buletin edisi 20

MASIH PERCAYA DEMOKRASI…??! Tak henti-hentinya pesta demokrasi berlangsung di Indonesia. Sepanjang tahun di negeri ini berlangsung pemilihan kepala desa, bupati, walikota, gubernur, sampai presiden, juga anggota legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari tingkat kabupaten, kota, propinsi dan pusat, termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah. Untuk melangsungkan sebuah pesta demokrasi, membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan anggaran pembangunan dan belanja nasional maupun daerah harus terkuras untuk membiayai pesta ini. Menurut data yang dikeluarkan KPU, biaya pemilihan umum 2009 diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 47,9 trilyun. Untuk Pilkada biayanya juga fantastis, Dengan biaya pesta demokrasi yang sangat besar itu,

Post Link

.

Kamis, Desember 31

MAHASISWA DAN ANAK AYAM

2 komentar

"Tugas utama kalian dikampus ini adalah hanya untuk belajar, g' ada yang lain. Jika ada kegiatan lain yang berbenturan dengan kuliah maka harus diprioritaskan kuliah. Kalian sebagai agent of change harus membawa perubahan kearah yang lebih baik. Kalian harus memikirkan bagaimana kampus kita kedepan ter akreditasi A."



Demikian kalimat yang terucap oleh salah seorang dosen disaat memberikan nasehat. Kadang ku g' abis pikir apa bener orientasi seorang mahasiswa seperti itu? Dimana seorang mahasiswa yang 'baik' itu adalah mahasiswa yang g' pernah bolos, mahasiswa yang duduk manis didalam kelas sambil dengerin dosen nerangin peajaran dengan khidmat, mahasiswa yang harus berkutat dengan buku (g' boleh 'mikirin' yang lain, cukup buku aja) tiap saat dengan harapan dapat IP coumlaud, berangan-angan dapat kerja yang bagus n gaji gede', trus dambain dapet pasangan hidup yang cakep, hidup bahagia sampai ke anak cucu tanpa 'dibebanin ma masalah'. Wuuuih, indahnya hidup ini.

Apa mahasiswa musti kaya' gitu???

Ku pelototin kehidupan ayamku dikampung juga kaya' gitu. Waktu baru netas, sang induk langsung nyariin makan buat anaknya sampai si anak bisa nyari sendiri. Ayamku itu g' pernah ikut-ikutan demo, teriak-teriak ma pemerintah, juga g' pernah da'wahi orang lain. Berkaitan dengan kasus century kemaren ayamku juga g' peduli-peduli amat. Waktu ku minta komentarnya, jawabnya,"yaah, mo gimana lagi, gitu aja kok repot".Pokoke ayamku yang satu itu 'muuuanis' banget perangainya. Dibangku sekolah g' pernah terkait kasus yang macem-macem palagi mengenai absen. So, wajar kalo ayam ku dinobatkan sebagai 'siswa teladan' disekolahnya.

Trus, ku Tanya ma kalian yang sempet baca tulisan ini,
Apa mahasiswa musti kaya' gitu juga???
Apa mahasiswa g' boleh kritis ma kebijakan pemerintah yang bikin sengsara bangsanya???
Apa mahasiswa musti diam ketika saudaranya yang seakidah dijajah dan dihinakan???
Apa mahasiswa g' boleh peduli ma lingkungan sosial???
Duuuh, puyengku kambuh lagi nech. pikirin aja sendiri ya. Sekarang ku musti fokus ma belajar dulu, klo nilaiku jelek, bisa-bisa ntar ku di DO(Drop out). dikeluarin maksudnya.

Hiks…Hiks…Hiks… T_T
Inilah nasib mahasiswa yang g' mau nurutin jejak langkah 'ayam teladan.'

Created by Sang Revolter
Mahasiswa ATIP angkatan 07

Read More......

Sabtu, April 18

buletin al inqilab edisi 20

1 komentar




buletin ini diterbitkan gema pembebasan sumbar

Read More......

bagian belakang

0 komentar



http://

Read More......

Jumat, Maret 6

buletin edisi 20

1 komentar

MASIH PERCAYA DEMOKRASI…??!
Tak henti-hentinya pesta demokrasi berlangsung di Indonesia. Sepanjang tahun di negeri ini berlangsung pemilihan kepala desa, bupati, walikota, gubernur, sampai presiden, juga anggota legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari tingkat kabupaten, kota, propinsi dan pusat, termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah. Untuk melangsungkan sebuah pesta demokrasi, membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan anggaran pembangunan dan belanja nasional maupun daerah harus terkuras untuk membiayai pesta ini.


Menurut data yang dikeluarkan KPU, biaya pemilihan umum 2009 diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 47,9 trilyun. Untuk Pilkada biayanya juga fantastis, Dengan biaya pesta demokrasi yang sangat besar itu, benarkah mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas dan mampu mensejahterakan rakyat? Nampaknya kita masih harus menerima kenyataan, pemimpin yang dihasilkan ternyata justru menguras uang rakyat dengan melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan karena mereka sebelum menduduki kursinya sudah mengeluarkan ’biaya investasi’ yang cukup besar untuk administrasi dan biaya kampanye. Maka saatnya investasi yang ditanam dituai dari dana APBN maupun APBD disaat mereka telah menduduki kursi yang diinginkan.
Penyesatan opini
Negara yang Demokratis selalu dipropogandakan sebagai sebuah harapan dan masa depan yang cerah. Virus demokrasi ini juga telah meracuni pemikiran hampir seluruh bangsa didunia termasuk di indonesia ini. Dari rakyat jelata, politikus, akademisi, intelektual sampai sebagian tokoh agama pun menganggap demokrasi sebagai system yang ideal, walaupun pada faktanya semenjak kelahirannya sampai sekarang belum satupun bukti yang menunjukan bahwa dengan demokrasi suatu Negara akan sejahtera bahkan sebaliknya yang ada hanyalah kerusakan dan kerusakan. Menarik sekali untuk kita simak pernyataan mantan presiden AS ini :
“Jika kita mau melindungi negara kita dalam jangka panjang , hal terbaik yang harus dilakukan adalah menyebarkan kebebasan dan demokrasi.” (Goerge W. Bush, 6/11/2004)
Tidak aneh jika demokratisasi paling sering dilontarkan oleh pihak Barat amerika terhadap Dunia Islam termasuk indonesia. Barat kapitalis yang dipimpin AS tahu persis bahwa politik sekular dan demokrasi akan bisa menjadikan suatu negara itu dalam kendalinya, kerena dalam sebuah negara yang katanya demokrasi kewenangan membuat hukum dan undang-undang adalah para wakil rakyat di parlemen. Sedangkan kita sudah tau orang2 yang terpilih sebagai wakil rakyat itu umumnya telah berkompromi dengan para pangusaha kapitalis tersebut. Dengan itu AS telah menyiapkan para agennya untuk membuat kebijakan yang pro kepadanya, itulah selama ini yang terjadi.
Bukti nyata kerusakan demokrasi dapat kita saksikan dinegara ini, Justru lewat proses demokrasi, DPR mengeluarkan UU yang lebih berpihak kepada kelompok bisnis bermodal besar terutama penguasa asing. UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, semuanya berpihak pada asing dan baru-baru ini Di sahkannya UU BHP mengakibatkan Mahalnya biaya pendidikan juga akibat dari proses demokrasi. Dan itu secara resmi dan legal disahkan oleh partai-partai politik di DPR. Sedangkan tuntutan oleh rakyat mengambil alih (nasionalisasi) perusahan tambang emas, minyak, batu baru dari swasta dan perusahan asing justru tidak digubris oleh mereka yang katanya wakil rakyat. Jadi suatu kebohongan yang besar bila dikatakan mereka itu mewakili rakyat, dan kekeliruan yang besar pula bila menganggap demokrasi adalah sistem yang pro rakyat.
Semua orang yang waras tentu sepakat bahwa AS dengan ideologi kapitalismenya adalah musuh yang selama ini merugikan kita, maka dari pernyataan mantan presiden AS diatas seharusnya kita sadar bahwa ketika musuh menyebarkan demokrasi, tentu saja itu merupakan alat untuk menjaga kepentingan mereka, anehnya mengapa kebanyakan kita malah menyambut demokrasi ini dengan bangganya???
Revolusi sistem
Sekarang telah jelas bahwa persoalan bangsa ini berawal dari diterapkanya sistem demokrasi yang rusak ini sehingga dari sistem ini lahirlah para pemimpin yang tambah rusak pula. Sangat mustahil kita mengharapkan pemimpin yang baik jika sistemnya rusak. Mustahil negara ini bangkit dengan pergantian pemimpin saja walaupun seribukali lagi kita mengadakan pemilu. Kalau itu yang terus dilakukan artinya tidak lebih dari sebuah upaya yang mempercantik rongsokan 'mobil' yang tua dan berkarat. Yang tentunya akan memakan biaya, waktu dan tenaga yang banyak tetapi hasilnya tetap nol besar.
Perubahan yang harus kita lakukan adalah perubahan mendasar (revolusi/Taghyir) dan menyeluruh yaitu mengganti sistem demokrasi yang rusak tersebut. Jika kita masih saja menyerukan yang hanya sebatas mari sukseskan pemilu ini, pilkada ini, pilih pemimpin yang baik, tegakkan supremasi hukum, berantas KKN, tegakan keadilan, turunkan harga kebutuhan pokok, tolak BHP, dsb. Tanpa membongkar kepalsuan demokrasi, sama saja dengan ”polisi yang sibuk menangkap pemakai narkoba tanpa berusaha membongkar pabrik pembuatannya” dan tentunya pekerjaan itu tidak akan kunjung selesai bahkan semakin lama semakin parah. Buanglah itu semua, karena ide-ide itu masih umum, sudah basi dan tidak menyentuh akar permasalahan yang ada.
Mungkin ada yang berargumen bahwa Negara seperti amerika, inggris, perancis dan nergara maju lainnya adalah bukti keberhasilan demokrasi. Pandangan sekilas terhadap Negara-negara tersebut memang kelihatannya benar. Akan tetapi jika kita melihat fakta sesungguhnya justru mereka itu maju berkat kebijakan-kebijakan yang anti demokrasi, (adnan khan ; mitos-mitos palsu ciptaan barat).
Fakta sebenarnya menunjukan bahwa majunya negara-negara barat bukanlah karena demokrasinya akan tetapi karena penjajahan dan penjarahan kekayaan alam yang mereka lancarkan terhadap negara-negara sedang berkembang. Kita bisa melihat hampir disetiap negara berkembang didunia ini terdapat perusahan-perusahan asing yang merampok kekayaan alamnya dengan kedok investasi, alih teknologi, bahkan dengan isu memberantas terorisme dll. Jadi penjajahan inilah yang sebenarnya membuat negara barat itu maju bukan karena keberhasilan demokrasinya.
Para intelektual dan politisi negara ini umumnya telah silau dengan kemajuan barat terutama bagi mereka yag telah mengecap pendidikan disana, sehingga mereka selalu mengagung-agungkan negara penjajah tersebut. Sebenarnya mereka lupa bahwa ”wajah” sebenarnya negara barat itu bukanlah pada kemajuan di negaranya, artinya jika melihat wajah negara barat sebenarnya maka lihatlah di iraq, afganistan, afrika bahkan di indonesia ini maka akan disaksikan berbagai kerusakan, kemiskinan, kelaparan dll yang merupakan akibat penjajahan mereka.
Akan tetapi sekali lagi karena mayarakat, para intelektual dan politisi negara ini telah teracuni pemikirannya, maka wajar saja dalam melihat demokrasi masih dengan kaca mata kuda sehingga muncullah pernyataan “demokrasi tidak salah, yang salah itu penerapannya” atau “kita baru belajar berdemokrasi, mudah-mudahan pemilu besok ada perubahan” dll. Begitulah kira-kira pernyataan defensive dan rendah diri yang sering dikemukakan oleh penghamba demokrasi jika ada yang mengungkap kebrobrokan demokrasi tersebut. Pernyataan defensive ini merupakan bentuk sikap pembelaan terhadap kedaaan yang sebenarnya sudah nyata-nyata bobrok sekaligus menggambarkan pola fikir yang masih rendah sehingga tidak bisa melihat dengan jernih.
Khilafah pengganti demokrasi
Kesalahan fundamental dari demokrasi adalah meletakkan kedaulatan ditangan rakyat artinya rakyatlah yang berhak membuat hukum, peraturan / undang-undang. Oleh Karena tidak mungkin seluruh rakyat bermusyawarah untuk membuat UU maka dipilihlah para wakil rakyat yang katanya sebagai representasi suara rakyat. Dari kenyataan proses demokrasi ini minimal ada 2 kesalahan fundamental :
Pertama, anggapan bahwa wakil rakyat yang terpilih dalam mekanisme demokrasi akan memperjuangkan nasib rakyat adalah mustahil terwujud (seperti yang telah dijelaskan diatas). Kesalahan kedua, dengan memberikan hak membuat UU kepada wakil rakyat adalah mustahil diharapkan UU tersebut akan baik untuk mengatur negara ini sebab UU yang dihasilkan telah dipengaruhi berbagai kepentingan, kemudian akal menusia juga terbatas dalam menentukan apa yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri apalagi untuk mengatur sebuah negara yang besar ini. Orang awampun sadar bahwa ketika suatu peraturan/UU diserahkan pada sekelompok orang tertentu (DPR) adalah hal yang wajar peraturan yang dibuat akan memihak kepentingan mereka dan konco2 nya.
Berbeda dengan sistem politik Islam (khilafah) dimana kesalahan fundamental dari demokrasi tidak akan ditemui, karena dalam pemerintahan Islam pembuatan hukum/UU hanya diserahkan kepada Allah dan rasul-Nya yang kita temukan dalam Al qur’an, as Sunnah dan yang tercermin dalam ijma’ para sahabat ra. Dialah yang lebih tahu bagaimana mengatur kehidupan manusia ini sebab Dia jugalah yang menciptakan. Jadi tidak ada peluang oleh para pemimpin Negara/daulah Islam untuk memanfaatkan kewenangannya membuat UU untuk kepentingan mereka.
Oleh karena itu dalam Islam seluruh UU baik yang mengatur ekonomi, sosial, pendidikan, pemerintahan, pidana, pertahanan keamanan bahkan bagaimana politik luar negri telah ditetapkan. Khalifah selaku pemimpin negara hanya tinggal menerapkan saja. Makanya kita bisa menyaksikan selama 12 abad syari’at Islam diterapkan dalam sistem khilafah kemakmuran bagi rakyat (muslim dan non muslim) dapat merata diseluruh pelosok negeri, dalam hal politik luar negri khilafah Islam telah menjadi satu-satunya negara adidaya didunia. Allah Swt. juga berfirman:
"Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu. Karena itulah, Kami menyiksa mereka karena perbuatan mereka itu" (QS al-A’raf [7]: 96).
Metode perubahan
“Kita harus realistis” itu lah pernyataan yang sering dikemukakan umumnya para aktivis gerakan perubahan. Artinya mereka masih menganggap untuk mengubah keadaan negara ini kita mesti ikut dalam pemerintahan, setelah kita menangkan pemilu dan kuasai pemerintahan maka kita terapkan kebijakan yang pro rakyat. Itulah yang mereka maksud perjuangan yang realistis. Sedangkan mereka menganggap perjuangan ekstra sistem adalah tidak realistis.
Perlu kita cermati bahwa pandangan yang menyatakan untuk mengubah negara ini mestinya kita masuk sistem memang seakan-akan realistis, pandangan inilah yang yang selama ini digembar-gemborkan sehingga telah menancap kuat dibenak para aktivis perubahan. Tapi faktanya tetap saja tidak ada perubahan bahkan kondisi negara ini makin terpuruk. Betapa banyak para aktivis yang dulunya idealis tapi toh setelah menjabat idealisme mereka luntur. Inilah yang kami nyatakan bahwa demokrasi sejatinya adalah perangkap yang sengaja di setting oleh barat AS agar suatu negara bisa dalam kendali mereka.
Oleh karena itu, kita harus mengubah paradigma berfikir dan keluar dari semua pandangan-pandangan palsu selama ini. Perubahan yang revolusioner/ sistemik itu hanya akan tejadi oleh gerakan yang aktiv diluar sistem yang berlaku, dalam sejarah kita ketahui betapa banyak runtuhnya sebuah sistem dan rezim justru dilakukan oleh gerakan ekstra. Revolusi bolshevik yang menumbangkan kekuasaan tsar rusia oleh gerakan komunis, revolusi prancis yang menumbangkan kediktatoran gereja melahirkan kapitalisme, Revolusi Islam yang dilakukan Muhammad Rasulullah SAW di madinah yang melahirkan sebuah peradaban Islam yang agung. semua dilakukan ekstrasistem. Begitu pula dalam perubahan rezim yaitu runtuhnya orde baru yang korup oleh gerakan reformasi. Pertanyaanya, apakah dilakukan oleh mereka yang berada diparlemen atau ekstra parlemen? Tentu jawabannya adalah oleh gerakan ekstraparlemen.
Dari fakta perubahan system politik tersebut dapat kita simpulkan bahwa terjadinya perubahan sistemik berawal dari sikap ketidakpercayaaan masyarakat terhadap penguasa dan sistem yang berlaku. Sebab berlangsungnya suatu pemerintahan adalah akibat adanya kepercayaan/interaksi positif antara masyarakat dengan pemimpin dan sistemnya tadi. Makanya seharusnya dilakukan adalah memutus kepercayaan tersebut dengan cara mengungkapkan segala kebobrokan dan kepalsuan pemimpin dan sistem yang berlaku kepada masyarakat dan disaat yang bersamaan kita harus menawarkan system alternatif. Ketika itu terjadi maka masyarakat akan menghendaki perubahan kepada sistem alternative tersebut yaitu khilafah Islam.
Kesadaran ini sebenarnya sudah ada, hal ini terbukti dengan tingginya angka golput (rata2 40%) disetiap daerah. Mungkin ada yang beranggapan jika kita tidak berpartisipasi dalam sistem ini maka pemerintahan akan dikusai oleh orang2 yang tidak amanah sehingga kondisi negara makin terpuruk. Muncullah pernyataan yang lahir dari pandangan yang dangkal seperti “memang tidak ada yang ideal tapi kita harus memilih yang baik diantara yang buruk”.
Pandangan dangkal yang masih menggunakan logika demokrasi itu harus kita buang jauh-jauh. Kita harus berfikir diluar “kotak” demokrasi yang ada selama ini. Jika ketidakpercayaan terhadap sistem demokrasi ini terus meningkat sampai batas yang optimal dan itu mereka tunjukkan dalam sikap untuk tidak memilih (golput ideologis), maka bukan berarti mereka tidak bertanggungjawab dan juga bukan berarti negara ini akan dipimpin oleh orang2 yang tidak amanah. Sebab dalam keadaan itu, otomatis sistem demokrasi ini akan runtuh karena rakyat sudah menghendaki sistem yang baru.
Oleh kerana itu tidak tepat tuduhan yang mengatakan orang yang tidak memilih (golput ideologis) adalah tidak bertanggungjawab dan tidak peduli untuk kebaikan bangsa ini. Justru meraka yang tidak memilih karena kesadaran ideologis inilah yang sebenarnya bertanggungjawab untuk kebaikan bangsa ini karena mereka yakin jika terus menggunakan hak pilih berarti sama saja melanggengkan sistem demokrasi yang telah terbukti menyengsarakan bangsa ini. Jadi siapa sebenarnya yang tidak bertanggung jawab??? Sekali lagi berfikirlah diluar “kotak “demokrasi. Wallahu’alam

