Selasa, Maret 3

buletin edisi 19

Refleksi Akhir Tahun 2008
Selamatkan Indonesia Dengan Syariah – Menuju Indonesia Lebih Baik

Tahun 2008 sebentar lagi akan berakhir, dan fajar tahun 2009 segera menyongsong. Banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial - budaya dan sebagainya yang telah terjadi di sepanjang tahun ini. Terhadap sejumlah isu terhangat di sepanjang tahun 2008, Gerakan Mahasiswa pembebasan memberikan catatan sebagai berikut:
Ekonomi Indonesia Di bawah Bayang Kebobrokan Kapitalisme
Keadaan ekonomi Indonesia di penghujung tahun 2008 diakhiri

dengan rasa duka akibat terpaan krisis finansial global. Ini konsekuensi yang tidak bisa dielakkan mengingat sistem ekonomi Indonesia, khsususnya di bidang keuangan telah menjadi bagian dari sistem ekonomi Kapitalis global.
Kapitalisme bukan hanya bergerak di sektor keuangan, tapi juga di sektor pengelolaan SDA. Liberalisme, inti utama dari paham Kapitalisme, membolehkan individu untuk mengembangkan kepemilikan di aneka bidang tanpa batas. Maka, meski negeri ini kaya sumber daya energi (minyak, gas alam, batubara, panas bumi, dan sumber energi terbarui) dan SDM-nya pun relatif mampu mengelolanya, namun realitasnya semua kekayaan itu lebih banyak dinikmati bukan oleh rakyat tapi oleh perusahaan swasta, termasuk swasta asing dengan berbagai keanehan.
Krisis ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan di Indonesia juga terpaksa melakukan PHK besar-besaran. Pengangguran dan kemiskinan dipastikan akan meningkat tajam. Globalisasi yang dibangun dengan Kapitalisme di tengah menuju jurang kehancurannya.
Kejenuhan Demokrasi
Indonesia telah dianggap sebagai negara demokrasi di dunia. Presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung. Tapi rangkaian pilkada itu memakan biaya sangat mahal. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh para kandidat. Pemilu /pilkada ini justru melahirkan banyak efek negatif, seperti masyarakat terkotak-kotak dan merenggangnya interaksi sosial yang tidak jarang akan menimbulkan bentrokan fisik dn tindakan anarkis antar pendukung partai yang berbeda.
Ironisnya, pilkada langsung itu tidak berefek langsung pada perbaikan kehidupan rakyat, rakyat yang telah mati-matian mendukung partai tersebut tapi setelah menjabat mereka tetap menindas rakyat/pendukungnya tadi. Itulah sebabnya rakyat Indonesia mulai merasa jenuh dengan proses demokrasi yang ada. Hal ini kemudian mendorong berkembangnya apatisme, ditandai dengan makin tingginya angka golput. Dari sejumlah pilkada di tahun 2008, ”dimenangi” oleh golput. Golput di pilkada Jawa Barat 33%, Jawa Tengah 44%, Sumatera Utara 43% dan pilkada Jatim putaran I sebesar 39,2% dan putaran II sekitar 46%. Angka golput pada sejumlah pilkada kabupaten/kota pun banyak yang berkisar antara 30 – 40% bahkan lebih. Fenomena itu diperkirakan terus berlangsung pada Pemilu 2009 nanti. Inilah buah nyata demokrasi.
Make up dan Pragmatisme Politik
Seiring dengan besarnya keinginan partai politik untuk meraih dukungan, pragmatisme (sikap plin-plan) partai politik makin kuat terjadi. Hal ini tampak dari koalisi-koalisi yang dibentuk dalam pilkada dan gagasan atau wacana yang dilontarkan parpol. Pragmatisme politik membuat warna ideologi partai menjadi kabur. Untuk partai politik sekuler/nasionalis mungkin tidak menjadi masalah, tapi ternyata pragmatisme politik juga melanda parpol Islam. Bahkan ada parpol Islam yang mengatakan bahwa perjuangan untuk menegakkan ideologi Islam dinegara ini sudah tidak lagi relevan, artinya tidak perlu lagi memperjuangkan agar Negara ini berazazkan islam. Bila demikian, lantas apa fungsi dari adanya parpol Islam?
Korupsi
