pemerintahan yang handal.
Memang, Membangun system pemerintahan yang baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia merupakan pekerjaan besar yang harus diawali dari pemahaman dasar atas visi dan misi pemerintahan Islam. Maka disinilah kewajiban dan peran kita setiap individu muslim untuk menjadi bagian dalam perjuangan ini. Agar kemulyaan Islam dan kaum muslimin dapat segera kita wujudkan. Wallahu’alam.

Read More......

buletin edisi 18

0 komentar

Obama menang
Penjajahan AS Takkan Berubah

Dunia Barat termasuk dunia Islam menyambut dengan gembira terpilihnya Barack Obama sebagai presiden ke 44 Amerika Serikat. Kebencian terhadap Bush dan ketidak populeran kebijakan Amerika selama 8 tahun dibawah pimpinannya sangat merusak citra amerika dimata dunia. Banyak harapan bahwa Obama akan menyelamatkan Amerika Serikat dan membawa perubahan yang besar terhadap dunia termasuk juga dengan dunia islam.
Begitupula kalau kita melihat di negara ini, berbagai kalangan mulai dari rakyat biasa, para akademisi, selebritis, pengusaha, bahkan para elit politik kita juga berpendapat yang sama yaitu menaruh banyak harapan positif terhadap obama. Hal ini dipicu oleh dua hal. Pertama, faktor historisitas karena Obama pernah tinggal di Indonesia dan memiliki orang tua tiri orang Indonesia. Ada faktor nostalgia. Kedua,

faktor harapan. Ini adalah harapan yang bisa dibilang wajar yaitu mudah-mudahan dengan pemimpin baru amerikaakan bersikap ramah terhadap indonesia.
Benarkah akan begitu??
Sikap Obama terhadap dunia Islam dalam kampanye pemilu kemarin sudah jelas. Dalam sebuah acara yang disponsori oleh Kedutaan Besar Israel di Washington untuk menghormati hari jadi negara Israel yang ke-60 Obama mengatakan “Saya berjanji kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun untuk tidak hanya menjamin kemanan Israel tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu,”.
Sikapnya terhadap Hamas juga tidak berbeda dengan presiden Bush. “Saya sudah mengatakan bahwa mereka adalah organisasi teroris, yang tidak boleh kita ajak negosiasi kecuali jika mereka mengakui Israel, meninggalkan kekerasan, dan kecuali mereka mau diam oleh perjanjian sebelumnya antara Palestina dan Israel.
Walaupun memang Obama mendeklarasikan akan menarik pasukan AS dari Irak, tapi mengirimnya ke Afghanistan. Artinya, Obama akan tetap melanjutkan pembantaian brutal tidak berprikemanusiaan terhadap negeri Islam itu. Obama pun berjanji akan selalu berada di pihak Israel untuk memerangi dan membantai umat Islam di Palestina. Jadi Dimanakah letak perubahan ‘yang sesungguhnya’ dari kebijakan-kebijakan Bush?
Lantas bagaimana sebenarnya politik luar negeri Amerika kedepan dibawah obama?
Syekh Taqiyuddin dalam Mafâhîm Siyâsiyah li Hizb at-Tahrîr telah membuat klasifikasi tentang politik luar negeri negara-negara yang menganut sebuah ideologi. Beliau mengatakan bahwa dalam sebuah idelogi terdapat fikrah atau ide dasar yang mendasari politik luar negeri sebuah negara, thariqah berupa metode baku untuk mewujudkan fikrah tersebut, al-khiththah as-siyâsiyah yakni garis politik berupa grand strategi kebijakan politik, dan al-uslûb as-siyâsî yakni strategi praktis/cara untuk mengimplementasikan garis politik tadi.
Dalam Negara kapitalis, fikrah (ide) pokok yang mendasari politiknya tentu saja adalah kapitalisme. Sementara metode baku atau thariqah politik luar negerinya adalah penjajahan (al-isti’mâr). Disamping itu, ada al-khiththah as-siyâsiyah atau garis politik berupa grand strategi politik yang bisa berubah-ubah sesuai dengan kepentingannya. Kemudian ada juga uslub politik atau cara-cara yang bersifat lebih aplikatif dan juga sering berubah tergantung situasi.
Salah satu yang harus kita pahami, AS adalah negara adi daya yang mendasarkan dirinya pada ideologi Kapitalisme. Bisa dikatakan Kapitalisme inilah ‘nyawa’nya Amerika Serikat. Maka metode baku politik luar negeri Amerika Serikat adalah penjajahan. Meski bentuknya bisa bermacam-macam, bisa ekonomi, politik, militer, sampai budaya, tapi intinya tetap penjajahan berupa hegemoni.
Nah, karena itu kalau dilihat dari tujuan, politik luar negeri AS pastilah tetap dalam rangka untuk menyebarluaskan dan memapankan ideologi Kapitalisme beserta ide-ide turunannya seperti dibidang politik, liberalisme, demokrasi dan pluralisme akan tetap menjadi ‘bahan jualan’ utama AS. Sementara dalam bidang ekonomi, AS akan tetap mengokohkan ekonomi kapitalisme dengan pilar-pilar perdagangan bebas, privatisasi dan dominasi dolar dalam mata uang dunia. Inilah yang menjadi kepentingan nasional Amerika Serikat dalam politik luar negerinya.
Wahasil, Seseorang tidak akan pernah merubah segala permasalahan sistemik dari sebuah negara, seberapa baikpun dia berikrar untuk melakukan hal itu. Amerika adalah sebuah negara kapitalis dengan seperangkat kebijakan luar negeri kapitalis yakni untuk menjajah negara-negara lain. Dengan cara itulah, negara itu senantiasa mencari cara untuk mempertahankan dominasinya di Dunia Islam dan terus melanjutkan agenda eksploitasi kapitalisnya. Presiden boleh datang dan pergi, tapi prinsip penjajahan mereka tidak akan berubah. tidak akan ada perubahan yang benar-benar nyata (real change).”
Jadi dengan kemenangan obama dari partai demokrat, perubahan yang mungkin adalah dalam level uslub/cara atau strategi praktis politiknya. Secara umum partai Demokrat untuk waktu dekat ini akan lebih mendorong uslup/cara yang soft power seperti diplomasi dan bantuan ekonomi, dari pada hard power seperti kekuatan militer. AS mungkin akan lebih mengedepankan kebijakan yang multilateral dengan melibatkan lebih banyak negara di dunia atau kawasan untuk lebih berpartisipasi. AS juga akan lebih banyak melibatkan organisasi internasional maupun regional.
Apakah itu berarti ancaman bahaya soft power ini sama dengan hard power?
Dilihat dari tujuannya yang sama-sama untuk penjajahan, ya sama bahayanya. Bahkan soft power itu jauh lebih berbahaya, karena penjajahan terjadi sementara pihak yang dijajah merasa diberi bantuan. Artinya, soft power juga dilakukan dalam rangka melanggengkan penjajahan AS. Dalam prinsip kapitalis kita kenal no free lunch, tidak ada makan siang yang gratis. Jadi sebenarnya soft power AS hanya gincu saja untuk menutupi agenda jahatnya. Kalau kita lihat contoh nyatanya di indonesia ini, agar tampak manis AS memberi bantuan 300 juta US dolar. Tapi melalui penguasaan Cepu, Natuna, Freeport, Caltex Riau, Newmont, dsb, AS mendapat ratusan miliar dolar. Karena itu, segala bentuk bantuan asing apapun bentuknya, seharusnya ditolak. Karena itu menerima bantuan asing dari negara penjajah apapun bentuknya adalah bunuh diri secara politis.
Kecendrungan kebijakan Soft power inilah yang akan dilakukan AS, tapi itupun kalau masih ampuh untuk merealisasikan tujuan politiknya. kalau tidak ampuh lagi maka pilihannya harus dengan serangan militer, tidak perduli Demokrat maupun Republik sama saja, yakni akan menggunakan serangan militer.
Dalam sejarah politisi partai Demokrat tidak kalah buasnya dalam masalah perang. Keterlibatan AS dalam perang Dunia I terjadi saat negara itu dipimpin oleh Woodrow Wilson dari Partai Demokrat. Demikian juga saat terlibat dalam perang dunia ke II, AS dipimpin oleh politisi Demokrat, Franklin D Rosevelt. Harry Truman dari Demokrat lah yang mengambil kebijakan untuk menjatuhkan bom atom di Hiroshima yang membunuh ratusan ribu rakyat sipil. Dan kebijakan terlibat dalam perang Korea. Lyndon B Jhonson juga dari Demokrat membuat kebijakan AS untuk menyerang Vietnam. Artinya jalan perang akan tetap dipilih AS, baik yang berkuasa Demokrat atau Republik, kalau itu dianggap dapat merealisasikan kepentingan politik luar negerinya.
Lantas apa yang harus dilakukan oleh kaum muslim untuk menghentikan imperialisme AS itu ?
Sebenarnya kita umat islam punya sebuah potensi yang sangat luar biasa untuk meraih kemulyaan jjika kita mau melakukan perubahan. Akan tetapi Perubahan mendasar dunia Islam tidak akan muncul karena individu orang lain, tapi datang ketika kaum muslim di dunia kembali kepada Islam. Yaitu kembali kepada keyakinan idei-ide politik Islam dan mendirikan kembali Kekhilafahan Islam: sebuah sistim yang bertanggung jawab, adil, tertutup bagi manipulasi, yang meletakkan kaum duafa dan lemah di pusat sistim ekonominya, dan yang akan mempertahankan tanahnya dari pendudukan dan eksploitasi.
Perubahan itu bukan pula muncul dari sekedar terjadi krisis akibat kegagalan system Kapitalis. Perubahan akan terjadi kalau keimanan individual seorang muslim tidak berhenti pada keimanan yang individual dan spiritual (al-aqidah ar ruhiyah). Tapi menjadi keimanan yang sifatnya politik (al-aqidah as siyasiyah). Keimanan yang mendorong seorang muslim untuk taat kepada Allah SWT secara totalitas. Keimanan yang totalitas inilah yang kemudian mendorong umat Islam untuk menegakkan kembali Khilafah Islam.
Umat Islam butuh kekuatan politik riil yang secara ideologis dan praksis bisa mengimbangi kekuatan AS, dan itu tidak ada pilihan lain kecuali Khilafah Islam. Pilihan kaum muslim sekarang tinggal dua: pertama tetap dibawah penjajahan AS dengan merelakan pembunuhan terhadap umat Islam yang dilakukan oleh AS dan eksploitasi kekayaan alamnya, Atau yang kedua umat Islam bersatu dibawah naungan Khilafah yang akan membebaskan umat Islam dari penjajahan. Sekarang terserah kita mau milih yang mana. Tentu sebagai seorang muslim sejati akan menjatuhkan pilihannya kepada yang kedua. []