Read More......

Selasa, Maret 3

buletin edisi 19

0 komentar

Refleksi Akhir Tahun 2008
Selamatkan Indonesia Dengan Syariah – Menuju Indonesia Lebih Baik

Tahun 2008 sebentar lagi akan berakhir, dan fajar tahun 2009 segera menyongsong. Banyak peristiwa ekonomi, politik, sosial - budaya dan sebagainya yang telah terjadi di sepanjang tahun ini. Terhadap sejumlah isu terhangat di sepanjang tahun 2008, Gerakan Mahasiswa pembebasan memberikan catatan sebagai berikut:
Ekonomi Indonesia Di bawah Bayang Kebobrokan Kapitalisme
Keadaan ekonomi Indonesia di penghujung tahun 2008 diakhiri

dengan rasa duka akibat terpaan krisis finansial global. Ini konsekuensi yang tidak bisa dielakkan mengingat sistem ekonomi Indonesia, khsususnya di bidang keuangan telah menjadi bagian dari sistem ekonomi Kapitalis global.
Kapitalisme bukan hanya bergerak di sektor keuangan, tapi juga di sektor pengelolaan SDA. Liberalisme, inti utama dari paham Kapitalisme, membolehkan individu untuk mengembangkan kepemilikan di aneka bidang tanpa batas. Maka, meski negeri ini kaya sumber daya energi (minyak, gas alam, batubara, panas bumi, dan sumber energi terbarui) dan SDM-nya pun relatif mampu mengelolanya, namun realitasnya semua kekayaan itu lebih banyak dinikmati bukan oleh rakyat tapi oleh perusahaan swasta, termasuk swasta asing dengan berbagai keanehan.
Krisis ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan di Indonesia juga terpaksa melakukan PHK besar-besaran. Pengangguran dan kemiskinan dipastikan akan meningkat tajam. Globalisasi yang dibangun dengan Kapitalisme di tengah menuju jurang kehancurannya.
Kejenuhan Demokrasi
Indonesia telah dianggap sebagai negara demokrasi di dunia. Presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung. Tapi rangkaian pilkada itu memakan biaya sangat mahal. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh para kandidat. Pemilu /pilkada ini justru melahirkan banyak efek negatif, seperti masyarakat terkotak-kotak dan merenggangnya interaksi sosial yang tidak jarang akan menimbulkan bentrokan fisik dn tindakan anarkis antar pendukung partai yang berbeda.
Ironisnya, pilkada langsung itu tidak berefek langsung pada perbaikan kehidupan rakyat, rakyat yang telah mati-matian mendukung partai tersebut tapi setelah menjabat mereka tetap menindas rakyat/pendukungnya tadi. Itulah sebabnya rakyat Indonesia mulai merasa jenuh dengan proses demokrasi yang ada. Hal ini kemudian mendorong berkembangnya apatisme, ditandai dengan makin tingginya angka golput. Dari sejumlah pilkada di tahun 2008, ”dimenangi” oleh golput. Golput di pilkada Jawa Barat 33%, Jawa Tengah 44%, Sumatera Utara 43% dan pilkada Jatim putaran I sebesar 39,2% dan putaran II sekitar 46%. Angka golput pada sejumlah pilkada kabupaten/kota pun banyak yang berkisar antara 30 – 40% bahkan lebih. Fenomena itu diperkirakan terus berlangsung pada Pemilu 2009 nanti. Inilah buah nyata demokrasi.
Make up dan Pragmatisme Politik
Seiring dengan besarnya keinginan partai politik untuk meraih dukungan, pragmatisme (sikap plin-plan) partai politik makin kuat terjadi. Hal ini tampak dari koalisi-koalisi yang dibentuk dalam pilkada dan gagasan atau wacana yang dilontarkan parpol. Pragmatisme politik membuat warna ideologi partai menjadi kabur. Untuk partai politik sekuler/nasionalis mungkin tidak menjadi masalah, tapi ternyata pragmatisme politik juga melanda parpol Islam. Bahkan ada parpol Islam yang mengatakan bahwa perjuangan untuk menegakkan ideologi Islam dinegara ini sudah tidak lagi relevan, artinya tidak perlu lagi memperjuangkan agar Negara ini berazazkan islam. Bila demikian, lantas apa fungsi dari adanya parpol Islam?
Korupsi
Telah banyak diketahui bahwa Indonesia termasuk negara paling korup di dunia. Telah banyak pejabat atau mantan pejabat yang diadili dan dihukum akibat melakukan korupsi semasa menjabat. Tapi untuk memberantas korupsi dan menciptakan negeri bebas korupsi, langkah-langkah tadi tentu belum cukup. Harus ada tindakan lain, seperti pembuktikan terbalik. Artinya, terdakwa lah yang harus membuktikan bahwa harta yang dimilikinya itu didapat dari jalan yang halal. Juga harus ada hukuman yang keras dan teladan dari pemimpin. Dan yang paling penting harus ada budaya takut kepada Allah dan adzab di akhirat dari mengambil harta dengan cara haram.
Pornografi
Oleh Associated Press (AP), Indonesia dinilai sebagai negara paling liberal dalam urusan pornografi nomor dua setelah Rusia. Terbitan-terbitan yang berbau pornografi dan berbagai porno aksi terus saja beredar luas tak tersentuh oleh hukum. Majalah Playboy Indonesia yang jelas mengusung pornografi malah diputus tak bersalah oleh PN Jakarta Selatan. Di dunia cyber, menurut Sekjen Aliansi Selamatkan Anak Indonesia, Inke Maris, Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar pengakses internet dengan kata seks (Republika, 22/9/08).
UU Pornografi akhirnya memang disahkan. Hanya saja telah berubah jauh dari draft dan semangat awal untuk memberantas pornografi dan pornoaksi. Kata anti pun hilang. Masalah pornoaksi juga tidak disinggung. Pornografi malah ada yang diperbolehkan. Maka alih-alih memberantas pornografi, yang terjadi nanti UU itu justru dikhawatirkan malah akan melegalkan pornografi dan pornoaksi dibawah diktum pornografi yang diperbolehkan.
Naiknya pengidap virus HIV/AIDS
Menurut Juru Bicara Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tini Suryanti, jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 4.288 orang meningkat dari 2.849 penderita tahun lalu. Jumlah ini, lanjut Tini, masih fenomena gunung es. “Yang tidak terdeteksi bisa 100 kali lebih banyak,” katanya. Jakarta Barat menurut Tini adalah wilayah paling besar pengidap HIV/AIDS dibandingkan wilayah lain karena Jakarta Barat memiliki banyak tempat hiburan malam. (TEMPO Interaktif, 30/11/08).
penyebaran virus mematikan itu paling besar melalui jarum suntik dan seks berganti-ganti pasangan. Sejauh ini, tidak terlihat upaya penanganan virus HIV/AIDS ini secara mendasar. Malah yang dilakukan adalah program Kondomisasi yang sebenarnya akan menyuruh untuk melakukan seks bebas. Pelacuran juga masih dibiarkan berlangsung bebas.
Ancaman Disintergrasi
Hubungan luar negeri masih ditandai dengan dominasi Amerika Serikat dan negara-negara besar lainnya terhadap Indonesia. Dengan dalih penghormatan pada kebebasan berpendapat, 40 anggota Kongres Amerika Serikat (AS) meminta agar Presiden membebaskan tanpa syarat dua tokoh gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM), Filep Karma dan Yusak Pakage dari hukuman. Surat itu merupakan bukti yang sangat nyata bukan hanya tentang adanya campur tangan AS terhadap urusan dalam negeri Indonesia, tapi juga adanya dukungan terhadap gerakan separatis OPM. Sementara itu sikap pemerintah yang terlampau memberikan jalan kepada negara asing dan LSM internasional untuk menyelesaikan persoalan Aceh juga berbahaya terhadap integrasi Indonesia.
Kampanye War on Terrorism (WOT)
Ketundukan Indonesia terhadap AS dan sekutunya sangat jelas, misalnya terlihat dalam agenda perang melawan terorisme (war on terrorist).. Dalam kasus bom Bali Pemerintah Indonesia sepertinya enggan mengungkap siapa sebenarnya master mind dari perbagai peledakan di Indonesia, memang, Amrozi dan kawan-kawan yang telah dihukum mati memang mengakui telah menyiapkan bom, tapi benarkah bom sangat besar itu adalah benar-benar bom yang dibuat oleh Amrozi dan kawan-kawan? Keraguan semacam ini akan terus ada mengingat banyak sekali fakta-fakta yang sangat gamblang yang menunjukkan tentang kemungkinan adanya bom yang sengaja ditumpangkan oleh pihak lain.
Hal ini menimbulkan kesan kuat terorisme yang selama ini terjadi adalah fabricated terrorism atau terorisme yang diciptakan. Seharusnya Pemerintah Indonesia tidak boleh terjebak pada apa yang disebut kampanye war on terrrorism yang didengungkan AS karena kampanye ini hanyalah kedok (mask) untuk menutupi maksud sesungguhnya, yakni war on Islam.
Islamo-phobia
Sikap Islam-phobia (ketakutan kepada syari’at islam) terlihat pada kasus penghinaan terhadap Rasulullah saw dan ajaran Islam. Sebuah website memuat beberapa komik yang berisi penghinaan terhadap Nabi saw. Namun sayangnya, pemerintah tampak mudah menyerah, lamban, dan tidak bersikap tegas. Berbeda sekali ketika menangani kasus-kasus lain yang dianggap membahayakan negara atau masyarakat. Terhadap pelaku yang menyebarkan email tentang kesulitan likuiditas Bank Century, pemerintah demikian cekatan. Hanya beberapa hari pelakunya dapat ditangkap. Demikian juga dengan beberapa pelaku SMS teror. Apakah sikap Islam-phobia juga menjangkiti penguasa di negeri ini?
Dukungan Kepada Syariah Makin Menguat
Di sisi lain, sejumlah survai memperlihatkan bahwa dukungan kepada penerapan syariat dari semakin menguat. Survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah tahun 2001 menunjukkan 57,8% responden berpendapat bahwa pemerintahan yang berdasarkan syariat Islam adalah yang terbaik bagi Indonesia. Survei tahun 2002 menunjukkan sebanyak 67% (naik sekitar 10%) berpendapat yang sama (Majalah Tempo, edisi 23-29 Desember 2002). Sedangkan survei tahun 2003 menunjukkan sebanyak 75% setuju dengan pendapat tersebut.
Hasil survai aktivis gerakan mahasiswa nasionalis pada tahun 2006 di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya menunjukkan sebanyak 80% mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara (Kompas, 4/3/2008). Sementara, survai Roy Morgan Research yang dirilis Juni 2008 memperlihatkan, sebanyak 52% orang Indonesia mengatakan, Syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka (The Jakarta Post, 24/6/’08). Dan survei terbaru dilakukan oleh SEM Institute menunjukkan sekitar 72% masyarakat Indonesia setuju dengan penerapan syariah Islam.
khatimah
Sejumlah hasil survei itu menunjukkan masih adanya harapan yang terbentang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Syariah Islam diyakini akan membawa perbaikan dan kebaikan, keadilan dan kesejahteraan bagi bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga dunia.
Oleh karena itu untuk keluar dari berbagai krisis yang berkepanjangan ini kita tidak hanya membutuhkan pejabat pemerintah yang baik saja, karena itu belum cukup. Yang kita butuhkan disamping pemerintah yang baik juga system pemerintahan dan seperangkat undang2 yang baik pula (islam). System pemerintahan Islam itulah yang dinamakan khilafah yang akan menerapkan syariat islam dengan kaffah dan akan menggantikan system demokrasi-sekuler yang telah terbukti kebobrokannya selama ini.
Sistem Islam (syariat Islam) telah menunjukkan kemampuannya yang luar biasa. Kemampuannya bertahan hidup dalam rentang waktu yang demikian panjang (lebih 12 abad), telah menegaskan kapabilitas sistem yang belum ada tandingannya sampai saat ini, dan hingga akhir jaman. Dengan syariat Islam itulah kita membangun pemerintahan yang bersih dan baik, sekaligus mencetak aparat pemerintahan yang handal.
Memang, Membangun system pemerintahan yang baik bukanlah pekerjaan yang mudah. Dia merupakan pekerjaan besar yang harus diawali dari pemahaman dasar atas visi dan misi pemerintahan Islam. Maka disinilah kewajiban dan peran kita setiap individu muslim untuk menjadi bagian dalam perjuangan ini. Agar kemulyaan Islam dan kaum muslimin dapat segera kita wujudkan. Wallahu’alam.