Telah banyak diketahui bahwa Indonesia termasuk negara paling korup di dunia. Telah banyak pejabat atau mantan pejabat yang diadili dan dihukum akibat melakukan korupsi semasa menjabat. Tapi untuk memberantas korupsi dan menciptakan negeri bebas korupsi, langkah-langkah tadi tentu belum cukup. Harus ada tindakan lain, seperti pembuktikan terbalik. Artinya, terdakwa lah yang harus membuktikan bahwa harta yang dimilikinya itu didapat dari jalan yang halal. Juga harus ada hukuman yang keras dan teladan dari pemimpin. Dan yang paling penting harus ada budaya takut kepada Allah dan adzab di akhirat dari mengambil harta dengan cara haram.
Pornografi
Oleh Associated Press (AP), Indonesia dinilai sebagai negara paling liberal dalam urusan pornografi nomor dua setelah Rusia. Terbitan-terbitan yang berbau pornografi dan berbagai porno aksi terus saja beredar luas tak tersentuh oleh hukum. Majalah Playboy Indonesia yang jelas mengusung pornografi malah diputus tak bersalah oleh PN Jakarta Selatan. Di dunia cyber, menurut Sekjen Aliansi Selamatkan Anak Indonesia, Inke Maris, Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar pengakses internet dengan kata seks (Republika, 22/9/08).
UU Pornografi akhirnya memang disahkan. Hanya saja telah berubah jauh dari draft dan semangat awal untuk memberantas pornografi dan pornoaksi. Kata anti pun hilang. Masalah pornoaksi juga tidak disinggung. Pornografi malah ada yang diperbolehkan. Maka alih-alih memberantas pornografi, yang terjadi nanti UU itu justru dikhawatirkan malah akan melegalkan pornografi dan pornoaksi dibawah diktum pornografi yang diperbolehkan.
Naiknya pengidap virus HIV/AIDS
Menurut Juru Bicara Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tini Suryanti, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 4.288 orang meningkat dari 2.849 penderita tahun lalu. Jumlah ini, lanjut Tini, masih fenomena gunung es. “Yang tidak terdeteksi bisa 100 kali lebih banyak,” katanya. Jakarta Barat menurut Tini adalah wilayah paling besar pengidap HIV/AIDS dibandingkan wilayah lain karena Jakarta Barat memiliki banyak tempat hiburan malam. (TEMPO Interaktif, 30/11/08).
penyebaran virus mematikan itu paling besar melalui jarum suntik dan seks berganti-ganti pasangan. Sejauh ini, tidak terlihat upaya penanganan virus HIV/AIDS ini secara mendasar. Malah yang dilakukan adalah program Kondomisasi yang sebenarnya akan menyuruh untuk melakukan seks bebas. Pelacuran juga masih dibiarkan berlangsung bebas.
Ancaman Disintergrasi
Hubungan luar negeri masih ditandai dengan dominasi Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya terhadap Indonesia. Dengan dalih penghormatan pada kebebasan berpendapat, 40 anggota Kongres Amerika Serikat (AS) meminta agar Presiden membebaskan tanpa syarat dua tokoh gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), Filep Karma dan Yusak Pakage dari hukuman. Surat itu merupakan bukti yang sangat nyata bukan hanya tentang adanya campur tangan AS terhadap urusan dalam negeri Indonesia, tapi juga adanya dukungan terhadap gerakan separatis OPM. Sementara itu sikap pemerintah yang terlampau memberikan jalan kepada negara asing dan LSM internasional untuk menyelesaikan persoalan Aceh juga berbahaya terhadap integrasi Indonesia.
Kampanye War on Terrorism (WOT)
Ketundukan Indonesia terhadap AS dan sekutunya sangat jelas, misalnya terlihat dalam agenda perang melawan terorisme (war on terrorist).. Dalam kasus bom Bali Pemerintah Indonesia sepertinya enggan mengungkap siapa sebenarnya master mind dari perbagai peledakan di Indonesia, memang, Amrozi dan kawan-kawan yang telah dihukum mati memang mengakui telah menyiapkan bom, tapi benarkah bom sangat besar itu adalah benar-benar bom yang dibuat oleh Amrozi dan kawan-kawan? Keraguan semacam ini akan terus ada mengingat banyak sekali fakta-fakta yang sangat gamblang yang menunjukkan tentang kemungkinan adanya bom yang sengaja ditumpangkan oleh pihak lain.