Read More......

buletin edisi 17

0 komentar

KAPITALISME DIUJUNG TANDUK
KHILAFAH DIDEPAN MATA

Moris Berman, 63 tahun, ahli sejarah kebudayaan kelahiran New York, yang memperoleh Ph D dari Johns Hopkins University, menulis buku Dark Ages America: The Final Phase of Empire (Norton, 2006), yang meramalkan imperium Amerika segera akan rubuh. Ia mendeskripsikan Amerika sebagai sebuah kultur dan emosional yang rusak oleh peperangan, menderita karena kematian spiritual dan dengan intensif mengeskpor nilai-nilai palsunya ke seluruh dunia dengan menggunakan senjata. Republik yang berubah menjadi imperium itu berada di dalam zaman kegelapan baru dan menuju rubuh sebagaimana dialami Kekaisaran Romawi
Apa yang tulis oleh Moris Berman tampaknya semakin menunjukkan kebenarannya.

Pertama, AS adalah perabadaban emosial yang rusak oleh peperangan. Bisa dipastikan di mana ada konflik, di mana ada perang, kemungkinan di situ ada Amerika . Negara ini memang pecandu perang dengan berbagai alasan.
Jamil Salmi dalam violence and democatic society mencatat negara Paman Sam ini antara tahun 1945 sampai 2001 saja sudah melakukan 218 kali intervensi terhadap negara lain. Amerika juga merupakan otak kudeta berdarah di berbagai negara. Genocide atas nama demokrasi dan perang melawan terorisme juga telah menimbulkan korban sipil yang sangat besar di Irak dan Afghansitan. Pasca pendudukan AS, korban rakyat sipil Irak hampir mencapai angka 1 juta orang.
Negara ini memang haus darah dan mesin pembunuh. John Pike dari www.GlobalSecurity.org, sebuah grup riset, tentara Amerika menghamburkan 250.000 peluru untuk menembak mati tiap seorang gerilyawan. Biaya perang demikian besar. Staf Partai Demokrat di Kongres menghitung dari 2002 sampai 2008, perang yang lebih panjang dibanding Perang Dunia kedua itu, menghabiskan 1,3 trilyun dollar
Negara ini juga memang mengalami krisis spritual yang akut. Kapitalisme dengan sistem sekulernya telah mengerdilkan agama sekedar urusan ritual, moralitas, dan spritual. Sementara dalam aspek sosial, politik, dan kenegaraan, agama dicampakkan. Kehidupan sosial dan politik pun menjadi buas, rakus, dan kering karena tidak diatur agama. Masyarakat pun menganggap agama tidak lagi menjadi begitu penting dalam kehidupan mereka. Meskipun tentu saja banyak diantara mereka yang masih beragama. Sebab mereka tidak melihat agama sebagai solusi praktis dalam persoalan sosial politik mereka.
Implikasi dari pencampakan agama ini, masyarakat AS mengalami kerusakan pranata sosial yang akut. Tingginya tingkat kriminalitas, stress, pornografi , aborsi dan pelacuran menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari negara kapitalis ini. Menurut studi yang dilakukan oleh National Victim center pada tahun 1992, 1,3 wanita yang berumur 18 tahun keatas di USA diperkosa dengan paksa setiap menit; 78 wanita per jam; 1.871 wanita per hari, atau 683,000 korban per tahun. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS memperkirakan, jumlah pengidap virus tersebut mencapai 1,1 juta orang. . Sangat mengerikan!
Seperti kata Berman negara adi daya ini juga intensif mengekspor nilai palsunya dengan ancaman sejata. Atas nama HAM, Demokrasi,liberalisme, pasar bebas dan perang melawan terorisme mereka melakukan apa saja termasuk menjajah Irak dan Afghanistan. Di sisi lain ide-ide yang mereka usung penuh dengan kepalsuan dan kemunafikan.
Mereka bicara demokrasi harus ditegakkan lewat dukungan rakyat dan tanpa kekerasaan (non violance). Tapi lihatlah di Irak dan Afghanistan, demokrasi dipaksakan di negara dengan senjata. Mereka bicara bahwa setiap rakyat berhak mengekspresikan keinginan mereka, namun AS dengan berbagai cara menghalangi upaya kaum muslim di dunia untuk menerapkan syariah dalam kehidupan negara dan politik mereka. Negara-negara Barat dengan tudingan teroris menggunakan penguasa-penguasa negeri muslim yang merupakan kaki tangan mereka untuk meredam, menghalangi, hingga menyiksa siapapun yang ingin memperjuangkans syariah Islam.