Read More......

buletin edisi 18

0 komentar

Obama menang
Penjajahan AS Takkan Berubah

Dunia Barat termasuk dunia Islam menyambut dengan gembira terpilihnya Barack Obama sebagai presiden ke 44 Amerika Serikat. Kebencian terhadap Bush dan ketidak populeran kebijakan Amerika selama 8 tahun dibawah pimpinannya sangat merusak citra amerika dimata dunia. Banyak harapan bahwa Obama akan menyelamatkan Amerika Serikat dan membawa perubahan yang besar terhadap dunia termasuk juga dengan dunia islam.
Begitupula kalau kita melihat di negara ini, berbagai kalangan mulai dari rakyat biasa, para akademisi, selebritis, pengusaha, bahkan para elit politik kita juga berpendapat yang sama yaitu menaruh banyak harapan positif terhadap obama. Hal ini dipicu oleh dua hal. Pertama, faktor historisitas karena Obama pernah tinggal di Indonesia dan memiliki orang tua tiri orang Indonesia. Ada faktor nostalgia. Kedua,

faktor harapan. Ini adalah harapan yang bisa dibilang wajar yaitu mudah-mudahan dengan pemimpin baru amerikaakan bersikap ramah terhadap indonesia.
Benarkah akan begitu??
Sikap Obama terhadap dunia Islam dalam kampanye pemilu kemarin sudah jelas. Dalam sebuah acara yang disponsori oleh Kedutaan Besar Israel di Washington untuk menghormati hari jadi negara Israel yang ke-60 Obama mengatakan “Saya berjanji kepada Anda bahwa saya akan melakukan apapun yang saya bisa dalam kapasitas apapun untuk tidak hanya menjamin kemanan Israel tapi juga menjamin bahwa rakyat Israel bisa maju dan makmur dan mewujudkan banyak mimpi yang dibuat 60 tahun lalu,”.
Sikapnya terhadap Hamas juga tidak berbeda dengan presiden Bush. “Saya sudah mengatakan bahwa mereka adalah organisasi teroris, yang tidak boleh kita ajak negosiasi kecuali jika mereka mengakui Israel, meninggalkan kekerasan, dan kecuali mereka mau diam oleh perjanjian sebelumnya antara Palestina dan Israel.
Walaupun memang Obama mendeklarasikan akan menarik pasukan AS dari Irak, tapi mengirimnya ke Afghanistan. Artinya, Obama akan tetap melanjutkan pembantaian brutal tidak berprikemanusiaan terhadap negeri Islam itu. Obama pun berjanji akan selalu berada di pihak Israel untuk memerangi dan membantai umat Islam di Palestina. Jadi Dimanakah letak perubahan ‘yang sesungguhnya’ dari kebijakan-kebijakan Bush?
Lantas bagaimana sebenarnya politik luar negeri Amerika kedepan dibawah obama?
Syekh Taqiyuddin dalam Mafâhîm Siyâsiyah li Hizb at-Tahrîr telah membuat klasifikasi tentang politik luar negeri negara-negara yang menganut sebuah ideologi. Beliau mengatakan bahwa dalam sebuah idelogi terdapat fikrah atau ide dasar yang mendasari politik luar negeri sebuah negara, thariqah berupa metode baku untuk mewujudkan fikrah tersebut, al-khiththah as-siyâsiyah yakni garis politik berupa grand strategi kebijakan politik, dan al-uslûb as-siyâsî yakni strategi praktis/cara untuk mengimplementasikan garis politik tadi.
Dalam Negara kapitalis, fikrah (ide) pokok yang mendasari politiknya tentu saja adalah kapitalisme. Sementara metode baku atau thariqah politik luar negerinya adalah penjajahan (al-isti’mâr). Disamping itu, ada al-khiththah as-siyâsiyah atau garis politik berupa grand strategi politik yang bisa berubah-ubah sesuai dengan kepentingannya. Kemudian ada juga uslub politik atau cara-cara yang bersifat lebih aplikatif dan juga sering berubah tergantung situasi.
Salah satu yang harus kita pahami, AS adalah negara adi daya yang mendasarkan dirinya pada ideologi Kapitalisme. Bisa dikatakan Kapitalisme inilah ‘nyawa’nya Amerika Serikat. Maka metode baku politik luar negeri Amerika Serikat adalah penjajahan. Meski bentuknya bisa bermacam-macam, bisa ekonomi, politik, militer, sampai budaya, tapi intinya tetap penjajahan berupa hegemoni.
Nah, karena itu kalau dilihat dari tujuan, politik luar negeri AS pastilah tetap dalam rangka untuk menyebarluaskan dan memapankan ideologi Kapitalisme beserta ide-ide turunannya seperti dibidang politik, liberalisme, demokrasi dan pluralisme akan tetap menjadi ‘bahan jualan’ utama AS. Sementara dalam bidang ekonomi, AS akan tetap mengokohkan ekonomi kapitalisme dengan pilar-pilar perdagangan bebas, privatisasi dan dominasi dolar dalam mata uang dunia. Inilah yang menjadi kepentingan nasional Amerika Serikat dalam politik luar negerinya.
Wahasil, Seseorang tidak akan pernah merubah segala permasalahan sistemik dari sebuah negara, seberapa baikpun dia berikrar untuk melakukan hal itu. Amerika adalah sebuah negara kapitalis dengan seperangkat kebijakan luar negeri kapitalis yakni untuk menjajah negara-negara lain. Dengan cara itulah, negara itu senantiasa mencari cara untuk mempertahankan dominasinya di Dunia Islam dan terus melanjutkan agenda eksploitasi kapitalisnya. Presiden boleh datang dan pergi, tapi prinsip penjajahan mereka tidak akan berubah. tidak akan ada perubahan yang benar-benar nyata (real change).”
Jadi dengan kemenangan obama dari partai demokrat, perubahan yang mungkin adalah dalam level uslub/cara atau strategi praktis politiknya. Secara umum partai Demokrat untuk waktu dekat ini akan lebih mendorong uslup/cara yang soft power seperti diplomasi dan bantuan ekonomi, dari pada hard power seperti kekuatan militer. AS mungkin akan lebih mengedepankan kebijakan yang multilateral dengan melibatkan lebih banyak negara di dunia atau kawasan untuk lebih berpartisipasi. AS juga akan lebih banyak melibatkan organisasi internasional maupun regional.
Apakah itu berarti ancaman bahaya soft power ini sama dengan hard power?
Dilihat dari tujuannya yang sama-sama untuk penjajahan, ya sama bahayanya. Bahkan soft power itu jauh lebih berbahaya, karena penjajahan terjadi sementara pihak yang dijajah merasa diberi bantuan. Artinya, soft power juga dilakukan dalam rangka melanggengkan penjajahan AS. Dalam prinsip kapitalis kita kenal no free lunch, tidak ada makan siang yang gratis. Jadi sebenarnya soft power AS hanya gincu saja untuk menutupi agenda jahatnya. Kalau kita lihat contoh nyatanya di indonesia ini, agar tampak manis AS memberi bantuan 300 juta US dolar. Tapi melalui penguasaan Cepu, Natuna, Freeport, Caltex Riau, Newmont, dsb, AS mendapat ratusan miliar dolar. Karena itu, segala bentuk bantuan asing apapun bentuknya, seharusnya ditolak. Karena itu menerima bantuan asing dari negara penjajah apapun bentuknya adalah bunuh diri secara politis.
Kecendrungan kebijakan Soft power inilah yang akan dilakukan AS, tapi itupun kalau masih ampuh untuk merealisasikan tujuan politiknya. kalau tidak ampuh lagi maka pilihannya harus dengan serangan militer, tidak perduli Demokrat maupun Republik sama saja, yakni akan menggunakan serangan militer.
Dalam sejarah politisi partai Demokrat tidak kalah buasnya dalam masalah perang. Keterlibatan AS dalam perang Dunia I terjadi saat negara itu dipimpin oleh Woodrow Wilson dari Partai Demokrat. Demikian juga saat terlibat dalam perang dunia ke II, AS dipimpin oleh politisi Demokrat, Franklin D Rosevelt. Harry Truman dari Demokrat lah yang mengambil kebijakan untuk menjatuhkan bom atom di Hiroshima yang membunuh ratusan ribu rakyat sipil. Dan kebijakan terlibat dalam perang Korea. Lyndon B Jhonson juga dari Demokrat membuat kebijakan AS untuk menyerang Vietnam. Artinya jalan perang akan tetap dipilih AS, baik yang berkuasa Demokrat atau Republik, kalau itu dianggap dapat merealisasikan kepentingan politik luar negerinya.
Lantas apa yang harus dilakukan oleh kaum muslim untuk menghentikan imperialisme AS itu ?
Sebenarnya kita umat islam punya sebuah potensi yang sangat luar biasa untuk meraih kemulyaan jjika kita mau melakukan perubahan. Akan tetapi Perubahan mendasar dunia Islam tidak akan muncul karena individu orang lain, tapi datang ketika kaum muslim di dunia kembali kepada Islam. Yaitu kembali kepada keyakinan idei-ide politik Islam dan mendirikan kembali Kekhilafahan Islam: sebuah sistim yang bertanggung jawab, adil, tertutup bagi manipulasi, yang meletakkan kaum duafa dan lemah di pusat sistim ekonominya, dan yang akan mempertahankan tanahnya dari pendudukan dan eksploitasi.
Perubahan itu bukan pula muncul dari sekedar terjadi krisis akibat kegagalan system Kapitalis. Perubahan akan terjadi kalau keimanan individual seorang muslim tidak berhenti pada keimanan yang individual dan spiritual (al-aqidah ar ruhiyah). Tapi menjadi keimanan yang sifatnya politik (al-aqidah as siyasiyah). Keimanan yang mendorong seorang muslim untuk taat kepada Allah SWT secara totalitas. Keimanan yang totalitas inilah yang kemudian mendorong umat Islam untuk menegakkan kembali Khilafah Islam.
Umat Islam butuh kekuatan politik riil yang secara ideologis dan praksis bisa mengimbangi kekuatan AS, dan itu tidak ada pilihan lain kecuali Khilafah Islam. Pilihan kaum muslim sekarang tinggal dua: pertama tetap dibawah penjajahan AS dengan merelakan pembunuhan terhadap umat Islam yang dilakukan oleh AS dan eksploitasi kekayaan alamnya, Atau yang kedua umat Islam bersatu dibawah naungan Khilafah yang akan membebaskan umat Islam dari penjajahan. Sekarang terserah kita mau milih yang mana. Tentu sebagai seorang muslim sejati akan menjatuhkan pilihannya kepada yang kedua. []

Read More......

buletin edisi 17

0 komentar

KAPITALISME DIUJUNG TANDUK
KHILAFAH DIDEPAN MATA

Moris Berman, 63 tahun, ahli sejarah kebudayaan kelahiran New York, yang memperoleh Ph D dari Johns Hopkins University, menulis buku Dark Ages America: The Final Phase of Empire (Norton, 2006), yang meramalkan imperium Amerika segera akan rubuh. Ia mendeskripsikan Amerika sebagai sebuah kultur dan emosional yang rusak oleh peperangan, menderita karena kematian spiritual dan dengan intensif mengeskpor nilai-nilai palsunya ke seluruh dunia dengan menggunakan senjata. Republik yang berubah menjadi imperium itu berada di dalam zaman kegelapan baru dan menuju rubuh sebagaimana dialami Kekaisaran Romawi
Apa yang tulis oleh Moris Berman tampaknya semakin menunjukkan kebenarannya.