Hal ini menimbulkan kesan kuat terorisme yang selama ini terjadi adalah fabricated terrorism atau terorisme yang diciptakan. Seharusnya Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak pada apa yang disebut kampanye war on terrrorism yang didengungkan AS karena kampanye ini hanyalah kedok (mask) untuk menutupi maksud sesungguhnya, yakni war on Islam.
Islamo-phobia
Sikap Islam-phobia (ketakutan kepada syari’at islam) terlihat pada kasus penghinaan terhadap Rasulullah saw dan ajaran Islam. Sebuah website memuat beberapa komik yang berisi penghinaan terhadap Nabi saw. Namun sayangnya, pemerintah tampak mudah menyerah, lamban, dan tidak bersikap tegas. Berbeda sekali ketika menangani kasus-kasus lain yang dianggap membahayakan negara atau masyarakat. Terhadap pelaku yang menyebarkan email tentang kesulitan likuiditas Bank Century, pemerintah demikian cekatan. Hanya beberapa hari pelakunya dapat ditangkap. Demikian juga dengan beberapa pelaku SMS teror. Apakah sikap Islam-phobia juga menjangkiti penguasa di negeri ini?
Dukungan Kepada Syariah Makin Menguat
Di sisi lain, sejumlah survai memperlihatkan bahwa dukungan kepada penerapan syariat dari semakin menguat. Survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah tahun 2001 menunjukkan 57,8% responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia. Survei tahun 2002 menunjukkan sebanyak 67% (naik sekitar 10%) berpendapat yang sama (Majalah Tempo, edisi 23-29 Desember 2002). Sedangkan survei tahun 2003 menunjukkan sebanyak 75% setuju dengan pendapat tersebut.
Hasil survai aktivis gerakan mahasiswa nasionalis pada tahun 2006 di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya menunjukkan sebanyak 80% mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara (Kompas, 4/3/2008). Sementara, survai Roy Morgan Research yang dirilis Juni 2008 memperlihatkan, sebanyak 52% orang Indonesia mengatakan, Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka (The Jakarta Post, 24/6/’08). Dan survei terbaru dilakukan oleh SEM Institute menunjukkan sekitar 72% masyarakat Indonesia setuju dengan penerapan syariah Islam.
khatimah
Sejumlah hasil survei itu menunjukkan masih adanya harapan yang terbentang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Syariah Islam diyakini akan membawa perbaikan dan kebaikan, keadilan dan kesejahteraan bagi bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga dunia.
Oleh karena itu untuk keluar dari berbagai krisis yang berkepanjangan ini kita tidak hanya membutuhkan pejabat pemerintah yang baik saja, karena itu belum cukup. Yang kita butuhkan disamping pemerintah yang baik juga system pemerintahan dan seperangkat undang2 yang baik pula (islam). System pemerintahan Islam itulah yang dinamakan khilafah yang akan menerapkan syariat islam dengan kaffah dan akan menggantikan system demokrasi-sekuler yang telah terbukti kebobrokannya selama ini.
Sistem Islam (syariat Islam) telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Kemampuannya bertahan hidup dalam rentang waktu yang demikian panjang (lebih 12 abad), telah menegaskan kapabilitas sistem yang belum ada tandingannya sampai saat ini, dan hingga akhir jaman. Dengan syariat Islam itulah kita membangun pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus mencetak aparat pemerintahan yang handal.
Memang, Membangun system pemerintahan yang baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia merupakan pekerjaan besar yang harus diawali dari pemahaman dasar atas visi dan misi pemerintahan Islam. Maka disinilah kewajiban dan peran kita setiap individu muslim untuk menjadi bagian dalam perjuangan ini. Agar kemulyaan Islam dan kaum muslimin dapat segera kita wujudkan. Wallahu’alam.

0 komentar:

Posting Komentar

teriakan suaramu disini!

Silaturahim

TERIAKANMU!!

Mengenai Saya

Foto saya
Secangkir kopi panas revolusi!

FEED

Copyright 2009 | magazineform Theme by templatemodif | supported by grafisae