Bukti kerusakan doktrin kapitalisme
Lonceng kematian ini pun semakin kuat terdengar, dengan krisis keuangan yang dialami oleh AS dan negara-negara Eropa saat ini. Efek domino dari krisis ini pun menjalar ke bidang lain. Pasar saham dunia terguncang. Krisis ekonomi global pun diambang pintu.
Dalam pandangan kapitalisme Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya, Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya.
Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over. Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi yang menjadi antek mereka untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan. Tapi kalau juga tidak bisa maka akan diperangi.
Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana untuk kampanye lagi.
Tapi, itu belum cukup.Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized! Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.
Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama).
Misalnya, kalau gaji anda sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun.
Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut.
Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers? karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 (yang belum layak diberikan mortgage) sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar.
Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua.
Kira-kira mencapai 5 triliun dolar uang yang lenyap dalam mortgage itu. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi? Ironisnya, mereka melanggar prinsip ekonomi mereka sendiri yang mengatakan negara tidak boleh campur tangan dalam urusan ekonomi, tapi buktinya ketika krisis terjadi pemerintah langsung turun tangan. Hal ini cukup memberikan bukti bahwa teori kapitalisme telah runtuh.
Terakhir, menarik apa yang dikatakan Gerald Friedman tentang apakah krisis ini akan menghancurkan sistem kapitalisme. “Dan yang lebih penting lagi, sebuah sistem kapitalis atau sistem sosial apapun hanya bisa dihancurkan oleh sistem yang berlawanan yang didukung oleh munculnya kelas-kelas dalam perekonomian,” jawab Friedman.
Ya memang benar sistem kapitalis tidak akan hancur kalau tidak ada sistem yang berlawanan yang menjadi alternative yang menentangnya. Bagi kita sistem yang berlawanan itu, yang akan menghancurkan kapitalisme adalah sistem Khilafah yang akan menerapkan ekonomi syariah. Setelah runtuhnya Sosialisme-Komunisme, dan rontoknya ekonomi Kapitalisme. Maka, the Khilafah dream bukan hanya impian umat Islam, apalagi hanya sekelompok orang, tetapi telah menjadi impian dunia. Mimpi itu pun tinggal selangkah. Insya Allah

Read More......

buletin edisi 16

1 komentar

DEMOKRASI YANG MAHAL ITU GAGAL
Sudah jadi tradisi dari negara-negara "penghamba Demokrasi" dalam periode tertentu diadakan sebuah acara besar-besaran yang dinamakan Pemilu. "Pesta demokrasi" yang menghabiskan uang rakyat triliunan rupiah itu bertujuan untuk memilih calon wakil rakyat yang katanya mewakili aspirasi manusia-manusia yang diwakilinya.
Banyak kalangan yang mengatakan kalau Pemilu itu adalah pestanya rakyat, di mana orang-orang berkumpul buat menyalurkan aspirasinya dengan mencoblos Partai yang dianggap "pas" buat memenuhi keinginan mereka.
Agaknya kita harus berfikir seribukali kalau ingin mengatakan Pemilu itu pestanya rakyat. Bagaimana tidak? sekarang coba kita lihat data, Pemilu itu dananya dari mana, yang "nelen" uangnya siapa? Jawabannya pasti bukan rahasia lagi, yaitu mereka para kapitalis yang telah bersekongkol dengan pejabat

busuk tersebut. Jika demikian halnya apakah layak dikatakan pesta rakyat ketika mereka dijadikan sapi perah oleh para pejabat? Mereka (para penjahat rakyat) memanfaatkan momen ini untuk menipu dan "menghipnotis" jutaan rakyat dengan ”virus” demokrasi ini, agar kita semua mau mencoblos "moncong-moncong monyong mereka.
Kebohongan demokrasi semakin bertambah-tambah. Rakyat melihat di depan mata mereka, bagaimana para politisi ini lebih disibukkan oleh suap menyuap, uang pelicin, yang istilah kerennya uang gratifikasi. Alih-alih mengurus rakyat, sebagian politisi partai politik malah disibukkan skandal seks yang memalukan. Lagi-lagi logika, wakil rakyat yang dipilih rakyat akan berpihak kepada rakyat runtuh.

Demokrasi itu Busuk
Mungkin bagi orang-orang pada umumnya, demokrasi memang masih merupakan sistem yang paling ideal di muka bumi, tetapi benarkah begitu? Demokrasi atau Democrazy? Kebebasan atau kebablasan?
Ketika demokrasi menyerang negeri ini disambut gembira oleh para intelektual yang dangkal pemikirannya, dan ketika demokrasi begitu dipuji oleh orang-orang yang takluk di hadapan peradaban barat, justru kita akan melihat bahwa para ahli politik eropa telah melancarkan kritik yang tajam terhadap demokrasi, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya oleh Plato.
\Michael Stewart dalam bukunya Sistem-Sistem Modern, hal.459:
Kaum komunis bersikeras bahwa hukum demokrasi yang tegak di atas dasar kebebasan berkreasi, berpendapat, bertingkah laku, dan berkepribadian, hanyalah sebuah prinsip yang kotor dan rusak. Mereka berargumentasi bahwa demokrasi kapitalisme telah mentolerir pengrusakan masyarakat--khususnya para pemudanya--melalui film-film dan bioskop-bioskop serta penyebaran kemungkaran serta kekejian.
Benjamin Constan berkata:
Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.belum lagi jika kita melihat dengan kaca mata syariat islam tentu kebobrokan demokrasi ini lebih nyata lagi.

Golput dan Krisis Demokrasi
Saat ini masyarakat sudah mulai memahami bahwa keberadaan parpol lebih identik dengan kuda tunggangan yang super komersial, siap direntalkan kepada siapa saja yang ingin berkuasa. Bukan rahasia umum lagi, setiap orang yang berhasrat berkuasa lewat jalur pilkada, mereka harus mengeluarkan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk menyewa parpol. Kalau bukan dalam bentuk tunai bisa juga berupa komitmen pemberian sesuatu yang lain yang tidak kalah tinggi nilai ekonomisnya apabila mereka berhasil merebut tampuk kekuasaan.
baru-baru ini ancaman Abdurrahman Wahid menyerukan golput jadi perbincangan yang panas di kalangan politisi. Potensi golput memang sudah tinggi. Data Kompas menunjukkan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 mencapai 92,74 persen. Pada pemilu legislatif tahun 2004 tingkat partisipasi turun menjadi 84,07 persen. Adapun tingkat partisipasi pada Pemilu Presiden 2004 di putaran I dan putaran II masing- masing sebesar 78,23 persen dan 77,44 persen. (Kompas; 17/06/2008)
Rendahnya partisipasi politik masyarakat juga tercermin dari ‘menang’nya golput di beberapa pilkada seperti di Jawa Barat dan Sumatra Utara. Hasil pilkada di Jawa Barat yang dimenangkan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf. Ternyata dari hasil keseluruhan dari jumlah pemilih yang berjumlah 28 juta orang, sebagaimana dilaporkan KPUD Jabar sekitar 10 juta orang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Suara golput menempati 35.7 persen, Hade 26.0 persen, Aman 22.2 persen dan Da'i 16.0 persen. ¬¬(Syabab.Com)

Demokrasi melahirkan pragmatisme politik
Sudah menjadi gejala umum, di suatu daerah partai A berkoalisi dengan partai B menghadapi partai C dalam upaya memenangkan calon seorang bupati, walikota, atau gubernur. Sementara pada daerah yang lain, partai A tersebut justru berkoalisi dengan partai C untuk menghadapi partai B. Realitas semacam ini hanya bisa dibaca bahwa koalisi partai dibangun atas dasar kepentingan bukan lagi garis perjuangan partai. Padahal di tengah-tengah masyarakat mereka sering menggembor-gemborkan garis perjuangan partai terutama saat kampanye. Parpol-parpol telah terjebak atau menjebakkan diri ke dalam pragmatisme yang bertumpu pada kepentingan sesaat.
Memang ada partai politik yang sepertinya kritis. Tapi lebih sering sekedar retorika atau cuap-cuap politik. Bisa disebut tidak ada yang benar-benar ‘full power‘ melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah. Tampak dari mandulnya partai-partai politik membendung kenaikan BBM dan impor beras. Belum lagi cacat politik partai kritis, yang di saat memerintah, kebijakannya sama saja, sama-sama neo-liberal. Contohnya aset negara juga dijual dengan murah.