Pertama, AS adalah perabadaban emosial yang rusak oleh peperangan. Bisa dipastikan di mana ada konflik, di mana ada perang, kemungkinan di situ ada Amerika . Negara ini memang pecandu perang dengan berbagai alasan.
Jamil Salmi dalam violence and democatic society mencatat negara Paman Sam ini antara tahun 1945 sampai 2001 saja sudah melakukan 218 kali intervensi terhadap negara lain. Amerika juga merupakan otak kudeta berdarah di berbagai negara. Genocide atas nama demokrasi dan perang melawan terorisme juga telah menimbulkan korban sipil yang sangat besar di Irak dan Afghansitan. Pasca pendudukan AS, korban rakyat sipil Irak hampir mencapai angka 1 juta orang.
Negara ini memang haus darah dan mesin pembunuh. John Pike dari www.GlobalSecurity.org, sebuah grup riset, tentara Amerika menghamburkan 250.000 peluru untuk menembak mati tiap seorang gerilyawan. Biaya perang demikian besar. Staf Partai Demokrat di Kongres menghitung dari 2002 sampai 2008, perang yang lebih panjang dibanding Perang Dunia kedua itu, menghabiskan 1,3 trilyun dollar
Negara ini juga memang mengalami krisis spritual yang akut. Kapitalisme dengan sistem sekulernya telah mengerdilkan agama sekedar urusan ritual, moralitas, dan spritual. Sementara dalam aspek sosial, politik, dan kenegaraan, agama dicampakkan. Kehidupan sosial dan politik pun menjadi buas, rakus, dan kering karena tidak diatur agama. Masyarakat pun menganggap agama tidak lagi menjadi begitu penting dalam kehidupan mereka. Meskipun tentu saja banyak diantara mereka yang masih beragama. Sebab mereka tidak melihat agama sebagai solusi praktis dalam persoalan sosial politik mereka.
Implikasi dari pencampakan agama ini, masyarakat AS mengalami kerusakan pranata sosial yang akut. Tingginya tingkat kriminalitas, stress, pornografi , aborsi dan pelacuran menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan dari negara kapitalis ini. Menurut studi yang dilakukan oleh National Victim center pada tahun 1992, 1,3 wanita yang berumur 18 tahun keatas di USA diperkosa dengan paksa setiap menit; 78 wanita per jam; 1.871 wanita per hari, atau 683,000 korban per tahun. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS memperkirakan, jumlah pengidap virus tersebut mencapai 1,1 juta orang. . Sangat mengerikan!
Seperti kata Berman negara adi daya ini juga intensif mengekspor nilai palsunya dengan ancaman sejata. Atas nama HAM, Demokrasi,liberalisme, pasar bebas dan perang melawan terorisme mereka melakukan apa saja termasuk menjajah Irak dan Afghanistan. Di sisi lain ide-ide yang mereka usung penuh dengan kepalsuan dan kemunafikan.
Mereka bicara demokrasi harus ditegakkan lewat dukungan rakyat dan tanpa kekerasaan (non violance). Tapi lihatlah di Irak dan Afghanistan, demokrasi dipaksakan di negara dengan senjata. Mereka bicara bahwa setiap rakyat berhak mengekspresikan keinginan mereka, namun AS dengan berbagai cara menghalangi upaya kaum muslim di dunia untuk menerapkan syariah dalam kehidupan negara dan politik mereka. Negara-negara Barat dengan tudingan teroris menggunakan penguasa-penguasa negeri muslim yang merupakan kaki tangan mereka untuk meredam, menghalangi, hingga menyiksa siapapun yang ingin memperjuangkans syariah Islam.

Bukti kerusakan doktrin kapitalisme
Lonceng kematian ini pun semakin kuat terdengar, dengan krisis keuangan yang dialami oleh AS dan negara-negara Eropa saat ini. Efek domino dari krisis ini pun menjalar ke bidang lain. Pasar saham dunia terguncang. Krisis ekonomi global pun diambang pintu.
Dalam pandangan kapitalisme Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya, Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya.
Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over. Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi yang menjadi antek mereka untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan. Tapi kalau juga tidak bisa maka akan diperangi.
Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana untuk kampanye lagi.
Tapi, itu belum cukup.Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak cukup lagi: harus computerized! Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.
Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama).
Misalnya, kalau gaji anda sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun.
Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut.
Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers? karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 (yang belum layak diberikan mortgage) sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak yang gagal bayar.
Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang beriktunya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh semua.
Kira-kira mencapai 5 triliun dolar uang yang lenyap dalam mortgage itu. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi? Ironisnya, mereka melanggar prinsip ekonomi mereka sendiri yang mengatakan negara tidak boleh campur tangan dalam urusan ekonomi, tapi buktinya ketika krisis terjadi pemerintah langsung turun tangan. Hal ini cukup memberikan bukti bahwa teori kapitalisme telah runtuh.
Terakhir, menarik apa yang dikatakan Gerald Friedman tentang apakah krisis ini akan menghancurkan sistem kapitalisme. “Dan yang lebih penting lagi, sebuah sistem kapitalis atau sistem sosial apapun hanya bisa dihancurkan oleh sistem yang berlawanan yang didukung oleh munculnya kelas-kelas dalam perekonomian,” jawab Friedman.
Ya memang benar sistem kapitalis tidak akan hancur kalau tidak ada sistem yang berlawanan yang menjadi alternative yang menentangnya. Bagi kita sistem yang berlawanan itu, yang akan menghancurkan kapitalisme adalah sistem Khilafah yang akan menerapkan ekonomi syariah. Setelah runtuhnya Sosialisme-Komunisme, dan rontoknya ekonomi Kapitalisme. Maka, the Khilafah dream bukan hanya impian umat Islam, apalagi hanya sekelompok orang, tetapi telah menjadi impian dunia. Mimpi itu pun tinggal selangkah. Insya Allah

Read More......

buletin edisi 16

1 komentar

DEMOKRASI YANG MAHAL ITU GAGAL
Sudah jadi tradisi dari negara-negara "penghamba Demokrasi" dalam periode tertentu diadakan sebuah acara besar-besaran yang dinamakan Pemilu. "Pesta demokrasi" yang menghabiskan uang rakyat triliunan rupiah itu bertujuan untuk memilih calon wakil rakyat yang katanya mewakili aspirasi manusia-manusia yang diwakilinya.
Banyak kalangan yang mengatakan kalau Pemilu itu adalah pestanya rakyat, di mana orang-orang berkumpul buat menyalurkan aspirasinya dengan mencoblos Partai yang dianggap "pas" buat memenuhi keinginan mereka.
Agaknya kita harus berfikir seribukali kalau ingin mengatakan Pemilu itu pestanya rakyat. Bagaimana tidak? sekarang coba kita lihat data, Pemilu itu dananya dari mana, yang "nelen" uangnya siapa? Jawabannya pasti bukan rahasia lagi, yaitu mereka para kapitalis yang telah bersekongkol dengan pejabat

busuk tersebut. Jika demikian halnya apakah layak dikatakan pesta rakyat ketika mereka dijadikan sapi perah oleh para pejabat? Mereka (para penjahat rakyat) memanfaatkan momen ini untuk menipu dan "menghipnotis" jutaan rakyat dengan ”virus” demokrasi ini, agar kita semua mau mencoblos "moncong-moncong monyong mereka.
Kebohongan demokrasi semakin bertambah-tambah. Rakyat melihat di depan mata mereka, bagaimana para politisi ini lebih disibukkan oleh suap menyuap, uang pelicin, yang istilah kerennya uang gratifikasi. Alih-alih mengurus rakyat, sebagian politisi partai politik malah disibukkan skandal seks yang memalukan. Lagi-lagi logika, wakil rakyat yang dipilih rakyat akan berpihak kepada rakyat runtuh.

Demokrasi itu Busuk
Mungkin bagi orang-orang pada umumnya, demokrasi memang masih merupakan sistem yang paling ideal di muka bumi, tetapi benarkah begitu? Demokrasi atau Democrazy? Kebebasan atau kebablasan?
Ketika demokrasi menyerang negeri ini disambut gembira oleh para intelektual yang dangkal pemikirannya, dan ketika demokrasi begitu dipuji oleh orang-orang yang takluk di hadapan peradaban barat, justru kita akan melihat bahwa para ahli politik eropa telah melancarkan kritik yang tajam terhadap demokrasi, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya oleh Plato.
\Michael Stewart dalam bukunya Sistem-Sistem Modern, hal.459:
Kaum komunis bersikeras bahwa hukum demokrasi yang tegak di atas dasar kebebasan berkreasi, berpendapat, bertingkah laku, dan berkepribadian, hanyalah sebuah prinsip yang kotor dan rusak. Mereka berargumentasi bahwa demokrasi kapitalisme telah mentolerir pengrusakan masyarakat--khususnya para pemudanya--melalui film-film dan bioskop-bioskop serta penyebaran kemungkaran serta kekejian.
Benjamin Constan berkata:
Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.belum lagi jika kita melihat dengan kaca mata syariat islam tentu kebobrokan demokrasi ini lebih nyata lagi.

Golput dan Krisis Demokrasi
Saat ini masyarakat sudah mulai memahami bahwa keberadaan parpol lebih identik dengan kuda tunggangan yang super komersial, siap direntalkan kepada siapa saja yang ingin berkuasa. Bukan rahasia umum lagi, setiap orang yang berhasrat berkuasa lewat jalur pilkada, mereka harus mengeluarkan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk menyewa parpol. Kalau bukan dalam bentuk tunai bisa juga berupa komitmen pemberian sesuatu yang lain yang tidak kalah tinggi nilai ekonomisnya apabila mereka berhasil merebut tampuk kekuasaan.
baru-baru ini ancaman Abdurrahman Wahid menyerukan golput jadi perbincangan yang panas di kalangan politisi. Potensi golput memang sudah tinggi. Data Kompas menunjukkan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 mencapai 92,74 persen. Pada pemilu legislatif tahun 2004 tingkat partisipasi turun menjadi 84,07 persen. Adapun tingkat partisipasi pada Pemilu Presiden 2004 di putaran I dan putaran II masing- masing sebesar 78,23 persen dan 77,44 persen. (Kompas; 17/06/2008)
Rendahnya partisipasi politik masyarakat juga tercermin dari ‘menang’nya golput di beberapa pilkada seperti di Jawa Barat dan Sumatra Utara. Hasil pilkada di Jawa Barat yang dimenangkan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf. Ternyata dari hasil keseluruhan dari jumlah pemilih yang berjumlah 28 juta orang, sebagaimana dilaporkan KPUD Jabar sekitar 10 juta orang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Suara golput menempati 35.7 persen, Hade 26.0 persen, Aman 22.2 persen dan Da'i 16.0 persen. ¬¬(Syabab.Com)

Demokrasi melahirkan pragmatisme politik
Sudah menjadi gejala umum, di suatu daerah partai A berkoalisi dengan partai B menghadapi partai C dalam upaya memenangkan calon seorang bupati, walikota, atau gubernur. Sementara pada daerah yang lain, partai A tersebut justru berkoalisi dengan partai C untuk menghadapi partai B. Realitas semacam ini hanya bisa dibaca bahwa koalisi partai dibangun atas dasar kepentingan bukan lagi garis perjuangan partai. Padahal di tengah-tengah masyarakat mereka sering menggembor-gemborkan garis perjuangan partai terutama saat kampanye. Parpol-parpol telah terjebak atau menjebakkan diri ke dalam pragmatisme yang bertumpu pada kepentingan sesaat.
Memang ada partai politik yang sepertinya kritis. Tapi lebih sering sekedar retorika atau cuap-cuap politik. Bisa disebut tidak ada yang benar-benar ‘full power‘ melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah. Tampak dari mandulnya partai-partai politik membendung kenaikan BBM dan impor beras. Belum lagi cacat politik partai kritis, yang di saat memerintah, kebijakannya sama saja, sama-sama neo-liberal. Contohnya aset negara juga dijual dengan murah.

Demokrasi Peradaban Sampah
Tidak ada keraguan lagi bahwa diantara sebab kehancuran berbagai peradaban adalah kemerosotan moral. Mengapa para pemuda dan masyarakat umum di eropa menerima kehadiran narkoba dengan berbagai jenisnya. Bagaimana kita bisa menafsirkan tenggelamnya mereka dalam kebejatan perilaku seksual yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia yang panjang. Lihatlah bagaimana parlemen inggris telah membolehkan pernikahan sesama lelaki dan juga pernikahan sesama perempuan. Pernikahan dengan sesama kerabat dekat/keluarga (incest) juga banyak terjadi sampai tak terhitung. Semua ini dilakukan dengan kedok kebebasan individu yang absolut. Bagaimana kita bisa menafsirkan tersebarnya majalah-majalah porno, pergaulan bebas, kekerasan seksual, dan pemerkosaan. Apakah kita mau terperosok ke jurang kebejatan moral seperti yang dialami eropa atas nama pluralisme demokrasi ini?

Demokrasi=kediktatoran minoritas
Apakah yang dilakukan negara yang mengklaim sebagai negara demokratis dan pelopor HAM tatkala mereka menjajah negeri-negeri lain?
Apa yang dilakukan inggris yang demokratis itu terhadap Mesir? Apakah urusannya dikembalikan kepada rakyat mesir atau kepada moncong meriam? Apa pula yang dilakukan prancis yang demokratis itu di aljazair? Apa yang dilakukan negara-negara demokratis tatkala menjajah palestina, india dan asia? Apa pula yang dilakukan amerika serikat yang demokratis itu di Vietnam, Afhganistan, dan irak?
Segala gerakannya baik yang lembut maupun kasar ditujukan untuk memenuhi nafsu dan kebutuhan yang mereka sembunyikan. Tidak pernah tercatat dalam sejarah lembaga-lembaga yang dibentuk negara-negara demokratis, lahir satu keputusan yang motif dan tujuannya dapat dianggap murni, apalagi jika keputusan ini berkaitan dengan Islam.
Negara-negara yang mengklaim demokratis itu sungguh telah menghancurkan berbagai bangsa. Negara-negara itu telah merobek perut dan menghisap darah berbagai bangsa. Pembataian ala demokratis tak kurang banyaknya dibandingkan dengan pembantaian ala komunisme, kalaupun tak bisa dikatakan lebih jahat. Hanya saja memang ada perbedaan di antara keduanya, yaitu demokrasi membunuh dengan racun dalam gelas yang indah atau dengan benang dari sutera.
Bagaimana dinegara ini? Kenaikan BBM lebih dari 100 % tahun 2005 yang kemudian dinaikkan lagi sekitar 28,7 % tahun ini mencerminkan hal ini. Mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan privatisasi pemerintah, semakin membuat rakyat kecewa. Padahal sudah jelas, kenaikan BBM, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan jelas ditolak oleh mayoritas rakyat. Usulan mengambil alih perusahan tambang emas, minyak, batu baru dari swasta dan perusahan asing justru tidak digubris.
Ironisnya, pemerintah lebih memilih tunduk kepada minoritas pemodal Asing. Lantas dari fakta tersebut, mana faktanya demokrasi yang katanya suara mayoritas rakyat yang diterapkan. Jadi jelas demokrasi hanyalah kebohongan.
Partai-partai politik juga tidak jauh beda. Mereka yang dipilih oleh rakyat, logikanya tentu saja harus memihak rakyat. Kenyataannya tidaklah begitu. Justru lewat proses demokrasi, DPR mengeluarkan UU yang lebih berpihak kepada kelompok bisnis bermodal besar terutama penguasa asing. UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, semuanya berpihak pada asing. Dan itu secara resmi dan legal disahkan oleh partai-partai politik di DPR. Pertanyaanya sekarang apakah pernah kita rakyat mengusulkan UU tersebut, jadi jelas klaim DPR adalah wakil rakyat adalah sebuah kebohongan besar karena faktanya mereka adalah wakil penjajah.
Sebagian orang ada menilai bahwa yang salah itu bukan sistem demokrasinya tapi aparat pemerintah yang tidak amanah dan penegakan hukum yang lemah. Penilaian ini sangatlah dangkal. Bukankah pemerintah yang terpilih semuanya merupakan pilhan rakyat yang dianggap orang-orang terbaik?. Alasan penegakan hukum yang lemah juga tidak tepat, malahan justru hancurnya negara ini juga karena dijalankannya UU yang ada. Sebagai contoh mahalnya BBM justru disebabkan pemerintah menjalankan UU migas, tingginya tarif listrik, air juga disebabkan pemerintah menjalankan UU kelistrikan dan air, begitu juga dikuasainya kekeyaan alam indonesia dan aset-aset srategis juga dikarenakan pemerintah menjalankan UU penanaman modal dsb. Dalam hal ini yang bermasalah bukan penegakan hukumnya akan tetapi hukum itu sendiri yang bobrok, maka semakin diserukan penegakan hukum maka semakin hancurlah negara ini. Jadi seharusnya yang dilakukan terlebih dahulu adalah mengganti secara total hukum/UU yang ada sekarang dengan yang lebih baik, baru kemudian diserukan penegakan hukum tersebut.