Demokrasi Peradaban Sampah
Tidak ada keraguan lagi bahwa diantara sebab kehancuran berbagai peradaban adalah kemerosotan moral. Mengapa para pemuda dan masyarakat umum di eropa menerima kehadiran narkoba dengan berbagai jenisnya. Bagaimana kita bisa menafsirkan tenggelamnya mereka dalam kebejatan perilaku seksual yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia yang panjang. Lihatlah bagaimana parlemen inggris telah membolehkan pernikahan sesama lelaki dan juga pernikahan sesama perempuan. Pernikahan dengan sesama kerabat dekat/keluarga (incest) juga banyak terjadi sampai tak terhitung. Semua ini dilakukan dengan kedok kebebasan individu yang absolut. Bagaimana kita bisa menafsirkan tersebarnya majalah-majalah porno, pergaulan bebas, kekerasan seksual, dan pemerkosaan. Apakah kita mau terperosok ke jurang kebejatan moral seperti yang dialami eropa atas nama pluralisme demokrasi ini?

Demokrasi=kediktatoran minoritas
Apakah yang dilakukan negara yang mengklaim sebagai negara demokratis dan pelopor HAM tatkala mereka menjajah negeri-negeri lain?
Apa yang dilakukan inggris yang demokratis itu terhadap Mesir? Apakah urusannya dikembalikan kepada rakyat mesir atau kepada moncong meriam? Apa pula yang dilakukan prancis yang demokratis itu di aljazair? Apa yang dilakukan negara-negara demokratis tatkala menjajah palestina, india dan asia? Apa pula yang dilakukan amerika serikat yang demokratis itu di Vietnam, Afhganistan, dan irak?
Segala gerakannya baik yang lembut maupun kasar ditujukan untuk memenuhi nafsu dan kebutuhan yang mereka sembunyikan. Tidak pernah tercatat dalam sejarah lembaga-lembaga yang dibentuk negara-negara demokratis, lahir satu keputusan yang motif dan tujuannya dapat dianggap murni, apalagi jika keputusan ini berkaitan dengan Islam.
Negara-negara yang mengklaim demokratis itu sungguh telah menghancurkan berbagai bangsa. Negara-negara itu telah merobek perut dan menghisap darah berbagai bangsa. Pembataian ala demokratis tak kurang banyaknya dibandingkan dengan pembantaian ala komunisme, kalaupun tak bisa dikatakan lebih jahat. Hanya saja memang ada perbedaan di antara keduanya, yaitu demokrasi membunuh dengan racun dalam gelas yang indah atau dengan benang dari sutera.
Bagaimana dinegara ini? Kenaikan BBM lebih dari 100 % tahun 2005 yang kemudian dinaikkan lagi sekitar 28,7 % tahun ini mencerminkan hal ini. Mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan privatisasi pemerintah, semakin membuat rakyat kecewa. Padahal sudah jelas, kenaikan BBM, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan jelas ditolak oleh mayoritas rakyat. Usulan mengambil alih perusahan tambang emas, minyak, batu baru dari swasta dan perusahan asing justru tidak digubris.
Ironisnya, pemerintah lebih memilih tunduk kepada minoritas pemodal Asing. Lantas dari fakta tersebut, mana faktanya demokrasi yang katanya suara mayoritas rakyat yang diterapkan. Jadi jelas demokrasi hanyalah kebohongan.
Partai-partai politik juga tidak jauh beda. Mereka yang dipilih oleh rakyat, logikanya tentu saja harus memihak rakyat. Kenyataannya tidaklah begitu. Justru lewat proses demokrasi, DPR mengeluarkan UU yang lebih berpihak kepada kelompok bisnis bermodal besar terutama penguasa asing. UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, semuanya berpihak pada asing. Dan itu secara resmi dan legal disahkan oleh partai-partai politik di DPR. Pertanyaanya sekarang apakah pernah kita rakyat mengusulkan UU tersebut, jadi jelas klaim DPR adalah wakil rakyat adalah sebuah kebohongan besar karena faktanya mereka adalah wakil penjajah.
Sebagian orang ada menilai bahwa yang salah itu bukan sistem demokrasinya tapi aparat pemerintah yang tidak amanah dan penegakan hukum yang lemah. Penilaian ini sangatlah dangkal. Bukankah pemerintah yang terpilih semuanya merupakan pilhan rakyat yang dianggap orang-orang terbaik?. Alasan penegakan hukum yang lemah juga tidak tepat, malahan justru hancurnya negara ini juga karena dijalankannya UU yang ada. Sebagai contoh mahalnya BBM justru disebabkan pemerintah menjalankan UU migas, tingginya tarif listrik, air juga disebabkan pemerintah menjalankan UU kelistrikan dan air, begitu juga dikuasainya kekeyaan alam indonesia dan aset-aset srategis juga dikarenakan pemerintah menjalankan UU penanaman modal dsb. Dalam hal ini yang bermasalah bukan penegakan hukumnya akan tetapi hukum itu sendiri yang bobrok, maka semakin diserukan penegakan hukum maka semakin hancurlah negara ini. Jadi seharusnya yang dilakukan terlebih dahulu adalah mengganti secara total hukum/UU yang ada sekarang dengan yang lebih baik, baru kemudian diserukan penegakan hukum tersebut.

Khatimah
Tulisan ini tentu saja bukanlah wujud kebencian kami pada negara ini, akan tetapi sebaliknya justru karena kecintaan kami. Kami tidak ingin negara ini dirampok aset-asetnya, dijarah kekayaan alamnya, dirusak generasi mudanya, dimiskinkan rakyatnya, dimahalkan biaya pendidikan dan kesehatannya, dipecahbelah wilayahnya, jadi bahan ejekan oleh negara lain, dan yang terlebih penting kami tidak ingin bangsa ini bermaksiat kepada Allah karena tidak menjalankan aturan/hukum yang telah diwajibkan-Nya. Kami hanya ingin menjelaskan bahwa kondisi sekarang adalah akibat sistem ekonomi liberal dan sistem politik demokrasi yang diterapkan, dimana bersumber dari suatu asas yaitu kapitalisme.
Kembali kepada syariah Islam, jelas merupakan pilihan yang terbaik saat ini, melalui mementum revolusi yaitu pergantian pemimpin dan sistem secara total. Berdasarkan syariah Islam, Khalifah sebagai kepala negara dipilih oleh rakyat untuk menjalankan syariah Islam. Berdasarkan syariah Islam, negara harus menjamin kesejahteraan masyarakat, menjamin kebutuhan pokok tiap individu masyarakat. Syariah Islam juga mewajibkan Khalifah untuk menjamin pendidikan dan kesehatan rakyatnya secara gratis.
Pemilikan umum (al milkiyah al ‘ammah) yang merupakan milik rakyat akan dikelola dengan baik untuk kepentingan rakyat. Tambang emas, minyak, batu bara, hutan adalah milik umum yang harus dikelola secara baik dan hasilnya diserahkan kepada rakyat. Air dan listrik adalah milik umum, yang tidak boleh diswastanisasi yang berakibat harganya menjadi mahal. Air dan listrik dikelola dengan baik oleh negara untuk dikonsumsi dengan murah oleh rakyat.
Kesimpulannya, bahwa merupakan konsekuensi logis bagi umat Islam untuk bangkit guna mengakhiri kesengsaraannya dalam hegemoni sistem politik dan ekonomi kapitalisme ini. Karenanya, umat Islam memerlukan wadah gerakan perjuangan yang terbebas dari pragmatisme politik yang sedang porak-poranda seperti yang terjadi saat ini. Untuk itulah gerakan mahasiswa pembebasan hadir yang secara konsisten berupaya mencabut sistem kapitalisme yang menjadi akar penyakit, kemudian menggantinya dengan Islam secara totalitas. Cepat atau lambat, secara pasti perjuangan ini akan sampai pada titik waktunya untuk menghadirkan kembali sistem Islam yang berasal dari Allah Swt, yaitu Khilafah Islamiyah. Yang telah dijanjikan Allah dan rasul-Nya.
Maka kami juga mengingatkan kaum Muslim terhadap ayat al-Quran,
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu ”. (QS. An-Anfal: 24)