Khatimah
Tulisan ini tentu saja bukanlah wujud kebencian kami pada negara ini, akan tetapi sebaliknya justru karena kecintaan kami. Kami tidak ingin negara ini dirampok aset-asetnya, dijarah kekayaan alamnya, dirusak generasi mudanya, dimiskinkan rakyatnya, dimahalkan biaya pendidikan dan kesehatannya, dipecahbelah wilayahnya, jadi bahan ejekan oleh negara lain, dan yang terlebih penting kami tidak ingin bangsa ini bermaksiat kepada Allah karena tidak menjalankan aturan/hukum yang telah diwajibkan-Nya. Kami hanya ingin menjelaskan bahwa kondisi sekarang adalah akibat sistem ekonomi liberal dan sistem politik demokrasi yang diterapkan, dimana bersumber dari suatu asas yaitu kapitalisme.
Kembali kepada syariah Islam, jelas merupakan pilihan yang terbaik saat ini, melalui mementum revolusi yaitu pergantian pemimpin dan sistem secara total. Berdasarkan syariah Islam, Khalifah sebagai kepala negara dipilih oleh rakyat untuk menjalankan syariah Islam. Berdasarkan syariah Islam, negara harus menjamin kesejahteraan masyarakat, menjamin kebutuhan pokok tiap individu masyarakat. Syariah Islam juga mewajibkan Khalifah untuk menjamin pendidikan dan kesehatan rakyatnya secara gratis.
Pemilikan umum (al milkiyah al ‘ammah) yang merupakan milik rakyat akan dikelola dengan baik untuk kepentingan rakyat. Tambang emas, minyak, batu bara, hutan adalah milik umum yang harus dikelola secara baik dan hasilnya diserahkan kepada rakyat. Air dan listrik adalah milik umum, yang tidak boleh diswastanisasi yang berakibat harganya menjadi mahal. Air dan listrik dikelola dengan baik oleh negara untuk dikonsumsi dengan murah oleh rakyat.
Kesimpulannya, bahwa merupakan konsekuensi logis bagi umat Islam untuk bangkit guna mengakhiri kesengsaraannya dalam hegemoni sistem politik dan ekonomi kapitalisme ini. Karenanya, umat Islam memerlukan wadah gerakan perjuangan yang terbebas dari pragmatisme politik yang sedang porak-poranda seperti yang terjadi saat ini. Untuk itulah gerakan mahasiswa pembebasan hadir yang secara konsisten berupaya mencabut sistem kapitalisme yang menjadi akar penyakit, kemudian menggantinya dengan Islam secara totalitas. Cepat atau lambat, secara pasti perjuangan ini akan sampai pada titik waktunya untuk menghadirkan kembali sistem Islam yang berasal dari Allah Swt, yaitu Khilafah Islamiyah. Yang telah dijanjikan Allah dan rasul-Nya.
Maka kami juga mengingatkan kaum Muslim terhadap ayat al-Quran,
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu ”. (QS. An-Anfal: 24)

Read More......

buletin edisi 15

0 komentar

100 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL
IDENTIK DENGAN KEBANGKRUTAN

Sejarah menulis bahwa kebangkitan nasional, dalam arti munculnya kesadaran untuk bangkit merdeka melawan penjajahan, dilakukan oleh sebuah organisasi kecil yang bernama Budi Oetomo. 20 Mei terlanjur diakui sebagai hari kebangkitan nasional dan proses reproduksi atas pengakuan tersebut tetap berjalan karena mendapat legitimasi yang lebih dari pembelajaran tekstual sejarah kebangsaan selama ini.
Benarkah demikian? Jauh sebelum Budi Oetomo, sesungguhnya telah berdiri Syarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi Syarikat Islam (SI) di bawah kepemimpinan HOS Cokroaminoto. Gerakan ini berskala nasional. Tercatat

di 18 wilayah di seluruh Indonesia. Tujuan perjuangannya juga tegas. Mengusir penjajah dengan semangat Islam. Tapi dalam pentas sejarah, itu semua tidak disebut. Mengapa? Adakah penyimpangan sejarah yang dilakukan secara sengaja untuk menutupi peran Islam dalam kebangkitan nasional? Dimana sebenarnya peran Islam dalam sejarah kebangkitan Indonesia?
Situs eramuslim.com sekurangnya sudah tiga kali memuat tentang organisasi Boedhi Oetomo (BO) dan memaparkan bahwa organisasi ini sama sekali tidak berhak dijadikan tonggak kebangkitan nasional karena BO sama sekali tidak pernah mencita-citakan kemerdekaan, pro-penjajahan yang dilakukan Belanda, dan banyak tokohnya anggota aktif Freemasonry yang merupakan organisasi pendahulu dari Zionisme. Seharusnya, tonggak kebangkitan nasional disematkan pada momentum berdirinya organisasi Syarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam (SI) pada tahun 1905, tiga tahun sebelum BO.
Sebab itu, agar kita lagi-lagi tidak salah menganggap tahun 2008 ini sebagai Momentum 1 Abad Kebangkitan Nasional, makaperlu kita luruskan pemahaman sejarah agar kebenaran tetaplah kebenaran, dan sama sekali tidak akan goyah walau dengan alasan politis sekali pun. Sejarah adalah History, bukan His-Story!
Penghinaan Terhadap Perjuangan Umat Islam
Dipilihnya tanggal 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sesungguhnya merupakan suatu penghinaan terhadap esensi perjuangan merebut kemerdekaan yang diawali oleh tokoh-tokoh Islam.
KH. Firdaus AN, mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam kelahiran Maninjau tahun 1924 menegaskan“BO tidak memiliki andil sedikit pun untuk perjuangan kemerdekaan, karena mereka para pegawai negeri yang digaji Belanda untuk mempertahankan penjajahan yang dilakukan tuannya atas Indonesia. Dan BO tidak pula turut serta mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemedekaan, karena telah bubar pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis, di mana hanya orang Jawa dan Madura elit yang boleh menjadi anggotanya. Orang Betawi saja tidak boleh menjadi anggotanya.
Mengungkap penyimpangan sejarah, memang kita harus prihatin dengan penetapan 20 mei 1908 berdirinya budi utomo sebagai hari kebangkitan nasional(HKN). Tetapi persoalan umat Islam di indonesia tak sekedar kekacauan dalam penetapan hari kebangkitan, karena peringatan hari-hari yang lain juga banyak bermasalah ditinjau dari awal mula hari itu, dari hari kartini, hari pendidikan nasional, hari buruh, hari kesaktian pancasila, hari AIDS, hari ibu dan banyak lagi. Itu baru dari segi hari, apalagi jika dilihat dari segi kondisi real rakyat hari ini seperti kemelaratan, perusakan akidah, peracunan pemikiran Barat dll.
Kondisi sekarang
Seabad sudah tonggak cita-cita bangsa ditancapkan dan panji-panji kebangkitan dikibarkan. Namun, nyatanya realitas hari ini tidak sesuai dengan harapan. Berbagai bencana dan krisis silih berganti menyapa bangsa Indonesia. Muncul pertanyaan, apa yang menyebabkan hal ini terjadi pada Indonesia, sebuah negara besar dengan penduduk yang banyak pula. Kebangkitan bangsa yang dimanifestasikan seabad silam masih jauh panggang dari api. Yang ada adalah kebangkrutan bangsa karena banyaknya komprador-komprador asing dan antek-antek kapitalis yang menggerogoti kekayaan bumi Indonesia. Hutan dijarah, tanah digali. Hasilnya diangkut ke luar negeri. Di tengah kesulitan hidup yang kian melilit rakyat, di tengah kemiskinan yang kian menjadi, di tengah keputus-asaan rakyat banyak yang kian membuncah, di tengah himpitan kemelaratan, di tengah pesta korupsi dan mark-up anggaran negara yang dilakukan para pejabat negara, Para elit malah berpesta pora. Jika salah satu syair dari Taufiq Ismail berjudul “Malu Aku Jadi Orang Indonesia’, maka sekarang ini judul syair tersebut bertambah relevan. Betapa memalukannya sebuah bangsa yang katanya sudah seabad merayakan hari kebangkitannya ternyata masih saja berada pada kondisi kebangkrutan.
Inilah realitas kebangkrutan bangsa hari ini. Bangsa Indonesia telah lama mengidap penyakit akut tidak mandiri dan tidak percaya diri. Semua selalu bergantung kepada asing, yang pada akhirnya rakyat jualah yang ditimpa seribu kemalangan.
Pada dasarnya setiap rakyat Indonesia memang ingin negeri ini bangkit dan berkembang lebih maju dari yang ada sekarang. Soalnya adalah bagaimana kebangkitan itu bisa diraih? Jalan apa yang harus ditempuh? Apa yang semestinya menjadi landasan untuk bangkit? Dan, sebenarnya kebangkitan seperti apa yang diinginkan, serta bagaimana evaluasi terhadap segala usaha yang telah ditempuh selama ini guna membawa negara ini menuju kebangkitan?
Melihat Akar masalah
Keterpurukan bangsa ini bukanlah semata karena kelemahan kita bangsa indonesia, akan tetapi juga merupakan agenda para kafir penjajah yang memang menginginkan kita selalu berada dalam keterbelakangan. Hal ini mereka lakukan agar kepentingan mereka dinegeri ini dapat berjalan mulus yaitu mengeruk kekayaan bangsa ini. Dengan berbagai cara mereka melakukan penjajahan. Armahedi Mahzar, seorang futurology Islam Indonesia dari ITB, dalam bukunya Revolusi Integralisme Islam, pernah menyatakan terdapat tiga bentuk penjajahan: pertama menggunakan senjata untuk menduduki wilayah-wilayah fisik pada era kebudayaan lisan dan tulisan; kedua dengan ekonomi dan ideologi untuk menguasai perilaku dan kesadaran manusia dalam era kebudayaan cetak; ketiga adalah dengan imagologi untuk menguasai bawah sadar jiwa manusia-manusia yang hendak dijajahnya dalam era kebudayaan elektronik.
Penjajahan bentuk pertama adalah imperialisme kuno yang telah lama bangkrut karena besarnya perlawanan fisik bangsa terjajah. Penjajahan yang berlangsung saat ini adalah neo-imperialisme berupa penjajahan bentuk kedua dan ketiga. Yaitu dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran menyesatkan yang dibungkus sedemikian rupa sehingga kelihatan baik untuk dijalankan. Diantaranya pemikiran demokrasi busuk dalam bidang politik, liberalisasi dan privatisasi dibidang ekonomi, pluralisme dan sekularisme dibidang agama dll, sehingga Bangsa-bangsa yang terjajah tidak menyadari bahwa penjajahan masih merongrong dan bercokol melalui perpanjangan tangan birokrasi dan peran negara yang sangat pro-negara imperialis dan semakin menyengsarakan rakyat.
Oleh karena itu permasalahan yang menimpa negeri ini bukanlah semata terletak pada kesalahan aparatur pemerintahan yang tidak amanah, akan tetapi lebih disebabkan kesalahan memilih sistem yang dijalankan untuk mengatur negara ini. Maka perubahan yang akan kita usung tersebut tidak cukup dengan hanya mengganti pemimpin2 saja (reformasi) tapi sistem yang diterapkan juga diruntuhkan lalu diganti dengan sistem yang baru (revolusi). Sekali lagi mengapa kita harus melakukan perubahan yang revolusioner karena hanya dengan revolusi kita akan mampu keluar dari keterpurukan ini. Diantara contohnya :
• Kebangkrutan di akidah; berbagai macam aliran sesat dan penodaan agama yang bermunculan saat ini bahkan sulit untuk diberantas dikarenakan sistem beragama di negara ini menganut pluralisme dan HAM yang membenarkan dan melindungi setiap kepercayaan. Jadi ini bukanlah semata kelambanan pemerintah yang memang sudah lamban.
• Kebangkrutan di bidang ekonomi; maraknya kebijakan ekonomi yang pro liberalisasi, privatisasi, menaikkan BBM, pencabutan subsidi dll yang sejatinya merugikan rakyat dikarenakan tuntutan sistem ekonomi liberal-kapitalis yang diterapkan saat ini. Sekali lagi ini bukanlah semata kesalahan pemerintah yang memang sudah salah.
• Kebangkrutan di bidang politik; KKN yang sudah jadi tren, kenaikan gaji dan tunjangan pejabat disaat rakyat menderita, pilkada yang ricuh, kasus suap dll disebabkan buah dari sistem demokrasi busuk yang dipakai oleh negara ini, jadi ini bukanlah sekedar ulah kebusukan para pejabat yang memang sudah busuk.
• Kebangkrutan di bidang moralitas; maraknya pornogafi, pornoaksi, pelacuran, pelecehan seksual, abrosi, pengidap HIV/AIDS yang terus meningkat dll dikarenakan sistem sosial Hak Asasi Manusia (HAM) yang diterapkan bangsa ini, jadi bukanlah semata lambannya pemerintah dalam memberantasnya sebab mereka juga menikmatinya menarik pajaknya bahkan menjadi pelanggan.
• Kebangkrutan di bidang pendidikan; rendahnya kualitas lulusan, tawuran antar pelajar dan mahasiswa, mahalnya biaya pendidikan dll disebabkan sistem pendidikan sekuler-materialistik yang dijalankan. Jadi bukan semata ketidakbecusan pemerintah yang memang tidak becus mengurus pendidikan ini.
• Kebangkrutan di bidang hukum; meningkatnya angka criminalitas, narkoba, pemerkosaan, perampokan, kasus penipuan dll disebabkan sistem hukum buatan manusia (kafir penjajah) yang diterapkan bangsa ini, jadi bukan lemahnya aparat penegak hukum.
Sekarang sudah jelas bahwa mustahil kita menuntut bubarkan aliran sesat sedangkan ide HAM masih kita pakai, mustahil kita menuntut tolak kenaikan BBM tapi sistem liberal masih kita anut, mustahil kita berharap KKN diberantas sementara Demokrasi busuk ini masih kita percayai, mustahil kita berharap pornografi diberantas sementara ide HAM masih kita pakai, mustahil lulusan ber IPTEK dan IMTAQ kita peroleh kalau sistem pandidikan sekuler materialistik masih kita terapkan, mustahil kriminalitas dapat dicegah kalau sistem hukum kafir penjajah ini masih dijalankan.
khatimah
Walhasil akar persoalan negeri ini adalah diterapkannya sistem yang berlandaskan sekularisme(pemisahan agama di segala bidang). Maka sebagai solusi menuju kebangkitan, harus dilakukan perubahan secara aktif-mendasar dan revolusioner Yaitu dengan mengganti penguasa yang tidak amanah sekaligus sistem yang bobrok ini diganti dengan diterapkannya syariah islam diseluruh aspek kehidupan, baik dibidang politik pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, perundang-undangan, pergaulan bahkan militer. Sistem yang baik adalah berasal dari zat yang maha baik itulah syriah islam dengan institusi politiknya khilafah islamyah sedangkan penguasa yang baik adalah yang mau tunduk pada sistem tersebut.
Ada tiga alasan mengapa kita mesti memperjuangkan penegakan syariah Islam ini
Pertama, merupakan sebuah kewajiban sebagai mana firman Allah :
Siapa saja yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah,mereka itulah orang-orang yang zhalim ( QS al-maidah 45)
Kedua, merupakan janji Allah firman Nya :
Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dan beramal shaleh diantara kamu. Bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia redhai.dan Dia benar-benar mengubah keadaan mereka setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Meraka tetap menyembahKu dan tidak mempersekutukanKu dengan sesuatupun. Tapi barang siapa yang kafir setelah janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik. ( QS an-nur 55)
Ketiga, Merupakan solusi, dalam surat al-a’raf ayat 96 allah berfirman :
sekiranya penduduk bumi beriman dan bertaqwa, niscaya kami akan menurunkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami sehingga kami siksa mereka karena perbuatannya itu.
Oleh karena itu perjuangan syariah Islam bukanlah suatu pilihan seorang muslim seperti pemahaman kebanyakan umat Islam sekarang, tapi merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. perjuangan ini juga bukan sebuah khayalan atau mustahil tercapai seperti dikatakan kelompok anti islam bahkan juga umat islam yang pemalas dalam berjuang akan tetapi ini merupakan janji Allah yang pasti terwujud. Syari’at islam ini juga bukanlah sesuatu yang menakutkan, berbahaya sehingga mesti dihalangi seperti yang dikhawatirkan para Islamphobia akan tetapi Islam adalah rahmat dan solusi sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam ayatnya tadi.
Peran penting gema pembebasan dalam membangkitkan bangsa ini adalah meningkatkan taraf berpikir hingga masyarakat sadar dan bergerak bersama menuju kebangkitan berdasarkan akidah dan syariat Islam. Dengan kata lain, peran utamanya terletak pada bidang fikriyah (pemikiran/intelektualitas) dan siyasiyah (politik/pengurusan urusan rakyat). Gema pembebasaan berjuang untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan dan keterjajahan serta berupaya menjadikannya negara besar dan kuat yang mampu menyatukan dunia Islam dalam kekhilafahan. Akhirnya, kami mengajak berbagai komponen mahasiswa dan masyarakat untuk berjuang bersama menuju kebangkitan hakiki.