Read More......

buletin edisi 15

0 komentar

100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL
IDENTIK DENGAN KEBANGKRUTAN

Sejarah menulis bahwa kebangkitan nasional, dalam arti munculnya kesadaran untuk bangkit merdeka melawan penjajahan, dilakukan oleh sebuah organisasi kecil yang bernama Budi Oetomo. 20 Mei terlanjur diakui sebagai hari kebangkitan nasional dan proses reproduksi atas pengakuan tersebut tetap berjalan karena mendapat legitimasi yang lebih dari pembelajaran tekstual sejarah kebangsaan selama ini.
Benarkah demikian? Jauh sebelum Budi Oetomo, sesungguhnya telah berdiri Syarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Syarikat Islam (SI) di bawah kepemimpinan HOS Cokroaminoto. Gerakan ini berskala nasional. Tercatat

di 18 wilayah di seluruh Indonesia. Tujuan perjuangannya juga tegas. Mengusir penjajah dengan semangat Islam. Tapi dalam pentas sejarah, itu semua tidak disebut. Mengapa? Adakah penyimpangan sejarah yang dilakukan secara sengaja untuk menutupi peran Islam dalam kebangkitan nasional? Dimana sebenarnya peran Islam dalam sejarah kebangkitan Indonesia?
Situs eramuslim.com sekurangnya sudah tiga kali memuat tentang organisasi Boedhi Oetomo (BO) dan memaparkan bahwa organisasi ini sama sekali tidak berhak dijadikan tonggak kebangkitan nasional karena BO sama sekali tidak pernah mencita-citakan kemerdekaan, pro-penjajahan yang dilakukan Belanda, dan banyak tokohnya anggota aktif Freemasonry yang merupakan organisasi pendahulu dari Zionisme. Seharusnya, tonggak kebangkitan nasional disematkan pada momentum berdirinya organisasi Syarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam (SI) pada tahun 1905, tiga tahun sebelum BO.
Sebab itu, agar kita lagi-lagi tidak salah menganggap tahun 2008 ini sebagai Momentum 1 Abad Kebangkitan Nasional, makaperlu kita luruskan pemahaman sejarah agar kebenaran tetaplah kebenaran, dan sama sekali tidak akan goyah walau dengan alasan politis sekali pun. Sejarah adalah History, bukan His-Story!
Penghinaan Terhadap Perjuangan Umat Islam
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam.
KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924 menegaskan“BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekaan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya.
Mengungkap penyimpangan sejarah, memang kita harus prihatin dengan penetapan 20 mei 1908 berdirinya budi utomo sebagai hari kebangkitan nasional(HKN). Tetapi persoalan umat Islam di indonesia tak sekedar kekacauan dalam penetapan hari kebangkitan, karena peringatan hari-hari yang lain juga banyak bermasalah ditinjau dari awal mula hari itu, dari hari kartini, hari pendidikan nasional, hari buruh, hari kesaktian pancasila, hari AIDS, hari ibu dan banyak lagi. Itu baru dari segi hari, apalagi jika dilihat dari segi kondisi real rakyat hari ini seperti kemelaratan, perusakan akidah, peracunan pemikiran Barat dll.
Kondisi sekarang
Seabad sudah tonggak cita-cita bangsa ditancapkan dan panji-panji kebangkitan dikibarkan. Namun, nyatanya realitas hari ini tidak sesuai dengan harapan. Berbagai bencana dan krisis silih berganti menyapa bangsa Indonesia. Muncul pertanyaan, apa yang menyebabkan hal ini terjadi pada Indonesia, sebuah negara besar dengan penduduk yang banyak pula. Kebangkitan bangsa yang dimanifestasikan seabad silam masih jauh panggang dari api. Yang ada adalah kebangkrutan bangsa karena banyaknya komprador-komprador asing dan antek-antek kapitalis yang menggerogoti kekayaan bumi Indonesia. Hutan dijarah, tanah digali. Hasilnya diangkut ke luar negeri. Di tengah kesulitan hidup yang kian melilit rakyat, di tengah kemiskinan yang kian menjadi, di tengah keputus-asaan rakyat banyak yang kian membuncah, di tengah himpitan kemelaratan, di tengah pesta korupsi dan mark-up anggaran negara yang dilakukan para pejabat negara, Para elit malah berpesta pora. Jika salah satu syair dari Taufiq Ismail berjudul “Malu Aku Jadi Orang Indonesia’, maka sekarang ini judul syair tersebut bertambah relevan. Betapa memalukannya sebuah bangsa yang katanya sudah seabad merayakan hari kebangkitannya ternyata masih saja berada pada kondisi kebangkrutan.
Inilah realitas kebangkrutan bangsa hari ini. Bangsa Indonesia telah lama mengidap penyakit akut tidak mandiri dan tidak percaya diri. Semua selalu bergantung kepada asing, yang pada akhirnya rakyat jualah yang ditimpa seribu kemalangan.
Pada dasarnya setiap rakyat Indonesia memang ingin negeri ini bangkit dan berkembang lebih maju dari yang ada sekarang. Soalnya adalah bagaimana kebangkitan itu bisa diraih? Jalan apa yang harus ditempuh? Apa yang semestinya menjadi landasan untuk bangkit? Dan, sebenarnya kebangkitan seperti apa yang diinginkan, serta bagaimana evaluasi terhadap segala usaha yang telah ditempuh selama ini guna membawa negara ini menuju kebangkitan?
Melihat Akar masalah
Keterpurukan bangsa ini bukanlah semata karena kelemahan kita bangsa indonesia, akan tetapi juga merupakan agenda para kafir penjajah yang memang menginginkan kita selalu berada dalam keterbelakangan. Hal ini mereka lakukan agar kepentingan mereka dinegeri ini dapat berjalan mulus yaitu mengeruk kekayaan bangsa ini. Dengan berbagai cara mereka melakukan penjajahan. Armahedi Mahzar, seorang futurology Islam Indonesia dari ITB, dalam bukunya Revolusi Integralisme Islam, pernah menyatakan terdapat tiga bentuk penjajahan: pertama menggunakan senjata untuk menduduki wilayah-wilayah fisik pada era kebudayaan lisan dan tulisan; kedua dengan ekonomi dan ideologi untuk menguasai perilaku dan kesadaran manusia dalam era kebudayaan cetak; ketiga adalah dengan imagologi untuk menguasai bawah sadar jiwa manusia-manusia yang hendak dijajahnya dalam era kebudayaan elektronik.
Penjajahan bentuk pertama adalah imperialisme kuno yang telah lama bangkrut karena besarnya perlawanan fisik bangsa terjajah. Penjajahan yang berlangsung saat ini adalah neo-imperialisme berupa penjajahan bentuk kedua dan ketiga. Yaitu dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran menyesatkan yang dibungkus sedemikian rupa sehingga kelihatan baik untuk dijalankan. Diantaranya pemikiran demokrasi busuk dalam bidang politik, liberalisasi dan privatisasi dibidang ekonomi, pluralisme dan sekularisme dibidang agama dll, sehingga Bangsa-bangsa yang terjajah tidak menyadari bahwa penjajahan masih merongrong dan bercokol melalui perpanjangan tangan birokrasi dan peran negara yang sangat pro-negara imperialis dan semakin menyengsarakan rakyat.
Oleh karena itu permasalahan yang menimpa negeri ini bukanlah semata terletak pada kesalahan aparatur pemerintahan yang tidak amanah, akan tetapi lebih disebabkan kesalahan memilih sistem yang dijalankan untuk mengatur negara ini. Maka perubahan yang akan kita usung tersebut tidak cukup dengan hanya mengganti pemimpin2 saja (reformasi) tapi sistem yang diterapkan juga diruntuhkan lalu diganti dengan sistem yang baru (revolusi). Sekali lagi mengapa kita harus melakukan perubahan yang revolusioner karena hanya dengan revolusi kita akan mampu keluar dari keterpurukan ini. Diantara contohnya :
• Kebangkrutan di akidah; berbagai macam aliran sesat dan penodaan agama yang bermunculan saat ini bahkan sulit untuk diberantas dikarenakan sistem beragama di negara ini menganut pluralisme dan HAM yang membenarkan dan melindungi setiap kepercayaan. Jadi ini bukanlah semata kelambanan pemerintah yang memang sudah lamban.
• Kebangkrutan di bidang ekonomi; maraknya kebijakan ekonomi yang pro liberalisasi, privatisasi, menaikkan BBM, pencabutan subsidi dll yang sejatinya merugikan rakyat dikarenakan tuntutan sistem ekonomi liberal-kapitalis yang diterapkan saat ini. Sekali lagi ini bukanlah semata kesalahan pemerintah yang memang sudah salah.
• Kebangkrutan di bidang politik; KKN yang sudah jadi tren, kenaikan gaji dan tunjangan pejabat disaat rakyat menderita, pilkada yang ricuh, kasus suap dll disebabkan buah dari sistem demokrasi busuk yang dipakai oleh negara ini, jadi ini bukanlah sekedar ulah kebusukan para pejabat yang memang sudah busuk.
• Kebangkrutan di bidang moralitas; maraknya pornogafi, pornoaksi, pelacuran, pelecehan seksual, abrosi, pengidap HIV/AIDS yang terus meningkat dll dikarenakan sistem sosial Hak Asasi Manusia (HAM) yang diterapkan bangsa ini, jadi bukanlah semata lambannya pemerintah dalam memberantasnya sebab mereka juga menikmatinya menarik pajaknya bahkan menjadi pelanggan.
• Kebangkrutan di bidang pendidikan; rendahnya kualitas lulusan, tawuran antar pelajar dan mahasiswa, mahalnya biaya pendidikan dll disebabkan sistem pendidikan sekuler-materialistik yang dijalankan. Jadi bukan semata ketidakbecusan pemerintah yang memang tidak becus mengurus pendidikan ini.
• Kebangkrutan di bidang hukum; meningkatnya angka criminalitas, narkoba, pemerkosaan, perampokan, kasus penipuan dll disebabkan sistem hukum buatan manusia (kafir penjajah) yang diterapkan bangsa ini, jadi bukan lemahnya aparat penegak hukum.
Sekarang sudah jelas bahwa mustahil kita menuntut bubarkan aliran sesat sedangkan ide HAM masih kita pakai, mustahil kita menuntut tolak kenaikan BBM tapi sistem liberal masih kita anut, mustahil kita berharap KKN diberantas sementara Demokrasi busuk ini masih kita percayai, mustahil kita berharap pornografi diberantas sementara ide HAM masih kita pakai, mustahil lulusan ber IPTEK dan IMTAQ kita peroleh kalau sistem pandidikan sekuler materialistik masih kita terapkan, mustahil kriminalitas dapat dicegah kalau sistem hukum kafir penjajah ini masih dijalankan.
khatimah
Walhasil akar persoalan negeri ini adalah diterapkannya sistem yang berlandaskan sekularisme(pemisahan agama di segala bidang). Maka sebagai solusi menuju kebangkitan, harus dilakukan perubahan secara aktif-mendasar dan revolusioner Yaitu dengan mengganti penguasa yang tidak amanah sekaligus sistem yang bobrok ini diganti dengan diterapkannya syariah islam diseluruh aspek kehidupan, baik dibidang politik pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, perundang-undangan, pergaulan bahkan militer. Sistem yang baik adalah berasal dari zat yang maha baik itulah syriah islam dengan institusi politiknya khilafah islamyah sedangkan penguasa yang baik adalah yang mau tunduk pada sistem tersebut.
Ada tiga alasan mengapa kita mesti memperjuangkan penegakan syariah Islam ini
Pertama, merupakan sebuah kewajiban sebagai mana firman Allah :
Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,mereka itulah orang-orang yang zhalim ( QS al-maidah 45)
Kedua, merupakan janji Allah firman Nya :
Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dan beramal shaleh diantara kamu. Bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia redhai.dan Dia benar-benar mengubah keadaan mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Meraka tetap menyembahKu dan tidak mempersekutukanKu dengan sesuatupun. Tapi barang siapa yang kafir setelah janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik. ( QS an-nur 55)
Ketiga, Merupakan solusi, dalam surat al-a’raf ayat 96 allah berfirman :
sekiranya penduduk bumi beriman dan bertaqwa, niscaya kami akan menurunkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami sehingga kami siksa mereka karena perbuatannya itu.
Oleh karena itu perjuangan syariah Islam bukanlah suatu pilihan seorang muslim seperti pemahaman kebanyakan umat Islam sekarang, tapi merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. perjuangan ini juga bukan sebuah khayalan atau mustahil tercapai seperti dikatakan kelompok anti islam bahkan juga umat islam yang pemalas dalam berjuang akan tetapi ini merupakan janji Allah yang pasti terwujud. Syari’at islam ini juga bukanlah sesuatu yang menakutkan, berbahaya sehingga mesti dihalangi seperti yang dikhawatirkan para Islamphobia akan tetapi Islam adalah rahmat dan solusi sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam ayatnya tadi.
Peran penting gema pembebasan dalam membangkitkan bangsa ini adalah meningkatkan taraf berpikir hingga masyarakat sadar dan bergerak bersama menuju kebangkitan berdasarkan akidah dan syariat Islam. Dengan kata lain, peran utamanya terletak pada bidang fikriyah (pemikiran/intelektualitas) dan siyasiyah (politik/pengurusan urusan rakyat). Gema pembebasaan berjuang untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan dan keterjajahan serta berupaya menjadikannya negara besar dan kuat yang mampu menyatukan dunia Islam dalam kekhilafahan. Akhirnya, kami mengajak berbagai komponen mahasiswa dan masyarakat untuk berjuang bersama menuju kebangkitan hakiki.