Read More......

buletin edisi 12

0 komentar


GERAKAN MAHASISWA DAN WACANA DEMOKRASI

Ketika kita mencoba melakukan survei tentang istilah yang paling populer dikalangan pergerakan/aktivis mahasiswa saat ini, maka kata Demokrasi akan berada pada peringkat teratas. Sebagai sebuah ide, demokrasi telah terlanjur menjadi maskot yang disakralkan; sebagai sebuah wacana, demokrasi sejak kelahirannya telah dianggap sebagai berkah bagi kehidupan; begitu pula sebagai sebuah sistem, demokrasi telah mendorong manusia untuk berusaha mewujudkannya. Apakah benar bahwa ide ini akan menjadi solusi atas persoalan bangsa saat ini sehingga harus diperjuangkan? Apakah benar bahwa demokrasi memberikan kebaikan untuk manusia atau malah sebaliknya?


sangat perlu kiranya kita menjernihkan pemahaman dan menetapkan suatu frame yang benar dalam memaknai suatu ide. Karena dari kesalahan pada tataran ini bisa melahirkan pemahaman tentang demokrasi yang keliru, yang tentu berpengaruh buat kita dalam memberikan apresiasi yang obyektif. Demokrasi adalah suatu ide yang memiliki latar belakang historis yang unik, yakni di Eropa pada abad 1350 M -1600 M (walaupun jauh jauh sebelumnya sekitar abad 6-3 SM telah dikenal sistem demokrasi langsung di Yunani). Pada saat itu terjadi pergolakan yang melibatkan para penguasa di Eropa yang mengklaim bahwa penguasa adalah wakil Tuhan di muka bumi dan berhak memerintah rakyat berdasarkan kekuasaannya, sehingga terjadi kesewenang-wenangan dan kezaliman terhadap rakyat. dalam hal ini pendeta-pendeta menjadi corong penguasa sekaligus menjadi alat legitimasi setiap kebijakan yang dikeluarkannya. Untuk menutupi kesalahannya, penguasa juga telah menutup gerak para ilmuwan yang berusaha menyuarakan pertentangannya dengan pendapat penguasa dan kaum gerejawan (contoh kasus; dipenggalnya Galileo Galilei). akhirnya muncul kekuatan dari poros lain yang dimotori oleh para filosof dan ilmuwan yang berusaha untuk merubah keadaan. Mereka mulai membahas tentang perlunya pemerintahan yang dikendalikan oleh rakyat. Namun karena seimbangnya kekuatan kedua kubu sehingga yang lahir adalah kompromistik yang juga melatarbelakangi kelahiran faham sekularisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Agama hanya ditempatkan sebagai bentuk ritual manusia dengan Tuhan sedang untuk kehidupan diatur sepenuhnya oleh manusia. Otomatis karena kekosongan aturan ditengah manusia maka lahirlah ide Demokrasi ini, jadi sudah jelas dari sejarah kelahirannya demokrasi bertentangan dengan Islam.
Dalam negara demokrasi, rakyatlah yang berdaulat, artinya merekalah yang memiliki suatu kemauan (Rousseau; peletak teori kedaulatan rakyat). Aktualisasi kehendak tersebut dapat dilihat dari kebebasannya dalam membuat hukum/UUD dan aturan yang diterapkan ditengah masyarakat. Rakyat dapat mengubah sistem ekonomi, politik, budaya, sosial, dan apapun yang sesuai dengan kehendaknya. Jangan pernah berharap dalam demokrasi akan dikenal pertimbangan halal dan haram, yang ada adalah apakah itu mendatangkan manfaat atau tidak. Walhasil, dalam demokrasi, rakyat yang dijadikan sebagai 'Tuhan”. Karenanya esensi dari demokrasi yang diakui sendiri oleh penganutnya yakni suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi, Vox Dei). Untuk lebih menjernihkan lagi, maka perlu ditambahkan beberapa substansi mendasar dari demokrasi, diantaranya: Konsep pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi, kebenaran adalah yang didukung oleh suara terbanyak, baik secara mufakat atau voting. Misalnya, lokalisasi pelacuran itu haram dan terlarang. Namun dalam demokrasi hal itu bisa jadi halal karena mayoritas mereka yang duduk ”disana” mengatakan boleh. Dari kelemahan ini, maka berkembangkanlah teori Machiavelli yang menghalalkan segala cara untuk meng-Goal-kan setiap aturan yang diinginkan. Menggunakan politik uang, politik belah bambu, manipulasi suara, bahkan sampai tindakan intimidasi adalah fenomena yang wajar dalam demokrasi. Adanya kemustahilan untuk melahirkan suatu aturan yang merupakan representasi seluruh rakyat maka dibuatlah lembaga perwakilan yang diharap bisa mengakomodir suara rakyat. Sampel bisa dilihat di Indonesia yang memiliki penduduk lebih 220 juta hanya diwakili oleh sekitar 550 orang di lembaga legislatif. Siapa pun yang mau jujur, maka akan mengatakan bahwa demokrasi bukanlah pemerintahan rakyat, tetapi lebih tepat dikatakan pemerintahan rakyat minoritas (wakil rakyat). Mengutip apa yang dikatakan oleh Gatano Mosca, Clfrede Pareto, dan Robert Michels, cenderung melihat demokrasi sebagai topeng ideologis yang melindungi tirani minoritas atas mayoritas.
Demokrasi sebagai ide yang mengandung banyak kecacatan dan kerusakan didalamnya, tetapi bisa eksis bahkan senantiasa diperjuangkan lebih dikarenakan ide ini dipaksakan untuk diterima oleh pengusung demokrasi. Untuk menutupi kubusukannya maka demokrasi akan senantiasa melakukan reinkarnasi-reinkarnasi yang mengesankan bahwa ide ini bisa diterima kapan saja dan oleh siapa saja. Ketika demokrasi dibenturkan dengan sosialisme, maka muncullah gagasan keadilan sosial dan sosialisme negara yang merupakan mix idea yang justru melahirkan ketidak jelasan. Begitu pula untuk menarik umat Islam yang secara diametral bertentangan dengan demokrasi yang beraqidah kedaulatan justru ditangan Allah, maka lewat mulut orang Islam sendiri yang telah teracuni pemikirannya mengatakan bahwa Islam tidak berseberangan dengan demokrasi karena katanya dalam Islam pun mengakui demokrasi dengan adanya musyawarah. Sungguh sangat disayangkan ketika ada umat Islam yang menerima pendapat ini. Musyawarah memang dikenal dalam Islam, begitu pula kejujuran, keadilan, kasih sayang, toleransi, juga ada dalam Islam. Tetapi tentu itu bukan alasan kita mengatakan Islam itu sama dengan demokrasi, atau Islam itu sama dengan agama lain dan ajaran-ajaran yang menawarkan konsep humanis serta moralitas. Sebagaimana kita tidak mau dikatakan sama dengan monyet hanya dikarenakan kita sama-sama punya mata, hidung, telinga, ataukah suka makan pisang.
Namun, justru adanya kecenderungan inkonsisten dan ambivalensi seperti ini menjadi bukti kegagalan demokrasi dalam mengatur manusia. Ketika demokrasi selalu ditampilkan dengan wajah keadilan, lalu mengapa penolakan sebagian besar masyarakat terhadap kenaikan BBM yang terbukti sangat tidak logis justru tidak mau digubris demi menyenangkan para kapitalis-kapitalis haus darah? Begitu pula ketika Demokrasi mengusung kebebasan, lalu mengapa ruang gerak kaum muslim untuk menjalankan ibadahnya secara total selalu dibatasi.
Bahkan saat ini demokrasi hanya dijadikan sebagai alasan yang cantik bagi negara-negara besar (red:Amerika). Dengan slogan atas nama demokratisasi, Amerika menyerang Afganistan dan Iraq yang telah memakan ratusan ribu korban, kasus penyiksaan yang sangat biadab terhadap tawanan Irak. Tidak berbeda dinegara-negara pengusung demokrasi yang lain seperti di Eropa, bagaimana ruang untuk beragama bagi penduduk Islam disana menjadi sempit karena pelarangan memakai jilbab seperti di Francis dan beberapa negara Eropa lainnya. Dibolehkannya kehidupan abnormal, Guy dan Lesbian yang justru dalam dunia binatang tidak kita dapatkan. Penegakan hukum yang jauh dari keadilan, Atas nama demokrasi Palestina yang hanya membela diri disebut teroris, sementara Israel yang terus menerus menggempur Palestina dinamai “membela hak”. Lantas dari catatan-catatan tadi, apa yang kita harap dari demokrasi…? Jangan sampai cita-cita menuju masyarakat demokrasi yang senantiasa diagungkan adalah cita-cita kosong dan membual dikarena merupakan ide utopis yang tidak akan pernah terwujud. Marilah kita jujur untuk menilai!!!

Rekonstruksi Paradigma Gerakan Mahasiswa
Siapapun dia tidak bisa memungkiri, bahwa gerakan mahasiswa memiliki peranan yang cukup berarti dalam perjalanan bangsa ini. Setumpuk predikat filosofis pun dikalungkan buat mahasiswa; mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change), kontrol sosial (social control), kekuatan moral (moral force), cadangan potensial (iron stock), dan sebagainya. Akan tetapi predikat itu hanyalah menjadi ungkapan romantisme belaka.
memang kita akan melihat bahwa mahasiswa adalah bagian dari komponen yang telah terbodohkan dengan demokrasi. Mereka hampir sepakat bahwa demokrasi adalah ide yang baik untuk diambil hingga akhirnya menjadi nilai nilai yang mewarnai perjuangannya. Setidaknya mahasiswa masih akan berkilah jika diperhadapkan dengan keburukan dan kegagalan demokrasi, bahwa bangsa Indonesia memang masih pada tahap belajar berdemokrasi atau transisi demokrasi. Padahal negara demokrasi sendiri hanya ada dalam komik-komik yang dikarang oleh tokoh-tokoh Barat dan para Islamofhobia. Kemudian mahasiswa (termasuk mahasiswa muslim) ikut-ikutan latah seperti apa yang dikatakan mereka. Akibatnya gerakan mahasiswa tidak lagi memiliki orientasi yang sejalan dengan ide-ide Islam sebagai ide terbaik yang seharusnya menjadi Value of objektif bagi pergerakan mereka. Ironis memang!
Kawan-kawan mahasiswa, mari kita saksikan bahwa terdapat beberapa hal yang menjadi faktor kerancuan dari gerakan mahasiswa saat ini yang sekaligus sebenarnya menjadi faktor dari berbagai macam kegagalankegagalan pencapaian usaha mahasiswa.

1. Ide yang Tidak Jelas.
Mahasiswa tidak mampu menampilkan diri sebagai insan yang cerdas, lebih bersifat emosional tapi non konseptual. Banyak bermain pada wilayah kritik auto kritik tapi kering akan solusi. Ketika Barat menyerukan demokratisasi, mahasiswa pun menyerukan hal yang sama. Ketika Barat menyerukan pluralisme, mahasiswa pun latah dengan apa yang dikatakan pihak Barat. Yang lebih disayangkan ketika gerakan mahasiswa justru menjadi pelanggeng sistem status quo yang jelasjelas telah busuk dan tidak layak dipelihara. Lagilagi karena mahasiswa tidak memiliki pemikiran dan konsep yang jelas.

2. masih menyerukan Reformasi.
Metode mereka lebih bersifat tambal sulam (reformasi) atas sistem saat ini. solusi yang ditawarkan tidak lebih dari sebuah upaya yang mempercantik rongsokan 'mobil' yang berkarat. Mereka masih berharap untuk memperbaiki sistem demokrasi ini, padahal itu mustahil akan tercapai. Perubahan yang harus kita lakukan adalah perubahan mendasar (revolusi/Taghyir) dan menyeluruh yaitu mengganti sistem busuk tersebut. Sebab dasar mengapa negara ini bobrok adalah akibat sistem demokrasi ini, bukan Cuma kesalahan dari pejabat nagara. Karena dasarnya saja sudah salah apalagi cabang-cabangnya. Bila kita masih saja menyerukan seruan-seruan yang hanya sebatas tegakan supremasi hukum, berantas KKN, tegakan keadilan, turunkan harga kebutuhan pokok, tolak BHMN, dsb. Tanpa membongkar asas kehidupannya yang sesat, sama saja kita mengakui diterapkannya system sekulerisme. Buanglah itu semua, karena ide-ide itu masih umum , sudah basi dan tidak menyentuh akar permasalahan yang ada.