Read More......

buletin edisi 12

0 komentar


GERAKAN MAHASISWA DAN WACANA DEMOKRASI

Ketika kita mencoba melakukan survei tentang istilah yang paling populer dikalangan pergerakan/aktivis mahasiswa saat ini, maka kata Demokrasi akan berada pada peringkat teratas. Sebagai sebuah ide, demokrasi telah terlanjur menjadi maskot yang disakralkan; sebagai sebuah wacana, demokrasi sejak kelahirannya telah dianggap sebagai berkah bagi kehidupan; begitu pula sebagai sebuah sistem, demokrasi telah mendorong manusia untuk berusaha mewujudkannya. Apakah benar bahwa ide ini akan menjadi solusi atas persoalan bangsa saat ini sehingga harus diperjuangkan? Apakah benar bahwa demokrasi memberikan kebaikan untuk manusia atau malah sebaliknya?


sangat perlu kiranya kita menjernihkan pemahaman dan menetapkan suatu frame yang benar dalam memaknai suatu ide. Karena dari kesalahan pada tataran ini bisa melahirkan pemahaman tentang demokrasi yang keliru, yang tentu berpengaruh buat kita dalam memberikan apresiasi yang obyektif. Demokrasi adalah suatu ide yang memiliki latar belakang historis yang unik, yakni di Eropa pada abad 1350 M -1600 M (walaupun jauh jauh sebelumnya sekitar abad 6-3 SM telah dikenal sistem demokrasi langsung di Yunani). Pada saat itu terjadi pergolakan yang melibatkan para penguasa di Eropa yang mengklaim bahwa penguasa adalah wakil Tuhan di muka bumi dan berhak memerintah rakyat berdasarkan kekuasaannya, sehingga terjadi kesewenang-wenangan dan kezaliman terhadap rakyat. dalam hal ini pendeta-pendeta menjadi corong penguasa sekaligus menjadi alat legitimasi setiap kebijakan yang dikeluarkannya. Untuk menutupi kesalahannya, penguasa juga telah menutup gerak para ilmuwan yang berusaha menyuarakan pertentangannya dengan pendapat penguasa dan kaum gerejawan (contoh kasus; dipenggalnya Galileo Galilei). akhirnya muncul kekuatan dari poros lain yang dimotori oleh para filosof dan ilmuwan yang berusaha untuk merubah keadaan. Mereka mulai membahas tentang perlunya pemerintahan yang dikendalikan oleh rakyat. Namun karena seimbangnya kekuatan kedua kubu sehingga yang lahir adalah kompromistik yang juga melatarbelakangi kelahiran faham sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya ditempatkan sebagai bentuk ritual manusia dengan Tuhan sedang untuk kehidupan diatur sepenuhnya oleh manusia. Otomatis karena kekosongan aturan ditengah manusia maka lahirlah ide Demokrasi ini, jadi sudah jelas dari sejarah kelahirannya demokrasi bertentangan dengan Islam.
Dalam negara demokrasi, rakyatlah yang berdaulat, artinya merekalah yang memiliki suatu kemauan (Rousseau; peletak teori kedaulatan rakyat). Aktualisasi kehendak tersebut dapat dilihat dari kebebasannya dalam membuat hukum/UUD dan aturan yang diterapkan ditengah masyarakat. Rakyat dapat mengubah sistem ekonomi, politik, budaya, sosial, dan apapun yang sesuai dengan kehendaknya. Jangan pernah berharap dalam demokrasi akan dikenal pertimbangan halal dan haram, yang ada adalah apakah itu mendatangkan manfaat atau tidak. Walhasil, dalam demokrasi, rakyat yang dijadikan sebagai 'Tuhan”. Karenanya esensi dari demokrasi yang diakui sendiri oleh penganutnya yakni suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei). Untuk lebih menjernihkan lagi, maka perlu ditambahkan beberapa substansi mendasar dari demokrasi, diantaranya: Konsep pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi, kebenaran adalah yang didukung oleh suara terbanyak, baik secara mufakat atau voting. Misalnya, lokalisasi pelacuran itu haram dan terlarang. Namun dalam demokrasi hal itu bisa jadi halal karena mayoritas mereka yang duduk ”disana” mengatakan boleh. Dari kelemahan ini, maka berkembangkanlah teori Machiavelli yang menghalalkan segala cara untuk meng-Goal-kan setiap aturan yang diinginkan. Menggunakan politik uang, politik belah bambu, manipulasi suara, bahkan sampai tindakan intimidasi adalah fenomena yang wajar dalam demokrasi. Adanya kemustahilan untuk melahirkan suatu aturan yang merupakan representasi seluruh rakyat maka dibuatlah lembaga perwakilan yang diharap bisa mengakomodir suara rakyat. Sampel bisa dilihat di Indonesia yang memiliki penduduk lebih 220 juta hanya diwakili oleh sekitar 550 orang di lembaga legislatif. Siapa pun yang mau jujur, maka akan mengatakan bahwa demokrasi bukanlah pemerintahan rakyat, tetapi lebih tepat dikatakan pemerintahan rakyat minoritas (wakil rakyat). Mengutip apa yang dikatakan oleh Gatano Mosca, Clfrede Pareto, dan Robert Michels, cenderung melihat demokrasi sebagai topeng ideologis yang melindungi tirani minoritas atas mayoritas.
Demokrasi sebagai ide yang mengandung banyak kecacatan dan kerusakan didalamnya, tetapi bisa eksis bahkan senantiasa diperjuangkan lebih dikarenakan ide ini dipaksakan untuk diterima oleh pengusung demokrasi. Untuk menutupi kubusukannya maka demokrasi akan senantiasa melakukan reinkarnasi-reinkarnasi yang mengesankan bahwa ide ini bisa diterima kapan saja dan oleh siapa saja. Ketika demokrasi dibenturkan dengan sosialisme, maka muncullah gagasan keadilan sosial dan sosialisme negara yang merupakan mix idea yang justru melahirkan ketidak jelasan. Begitu pula untuk menarik umat Islam yang secara diametral bertentangan dengan demokrasi yang beraqidah kedaulatan justru ditangan Allah, maka lewat mulut orang Islam sendiri yang telah teracuni pemikirannya mengatakan bahwa Islam tidak berseberangan dengan demokrasi karena katanya dalam Islam pun mengakui demokrasi dengan adanya musyawarah. Sungguh sangat disayangkan ketika ada umat Islam yang menerima pendapat ini. Musyawarah memang dikenal dalam Islam, begitu pula kejujuran, keadilan, kasih sayang, toleransi, juga ada dalam Islam. Tetapi tentu itu bukan alasan kita mengatakan Islam itu sama dengan demokrasi, atau Islam itu sama dengan agama lain dan ajaran-ajaran yang menawarkan konsep humanis serta moralitas. Sebagaimana kita tidak mau dikatakan sama dengan monyet hanya dikarenakan kita sama-sama punya mata, hidung, telinga, ataukah suka makan pisang.
Namun, justru adanya kecenderungan inkonsisten dan ambivalensi seperti ini menjadi bukti kegagalan demokrasi dalam mengatur manusia. Ketika demokrasi selalu ditampilkan dengan wajah keadilan, lalu mengapa penolakan sebagian besar masyarakat terhadap kenaikan BBM yang terbukti sangat tidak logis justru tidak mau digubris demi menyenangkan para kapitalis-kapitalis haus darah? Begitu pula ketika Demokrasi mengusung kebebasan, lalu mengapa ruang gerak kaum muslim untuk menjalankan ibadahnya secara total selalu dibatasi.
Bahkan saat ini demokrasi hanya dijadikan sebagai alasan yang cantik bagi negara-negara besar (red:Amerika). Dengan slogan atas nama demokratisasi, Amerika menyerang Afganistan dan Iraq yang telah memakan ratusan ribu korban, kasus penyiksaan yang sangat biadab terhadap tawanan Irak. Tidak berbeda dinegara-negara pengusung demokrasi yang lain seperti di Eropa, bagaimana ruang untuk beragama bagi penduduk Islam disana menjadi sempit karena pelarangan memakai jilbab seperti di Francis dan beberapa negara Eropa lainnya. Dibolehkannya kehidupan abnormal, Guy dan Lesbian yang justru dalam dunia binatang tidak kita dapatkan. Penegakan hukum yang jauh dari keadilan, Atas nama demokrasi Palestina yang hanya membela diri disebut teroris, sementara Israel yang terus menerus menggempur Palestina dinamai “membela hak”. Lantas dari catatan-catatan tadi, apa yang kita harap dari demokrasi…? Jangan sampai cita-cita menuju masyarakat demokrasi yang senantiasa diagungkan adalah cita-cita kosong dan membual dikarena merupakan ide utopis yang tidak akan pernah terwujud. Marilah kita jujur untuk menilai!!!

Rekonstruksi Paradigma Gerakan Mahasiswa
Siapapun dia tidak bisa memungkiri, bahwa gerakan mahasiswa memiliki peranan yang cukup berarti dalam perjalanan bangsa ini. Setumpuk predikat filosofis pun dikalungkan buat mahasiswa; mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan potensial (iron stock), dan sebagainya. Akan tetapi predikat itu hanyalah menjadi ungkapan romantisme belaka.
memang kita akan melihat bahwa mahasiswa adalah bagian dari komponen yang telah terbodohkan dengan demokrasi. Mereka hampir sepakat bahwa demokrasi adalah ide yang baik untuk diambil hingga akhirnya menjadi nilai nilai yang mewarnai perjuangannya. Setidaknya mahasiswa masih akan berkilah jika diperhadapkan dengan keburukan dan kegagalan demokrasi, bahwa bangsa Indonesia memang masih pada tahap belajar berdemokrasi atau transisi demokrasi. Padahal negara demokrasi sendiri hanya ada dalam komik-komik yang dikarang oleh tokoh-tokoh Barat dan para Islamofhobia. Kemudian mahasiswa (termasuk mahasiswa muslim) ikut-ikutan latah seperti apa yang dikatakan mereka. Akibatnya gerakan mahasiswa tidak lagi memiliki orientasi yang sejalan dengan ide-ide Islam sebagai ide terbaik yang seharusnya menjadi Value of objektif bagi pergerakan mereka. Ironis memang!
Kawan-kawan mahasiswa, mari kita saksikan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi faktor kerancuan dari gerakan mahasiswa saat ini yang sekaligus sebenarnya menjadi faktor dari berbagai macam kegagalankegagalan pencapaian usaha mahasiswa.

1. Ide yang Tidak Jelas.
Mahasiswa tidak mampu menampilkan diri sebagai insan yang cerdas, lebih bersifat emosional tapi non konseptual. Banyak bermain pada wilayah kritik auto kritik tapi kering akan solusi. Ketika Barat menyerukan demokratisasi, mahasiswa pun menyerukan hal yang sama. Ketika Barat menyerukan pluralisme, mahasiswa pun latah dengan apa yang dikatakan pihak Barat. Yang lebih disayangkan ketika gerakan mahasiswa justru menjadi pelanggeng sistem status quo yang jelasjelas telah busuk dan tidak layak dipelihara. Lagilagi karena mahasiswa tidak memiliki pemikiran dan konsep yang jelas.

2. masih menyerukan Reformasi.
Metode mereka lebih bersifat tambal sulam (reformasi) atas sistem saat ini. solusi yang ditawarkan tidak lebih dari sebuah upaya yang mempercantik rongsokan 'mobil' yang berkarat. Mereka masih berharap untuk memperbaiki sistem demokrasi ini, padahal itu mustahil akan tercapai. Perubahan yang harus kita lakukan adalah perubahan mendasar (revolusi/Taghyir) dan menyeluruh yaitu mengganti sistem busuk tersebut. Sebab dasar mengapa negara ini bobrok adalah akibat sistem demokrasi ini, bukan Cuma kesalahan dari pejabat nagara. Karena dasarnya saja sudah salah apalagi cabang-cabangnya. Bila kita masih saja menyerukan seruan-seruan yang hanya sebatas tegakan supremasi hukum, berantas KKN, tegakan keadilan, turunkan harga kebutuhan pokok, tolak BHMN, dsb. Tanpa membongkar asas kehidupannya yang sesat, sama saja kita mengakui diterapkannya system sekulerisme. Buanglah itu semua, karena ide-ide itu masih umum , sudah basi dan tidak menyentuh akar permasalahan yang ada.

3. Pragmatis.
Hal yang menonjol dalam sikap pragmatisme adalah ketundukan pada realita. Tampak misalnya pada pernyataan “demokrasi bukan sistem yang sempurna tapi kita tidak punya sistem yang lain” atau pernyataan dari aktivis pergerakan Islam lain“demokrasi memang bukan dari islam” tapi kalau kita tidak ikut dalam pemilu maka parlemen akan dikuasai orang-orang kafir” seakan-akan demokrasi adalah satu-satunya jalan untuk meraih kekuasaan. Ingatlah bahwa realitas tidak bisa kita jadikan dalil dalam menetapkan hukum melainkan objek yang harus dihukumi. Justru Islamlah yang seharusnya menjadi standar hidup bagi realitas umat ini. Allah Swt. berfirman

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu mengadili (menghukumi) manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu” (QS. An-Nisa' [4]: 105).

4. Tidak Ideologis.
Ideologi merupakan pandangan hidup yang menyeluruh yang akan menelurkan sebuah sistem bagi kehidupan manusia. Inilah simpul dari semua kerancuan gerakan mahasiswa muslim saat ini. Gerakan-gerakan mereka tidak dilandasi sebuah ideologi Islam yang jelas. Sehingga dapat kita saksikan, ide-ide yang diusung oleh sebagian gerakan mahasiswa lebih bersifat serabutan, dengan mencampurkan Ide-ide sekuler (demokrasi) dengan Islam. Akibatnya arah perjuangan merekapun tidak menentu. Konsep-konsep perubahan dan kebangkitan pun lebih banyak mengekor pada konsep-konsep Barat. Karena pemikiran mereka tidak lagi berhubungan dengan lingkungan, kepribadian, dan sejarah kaum muslimin, serta tidak lagi bersandar pada ideologi kita yaitu Islam. Oleh karena itu, kita yang karena telah terdidik seperti itu menjadi suatu kelompok asing di tengah-tengah umat, yang tidak lagi memahami keadaan kita dan hakikat kebutuhan umat Islam.

Sikap Seharusnya
Kita menentang negara demokrasi bukan berarti setuju dengan tirani, Bentuk negara dalam Islam itu bukan republik-demokrasi, bukan kerajaan, bukan kekaisaran dll, jadi satu-satunya institusi politik Islam itu adalah Khilafah Islam yang menerapkan syari'ah Islam yang kaffah. Maka sikap gerakan mahasiswa seharusnya adalah membongkar segala kebohongan demokrasi tersebut dan memutus kepercayaan masyarakat pada sistem ini termasuk juga pada penguasa yang korup tersebut. memberikan opini pada masyarakat bahwa pemilu-pemilu yang akan diadakan tidak akan membawa perubahan selama sistemnya masih demokrasi.
Ketika masyarakat dan umat Islam sudah punya kesadaran akan bobroknya sistem ini, maka ketika itulah mereka tidak percaya lagi akan pemilu-pemilu yang diadakan, bahkan mereka tidak akan mau lagi untuk memilih satu partai pun. Tapi hal ini bukan berarti pemerintahan akan dikuasai orang-orang kafir dan sekuler seperti yang dicemaskan oleh kalangan aktivis gerakan Islam. Justru itulah yang kita harapkan, yaitu ketika rakyat tidak lagi memilih (golput) bukan berarti sama sekali tidak punya sikap politik (apolitik). Justru pada keadaan seperti itulah rezim demokrasi sekuler ini akan runtuh/tumbang karena rakyat yang sudah tersadarkan itu akan menuntut revolusi yaitu pergantian sistem dengan yang baru, yakni khilafah islam. Itulah seharusnya metode yang ditempuh pergerakan mahasiswa Islam.

Khatimah
Ketahuilah kawan-kawan mahasiswa, Sesungguhnya menjadikan demokrasi sebagai citacita dan standar perjuangan adalah kekeliruan besar mahasiswa/lembaga/gerakan mahasiswa dan akan selamanya menjadi faktor kegagalan demi kegagalan yang kita dapatkan. Khusus untuk rekanrekan mahasiswa muslim, Islam tidak bisa dikompromikan dengan ide-ide yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam (baca: Demokrasi). Islam adalah ideologi kita yang mampu memberikan solusi pada semua permasalahan umat manusia. Ke depan, gelombang perubahan dan benturan ideologi akan semakin terasa, Islam akan menantang dan meruntuhkan Kapitalisme-Sekuler dan Sosialisme-Komunis. Tinggal kita serukan kepada kawan-kawan mahasiswa, apakah anda masih berjuang dibalik demokrasi kufur ini atau dibalik perjuangan Islam? Kami tau kawan-kawan adalah orang-orang yang ikhlas memperjuangkan Islam, tapi ikhlas saja tidak cukup karena itu metode perjuangannya pun harus juga sesuai dengan syari'at Islam. Memperjuangkan demokrasi adalah hal yang sia-sia (utopis) dan dimurkai Allah. Memperjuangkan Islam mendapat ridha dari Allah. Wallahu A'lam Bishowab

Read More......

Silaturahim

TERIAKANMU!!

Mengenai Saya

Foto saya
Secangkir kopi panas revolusi!

FEED

Copyright 2009 | magazineform Theme by templatemodif | supported by grafisae