3. Pragmatis.
Hal yang menonjol dalam sikap pragmatisme adalah ketundukan pada realita. Tampak misalnya pada pernyataan “demokrasi bukan sistem yang sempurna tapi kita tidak punya sistem yang lain” atau pernyataan dari aktivis pergerakan Islam lain“demokrasi memang bukan dari islam” tapi kalau kita tidak ikut dalam pemilu maka parlemen akan dikuasai orang-orang kafir” seakan-akan demokrasi adalah satu-satunya jalan untuk meraih kekuasaan. Ingatlah bahwa realitas tidak bisa kita jadikan dalil dalam menetapkan hukum melainkan objek yang harus dihukumi. Justru Islamlah yang seharusnya menjadi standar hidup bagi realitas umat ini. Allah Swt. berfirman

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu mengadili (menghukumi) manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu” (QS. An-Nisa' [4]: 105).

4. Tidak Ideologis.
Ideologi merupakan pandangan hidup yang menyeluruh yang akan menelurkan sebuah sistem bagi kehidupan manusia. Inilah simpul dari semua kerancuan gerakan mahasiswa muslim saat ini. Gerakan-gerakan mereka tidak dilandasi sebuah ideologi Islam yang jelas. Sehingga dapat kita saksikan, ide-ide yang diusung oleh sebagian gerakan mahasiswa lebih bersifat serabutan, dengan mencampurkan Ide-ide sekuler (demokrasi) dengan Islam. Akibatnya arah perjuangan merekapun tidak menentu. Konsep-konsep perubahan dan kebangkitan pun lebih banyak mengekor pada konsep-konsep Barat. Karena pemikiran mereka tidak lagi berhubungan dengan lingkungan, kepribadian, dan sejarah kaum muslimin, serta tidak lagi bersandar pada ideologi kita yaitu Islam. Oleh karena itu, kita yang karena telah terdidik seperti itu menjadi suatu kelompok asing di tengah-tengah umat, yang tidak lagi memahami keadaan kita dan hakikat kebutuhan umat Islam.

Sikap Seharusnya
Kita menentang negara demokrasi bukan berarti setuju dengan tirani, Bentuk negara dalam Islam itu bukan republik-demokrasi, bukan kerajaan, bukan kekaisaran dll, jadi satu-satunya institusi politik Islam itu adalah Khilafah Islam yang menerapkan syari'ah Islam yang kaffah. Maka sikap gerakan mahasiswa seharusnya adalah membongkar segala kebohongan demokrasi tersebut dan memutus kepercayaan masyarakat pada sistem ini termasuk juga pada penguasa yang korup tersebut. memberikan opini pada masyarakat bahwa pemilu-pemilu yang akan diadakan tidak akan membawa perubahan selama sistemnya masih demokrasi.
Ketika masyarakat dan umat Islam sudah punya kesadaran akan bobroknya sistem ini, maka ketika itulah mereka tidak percaya lagi akan pemilu-pemilu yang diadakan, bahkan mereka tidak akan mau lagi untuk memilih satu partai pun. Tapi hal ini bukan berarti pemerintahan akan dikuasai orang-orang kafir dan sekuler seperti yang dicemaskan oleh kalangan aktivis gerakan Islam. Justru itulah yang kita harapkan, yaitu ketika rakyat tidak lagi memilih (golput) bukan berarti sama sekali tidak punya sikap politik (apolitik). Justru pada keadaan seperti itulah rezim demokrasi sekuler ini akan runtuh/tumbang karena rakyat yang sudah tersadarkan itu akan menuntut revolusi yaitu pergantian sistem dengan yang baru, yakni khilafah islam. Itulah seharusnya metode yang ditempuh pergerakan mahasiswa Islam.

Khatimah
Ketahuilah kawan-kawan mahasiswa, Sesungguhnya menjadikan demokrasi sebagai citacita dan standar perjuangan adalah kekeliruan besar mahasiswa/lembaga/gerakan mahasiswa dan akan selamanya menjadi faktor kegagalan demi kegagalan yang kita dapatkan. Khusus untuk rekanrekan mahasiswa muslim, Islam tidak bisa dikompromikan dengan ide-ide yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam (baca: Demokrasi). Islam adalah ideologi kita yang mampu memberikan solusi pada semua permasalahan umat manusia. Ke depan, gelombang perubahan dan benturan ideologi akan semakin terasa, Islam akan menantang dan meruntuhkan Kapitalisme-Sekuler dan Sosialisme-Komunis. Tinggal kita serukan kepada kawan-kawan mahasiswa, apakah anda masih berjuang dibalik demokrasi kufur ini atau dibalik perjuangan Islam? Kami tau kawan-kawan adalah orang-orang yang ikhlas memperjuangkan Islam, tapi ikhlas saja tidak cukup karena itu metode perjuangannya pun harus juga sesuai dengan syari'at Islam. Memperjuangkan demokrasi adalah hal yang sia-sia (utopis) dan dimurkai Allah. Memperjuangkan Islam mendapat ridha dari Allah. Wallahu A'lam Bishowab

Read More......

Senin, Januari 19

Mengenal GEMA Pembebasan

1 komentar

Gerakan Mahasiswa Pembebasan
Mahasiswa dengan idealismenya memiliki potensi yang cukup besar dalam proses perubahan sosial dan politik. Akan tetapi selama ini mahasiswa banyak diwarnai oleh berbagai gerakan yang tidak atau kurang berani dalam mengedepankan ideologi Islam.
Oleh karena itu diperlukan sebuah jaringan dakwah kampus se-Indonesia untuk mengkampanyekan pemikiran-pemikiran Islam dan solusi-solusi Islam atas segala permasalahan serta untuk melahirkan kader-kader dakwah mahasiswa yang suatu saat akan terjun ke masyarakat.
Jaringan inilah yang kemudian diberi nama Gerakan Mahasiswa Pembebasan atau disingkat Gema Pembebasan




Gema Pembebasan resmi dibentuk pada tanggal 28 Februari 2004 bertempat di Aula Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia. Saat itu juga diresmikannya Website Gema Pembebasan dengan alamat http://www.gemapembebasan.or.id yang menjadi salah satu sarana publikasi opini dan ide-ide Gema Pembebasan. Setelah terbentuk, organisasi ini terus menyebar di Indonesia mulai tingkat pusat hingga perguruan tinggi dengan membentuk struktur baku Pengurus Pusat (PP), Pengurus Wilayah (PW), Pengurus Daerah (PD) dan Pengurus Komisariat (PK).

V I S I :
Menjadikan Ideologi Islam sebagai mainstream gerakan mahasiswa di Indonesia.

M I S I :
- Mengembangkan manajemen pengelolaan opini ideologi Islam sehingga memiliki daya gugah yang membangun kesadaran politik dan daya pembebas terhadap seluruh faktor yang membelenggu Islam.
- Membangun jaringan pergerakan Mahasiswa Islam ideologis di seluruh Indonesia.
- Mengembangkan sistem pendukung bagi transformasi ideologi Islam di kalangan mahasiswa dan pergerakan mahasiswa.
- Membentuk kader pergerakan mahasiswa Islam yang ideologis dan memiliki kemampuan dalam mengembangkan opini.

TUJUAN:
Terbentuknya opini Islam Ideologis di kalangan mahasiswa dan pergerakan mahasiswa di Indonesia.

K E G I A T A N
Sebagai organisasi mahasiswa Islam Ideologis,
Gema Pembebasan memiliki kegiatan antara lain :
- Penulisan dan penyebaran artikel serta buletin keislaman
- Mengadakan bedah buku
- Mengadakan kajian keislaman tematik dan kajian bahasa arab.
- Mengadakan outbound dan pelatihan
- Mengadakan dialog pemikiran
- Mengadakan seminar-seminar keislaman
- Menanggapi masalah-masalah yang aktual dengan sudut pandang Islam.
- Mengadakan acara bersama dengan Lembaga Dakwah kampus lainnya.
- Mengadakan aksi simpatik pada moment-moment tertentu.

Gerakan Mahasiswa Pembebasan Komisariat Universitas Hasanuddin atau disingkat Gema Pembebasan Unhas adalah organisasi mahasiswa ekstra kampus (OMEK) yang beranggotakan mahasiswa Islam di Unhas. Gema Pembebasan memiliki visi berupa tegaknya kehidupan Indonesia yang sesuai dengan aturan Islam dalam segala bidang. Sedangkan misinya adalah melakukan penyadaran melalui pembentukan opini Islam dan gerakan kongkrit di Unhas, yang meliputi civitas akademika perguruan tinggi dan masyarakat umum.

Bersatu, bergerak tegakkan ideologi Islam!

Read More......

Senin, September 22

MALAPETAKA AKIBAT HANCURNYA KHILAFAH

4 komentar

Sabda Rasulullah SAW :“...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim)Pendahuluan: Islam adalah agama sempurna yang tidak hanya mengatur aspek ibadah ritual, namun juga mengatur aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti aspek politik, ekonomi, pendidikan, militer, dan budaya. Karenanya wajar bila Islam mewajibkan eksistensi negara untuk merealisasikan semua aturan tersebut, sebab tanpa negara mustahil segala aturan bernegara dan bermasyarakat itu dapat terwujud.[1]



Secara praktis, kehidupan bernegara tersebut dipraktikkan langsung oleh Rasulullah SAW setelah beliau berhijrah ke Madinah (23 September 622 M). Pada saat itu beliau tidak hanya berfungsi sebagai Nabi, namun juga berfungsi sebagai penguasa (al hakim) dalam kepemimpinan negara (ri`asah ad daulah). Sebagai kepala negara, Rasulullah SAW menerapkan Syariat Islam di segala bidang di dalam negeri dan menyebarkan risalah Islam ke luar negeri melalui dakwah dan jihad fi sabilillah. Pada saat beliau wafat (12 Rabiul Awal 11 H / 6 Juni 632 M), fungsi kenabian terputus dan terhenti. Namun fungsi kepemimpinan negara terus dilanjutkan oleh para shahabat dalam sebuah sistem pemerintahan Khilafah Islamiyah.[2]

Khilafah inilah yang kemudian dengan berbagai pasang surutnya menghiasi sejarah Islam selama 13 abad hingga kehancurannya di tangan Mustafa Kamal --seorang antek-antek Inggris-- pada tanggal 3 Maret 1924 di Turki. Dengan demikian Mustafa Kamal telah mengokohkan sistem sekuler yang diadopsinya dari para imperialis, yakni sistem republik, yang telah diumumkan sebelumnya oleh Dewan Nasional Turki pada 29 Oktober 1922. [3]

Sikap Mustafa Kamal yang sangat keji itu sungguh merupakan aksi kriminal paling akbar pada abad ke-20 lalu, yang tercatat sebagai episode paling hitam dalam lembar sejarah umat Islam.[4] Betapa tidak, runtuhnya Khilafah sesungguhnya adalah pengkhianatan total terhadap Islam itu sendiri, sebab tegaknya Islam secara sempurna bergantung sepenuhnya pada eksistensi Khilafah.[5] Hancurnya Khilafah berarti berakhirnya penerapan Syariat Islam dalam segala aspek kehidupan dan terhentinya penyebaran risalah Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad fi sabilillah.[6] Hancurnya Khilafah berarti pula lunturnya jatidiri Islam yang hakiki sebagai ideologi dan sistem kehidupan. Islam pun akhirnya tidak lagi mengatur urusan-urusan publik, namun hanya menjadi agama yang bersifat pribadi yang hanya mengurusi ibadah ritual dan aspek moral[7], seperti halnya agama Kristen.

Runtuhnya Khilafah, dengan demikian, telah menjadi ummul jara`im, yakni biang segala malapetaka, kejahatan, dosa, dan kerusakan yang menimpa umat Islam.[8] Kiranya akan sulit kita memperkirakan betapa besarnya malapetaka dan kejahatan yang terjadi akibat hancurnya Khilafah itu.

Namun beberapa yang terpenting adalah[9] :

1. Umat Islam telah dipecah-belah menjadi negara-negara kerdil berdasarkan konsep nasionalisme dan patriotisme mengikuti letak geografis yang berbeda-beda, yang sebagian besarnya sebenarnya berada di bawah kekuasaan musuh yang kafir : Inggris, Perancis, Italia, Belanda, dan Rusia.

2. Di setiap negara boneka tersebut, kaum kafir telah merekayasa dan mengangkat para penguasa --dari kalangan penduduk pribuminya-- yang bersedia tunduk kepada mereka, untuk mentaati instruksi-instruksi kaum kafir tersebut dan menjaga stabilitas negerinya dengan cara menindas dan menyiksa rakyatnya secara kejam tanpa perikemanusiaan.

3. Kaum kafir segera mengganti undang-undang dan peraturan Islam yang diterapkan di negeri-negeri Islam dengan undang-undang dan peraturan kafir milik mereka.

4. Kaum kafir segera mengubah kurikulum pendidikan untuk mencetak generasi-generasi baru yang mempercayai pandangan hidup Barat, namun sebaliknya memusuhi Aqidah dan Syariat Islam, terutama dalam masalah Khilafah.

5. Perjuangan untuk mengembalikan Khilafah serta mendakwahkannya kemudian dianggap sebagai tindakan kriminal atau terorisme yang dapat dijatuhi sanksi oleh undang-undang.

6. Harta kekayaan dan potensi alam milik kaum muslimin telah dirampok oleh penjajah yang kafir, yang telah mengeksploitasi kekayaan tersebut dengan cara yang sejelek-jeleknya dan telah menghinakan kaum muslimin dengan sehina-hinanya.[10]

Ringkas kata, lenyapnya Khilafah adalah lenyapnya pemelihara agama Islam, sebab sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW, seorang Khalifah (Imam) –sebagai pemimpin negara Khilafah-- adalah bagaikan perisai atau benteng bagi Islam, umatnya, dan negeri-negeri Islam.

Sabda Nabi SAW :

“Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah ibarat perisai; orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR. Muslim, Abu Dawud, An Nasa`i, dan Ahmad) [11]
Maka atas dasar itu, tepatlah pernyataan Imam Al Ghazali mengenai strategisnya posisi Khilafah (as sulthan) bagi penerapan dan penjagaan Islam :

“...agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.” [12]

Memang, posisi strategis Khilafah itu sesungguhnya sangat jelas dan terang. Tanpa Khilafah, rusaklah umat Islam. Lenyaplah hukum-hukum Islam. Dan lahirlah berbagai malapetaka, bencana, dan kehinaan di segala bidang.

Namun kesadaran ini nampaknya belum dimiliki secara sempurna oleh kebanyakan umat Islam. Mareka masih banyak yang berdiam diri dan hanya berpangku tangan. Padahal jika mereka hanya berdiam diri, mereka akan turut memikul dosa besar akibat musnahnya Khilafah. Sebab keberadaan Khilafah merupakan salah satu kewajiban terbesar dalam agama Islam. [13]

Maka dari itu, tulisan sederhana ini hadir di tengah umat Islam dengan tujuan untuk menggambarkan berbagai malapetaka dan kerusakan di berbagai bidang kehidupan yang terjadi akibat hancurnya Khilafah. Mudah-mudahan dengan itu umat Islam dapat lebih giat dan bersemangat berjuang mengembalikan Khilafah di muka bumi. Di samping itu, mereka diharapkan dapat mengambil pelajaran (‘ibrah) dari tragedi mengenaskan ini, agar mereka tidak terjeblos lagi dalam peristiwa serupa di kemudian hari.

Allah SWT berfirman :

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS Al Hasyr : 2)

Rasulullah SAW bersabda :

“Janganlah seorang mukmin sampai dipatuk (ular) dalam satu lubang yang sama dua kali.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dari Abu Hurairah.).[14]

Berbagai Malapetaka Akibat Hancurnya Khilafah

Sungguh, hancurnya Khilafah telah melahirkan banyak malapetaka, musibah, bencana, dan kerugian yang tak terhitung lagi atas umat Islam di seluruh dunia. Yang dijelaskan dalam tulisan ini tentu saja hanyalah contoh-contoh yang sedikit saja dari jumlah kerusakan yang sangat banyak.

Berbagai malapetaka tersebut secara garis besar berupa :

1. Malapetaka ideologi,
2. Malapetaka politik,
3. Malapetaka ekonomi,
4. Malapetaka peradilan,
5. Malapetaka pendidikan
6. Malapetaka pemikiran,
7. Malapetaka dakwah,
8. Malapetaka sosial budaya.[15]


2.1. Malapetaka Ideologi

Setelah hancurnya Khilafah, Mustafa Kamal dengan tangan besi menjalankan ajaran-ajarannya yang dikenal dengan Kemalisme, yang berisi 6 (enam) sila : republikanisme, nasionalisme, populisme (popular sovereignty), sekularisme, etatisme, dan revolusionisme.[16]

Yang paling kontroversial adalah paham sekularisme yang jelas bertentangan secara frontal dengan Islam. Pengambilan dan penerapan sekularisme inilah yang selanjutnya melahirkan perilaku tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir) di kalangan umat Islam. Inilah malapetaka ideologi yang paling menonjol akibat hancurnya Khilafah.

Berikut sekilas ulasannya.
Pertama, Umat Islam terperosok ke dalam sistem kehidupan berasaskan paham sekularisme.
Sekularisme (secularism) menurut Larry E. Shiner berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti “segenerasi, seusia, seabad”. Kemudian dalam perspektif religius saeculum dapat mempunyai makna netral, yaitu “sepanjang waktu yang tak terukur” dan dapat pula mempunyai makna negatif yaitu “dunia ini”, yang dikuasai oleh setan.[17] Pada abad ke-19 (1864 M) George Jacob Holyoke menggunakan istilah sekularisme dalam arti filsafat praktis untuk manusia yang menafsirkan dan mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari supernatural.[18]

Setelah itu, pengertian sekularisme secara terminologis mengacu kepada doktrin atau praktik yang menafikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara. Dalam Webster Dictionary sekularisme didefinisikan sebagai :

“A system of doctrines and practices that rejects any form of religious faith and worship" (Sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak bentuk apa pun dari keimanan dan upacara ritual keagamaan)

Atau sebagai :
"The belief that religion and ecclesiastical affairs should not enter into the function of the state especially into public education."

(Sebuah kepercayaan bahwa agama dan ajaran-ajaran gereja tidak boleh memasuki fungsi negara, khususnya dalam pendidikan publik). [19]

Jadi, sekularisme, secara ringkas, adalah paham pemisahan agama dari kehidupan (fashlud din ‘an al hayah), yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari negara dan politik.[20]

Secara sosio-historis, sekularisme lahir di Eropa, bukan di Dunia Islam, sebagai kompromi antara dua pemikiran ekstrem yang kontradiktif, yaitu pemikiran tokoh-tokoh gereja di Eropa sepanjang Abad Pertengahan (V-XV M) yang mengharuskan segala urusan kehidupan tunduk menurut ketentuan agama (Katolik); dan pemikiran sebagian pemikir dan filsuf –misalnya Machiaveli (w.1527 M) dan Michael Mountagne (w. 1592 M)-- yang mengingkari keberadaan Tuhan atau menolak hegemoni agama dan geraja Katolik. Jalan tengahnya, agama tetap diakui, tapi tidak boleh turut campur dalam pengaturan urusan masyarakat.[21]

Secara ideologis, sekularisme merupakan aqidah (pemikiran mendasar) yaitu pemikiran menyeluruh (fikrah kulliyah) mengenai alam semesta, manusia, dan kehidupan. Sekularisme dengan demikian merupakan qiyadah fikriyah bagi peradaban Barat, yakni pemikiran dasar yang menentukan arah dan pandangan hidup (worldview / weltanscahauung) bagi manusia dalam hidupnya. Sekularisme juga merupakan basis pemikiran (al qa’idah al fikriyah) dalam ideologi kapitalisme, yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lainnya, seperti demokrasi, nasionalisme, liberalisme (freedom), HAM, dan sebagainya.[22]

Jelaslah bahwa posisi paham sekularisme sangat mendasar sebagai basis ideologi kapitalisme, sebab sekularisme adalah asas falsafi yang menjadi induk bagi lahirnya berbagai pemikiran dalam peradaban Barat. Maka barangsiapa mengadopsi sekularisme, sesungguhnya ia telah mengadopsi pemikiran-pemikiran Barat secara keseluruhan.

Sekularisme adalah paham kufur, yang bertentangan dengan Islam.[23] Sebab Aqidah Islamiyah mewajibkan penerapan Syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan, seperti aspek pemerintahan, ekonomi, hubungan internasional, muamalah dalam negeri, dan peradilan. Tak ada pemisahan agama dari kehidupan dan negara dalam Islam. Karenanya wajarlah bila dalam Islam ada kewajiban mendirikan negara Khilafah Islamiyah.

Sabda Rasulullah SAW :
“...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim)[24]

Dari dalil yang seperti inilah, para imam mewajibkan eksistensi Khilafah. Abdurrahman Al Jaziri berkata :

“Para imam (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) –rahimahumulah— telah sepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu, dan bahwa tidak boleh tidak kaum muslimin harus mempunyai seorang Imam (Khalifah)...” [25]

Maka dari itu, runtuhnya Khilafah merupakan malapetaka yang sangat besar bagi umat Islam. Dampak buruknya bukan saja pada lenyapnya sistem pemerintahan Islam itu, namun juga pada merajalelanya berbagai pemikiran kufur dari ideologi kapitalisme. Malepataka ideologis ini merupakan malapetaka paling berat yang dialami oleh umat Islam, sebab sebuah ideologi akan dapat mengubah cara pandang dan tolok ukur dalam berpikir dan berperilaku. Umat Islam secara tak sadar akan memakai cara pandang musuh yang akan menyesatkannya. Inilah bunuh diri ideologis paling mengerikan yang banyak menimpa umat Islam sekarang, akibat hancurnya Khilafah.

Padahal, Rasulullah SAW sebenarnya telah mewanti-wanti agar tidak terjadi pemisahan kekuasaan dari Islam, atau keruntuhan Khilafah itu sendiri. Sabda Rasulullah :
“Ingatlah ! Sesungguhnya Al Kitab (Al Qur`an) dan kekuasaan akan berpisah. Maka (jika hal itu terjadi) janganlah kalian berpisah dengan Al Qur`an !” (HR. Ath Thabrani). [26]

Sabda Rasulullah SAW :

“Sungguh akan terurai simpul-simpul Islam satu demi satu. Maka setiap kali satu simpul terurai, orang-orang akan bergelantungan dengan simpul yang berikutnya (yang tersisa). Simpul yang pertama kali terurai adalah pemerintahan/kekuasaan. Sedang yang paling akhir adalah shalat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, dan Al Hakim).[27]

Kedua, Umat Islam telah menyerupai kaum kafir (tasyabbuh bi al kuffar) dengan menerapkan sekularisme.

Sekularisme mungkin saja dapat diterima dengan mudah oleh seorang beragama Kristen, sebab agama Kristen memang bukan merupakan sebuah sistem kehidupan (system of life). Perjanjian Baru sendiri memisahkan kehidupan dalam dua kategori, yaitu kehidupan untuk Tuhan (agama), dan kehidupan untuk Kaisar (negara).

Disebutkan dalam Injil :

"Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar, dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan" (Matius 22 : 21).

Dengan demikian, seorang Kristen akan dapat menerima dengan penuh keikhlasan paham sekularisme tanpa hambatan apa pun, sebab hal itu memang sesuai dengan norma ajaran Kristen itu sendiri. Apalagi, orang Barat –khususnya orang Kristen-- juga mempunyai argumen rasional untuk mengutamakan pemerintahan sekular (secular regime) daripada pemerintahan berlandaskan agama (religious regim), sebab pengalaman mereka menerapkan religious regimes telah melahirkan berbagai berbagai dampak buruk, seperti kemandegan pemikiran dan ilmu pengetahuan, permusuhan terhadap para ilmuwan seperti Copernicus dan Galileo Galilei, dominasi absolut gereja Katolik (Paus) atas kekuasaan raja-raja Eropa, pengucilan anggota gereja yang dianggap sesat (excommunication), adanya surat pengampunan dosa (Afflatbriefen), dan lain-lain.[28]

Namun bagi seorang muslim, sesungguhnya tak mungkin secara ideologis menerima sekularisme. Karena Islam memang tak mengenal pemisahan agama dari negara. Seorang muslim yang ikhlas menerima sekularisme, ibaratnya bagaikan menerima paham asing keyakinan orang kafir, seperti kehalalan daging babi atau kehalalan khamr. Maka dari itu, ketika Khilafah dihancurkan, dan kemudian umat Islam menerima penerapan sekularisme dalam kehidupannya, berarti mereka telah terjatuh dalam dosa besar karena telah menyerupai orang kafir (tasyabbuh bi al kuffar).

Sabda Rasulullah SAW:

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia adalah bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Dawud) [29]

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah mengatakan dalam syarahnya mengenai hadits ini:“Hadits tersebut paling sedikit mengandung tuntutan keharaman menyerupai (tasyabbuh) kepada orang kafir, walaupun zhahir dari hadits tersebut menetapkan kufurnya bertasyabbuh dengan mereka...” [30]

Dengan demikian, pada saat Khilafah hancur dan umat Islam menerapkan sekularisme dalam pemerintahannya, maka mereka berarti telah terjerumus dalam dosa karena telah menyerupai orang Kristen yang memisahakan urusan agama dari negara.[31] (Nauzhu billah min dzalik !)

2.2. Malapetaka Politik

Setelah hancurnya Khilafah, berbagai malapetaka politik menimpa umat Islam. Yang paling penting adalah : (1) diterapkannya sistem demokrasi, (2) terpecahbelahnya negeri-negeri muslim berdasar nasionalisme, (3), para penguasa negeri-negeri Islam didikte oleh negara-negara imperialis-kapitalis, (4) kekuatan militer di negeri-negeri Islam tunduk kepada kepentingan negara-negara imperialis-kapitalis, (5) berdirinya negara Israel di tanah rampasan milik umat Islam.

Pertama, Penerapan demokrasi yang memberikan hak membuat hukum kepada manusia, bukan kepada Allah.
Demokrasi adalah format sistem politik standar dalam ideologi kapitalisme, yang dipraktikkan dalam bentuk sistem pemerintahan republik. Ketika kehidupan mengalami sekularisasi, yakni agama tidak lagi mengatur berbagai urusan kehidupan, maka konsekuensinya manusia itu sendirilah yang membuat aturan kehidupan, bukan Tuhan (agama). Dari sinilah lahir demokrasi, yang memberikan kewenangan menetapkan hukum kepada manusia, bukan kepada Tuhan. Inilah makna hakiki dari prinsip kedaulatan (soreignty/as siyadah) di tangan rakyat.[32] Adapun berbagai dimensi makna dari demokrasi, seperti prinsip kekuasaan di tangan rakyat, adanya hak rakyat untuk memilih dan mengontrol penguasa, persamaan kedudukan di antara rakyat, penyebaran keadilan, kebolehan perbedaan pendapat, penyelenggaraan pemilu, dan sebagainya, sesungguhnya adalah ide-ide derivatif dan operasional yang tercabang dari prinsip substansialnya, yakni kedaulatan rakyat.

Maka dari itu, pada saat Khilafah hancur dan kemudian diterapkan demokrasi, artinya adalah bahwa manusia telah menggantikan peran Allah SWT sebagai pembuat hukum (Asy Syari’). Hukum-hukum Allah dibuang dan sebagai gantinya, diterapkan hukum-hukum buatan manusia. Sungguh, ini adalah malapetaka yang sangat besar. Sebab penerimaan dan penerapan demokrasi berarti tindak pengingkaran terhadap seluruh dalil yang qath'i tsubut (pasti sumbernya) dan qath'i dalalah (pasti pengertiannya) yang mewajibkan kaum muslimin untuk mengikuti hukum Allah dan membuang hukum thaghut buatan manusia. (Na'udzu billah min dzalik !)

Kewajiban di atas diterangkan oleh banyak ayat dalam Al Qur'an. Dan lebih dari itu, ayat-ayat yang qath'i tadi menegaskan pula bahwa siapa pun yang tidak mengikuti atau menerapkan hukum Allah, berarti dia telah kafir, dzalim, atau fasik.

Allah SWT berfirman :

"Siapa pun yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir." (Q.S. Al Maaidah : 44)

"Siapa pun yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang dzalim." (Q.S. Al Maaidah : 45)

"Siapa pun yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang fasik." (Q.S. Al Maaidah : 47)

Berdasarkan nash ayat di atas, maka siapa pun juga yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah, seraya mengingkari hak Allah dalam menetapkan hukum --seperti halnya orang-orang yang meyakini demokrasi-- maka dia adalah kafir tanpa keraguan lagi, sesuai nash Al Qur'an yang sangat jelas di atas. Hal ini karena tindakan tersebut --yakni tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah dan mengingkari hak membuat hukum yang dimiliki Allah-- berarti ingkar terhadap ayat-ayat yang qath'i dalalah. Padahal orang yang mengingkari ayat yang qath'i adalah kafir, dan ini disepakati oleh seluruh fuqaha.[33]

Karena itu, hancurnya Khilafah telah mendatangkan musibah besar karena kemudian terbukalah pintu lebar bagi negeri-negeri Islam untuk menerapkan ide demokrasi yang kufur. Sungguh sangat menyedihkan, negeri-negeri Islam itu telah menetapkan prinsip kedaulatan rakyat dalam konstitusi mereka, mengikuti format politik negara-negara Barat yang imperialis.[34]

Kedua, Negeri-negeri muslim terpecah-belah menjadi banyak negara berdasar paham nasionalisme.

Sebagai akibat tiadanya institusi pemersatu umat Islam, yakni Khilafah, kini umat Islam yang satu terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara berasaskan paham kebangsaan (nation-state). Ini adalah suatu kondisi yang sangat jauh dari tabiat asli umat Islam sebagai umat yang satu, yang wajib hidup dalam negara yang satu dengan seorang Khalifah yang satu.

Sungguh, sejarah telah membuktikan bahwa eksistensi negara-bangsa bagi Umat Islam adalah sebuah kondisi yang abnormal yang menghancurkan persatuan umat. Kaum muslimin tak pernah mengenal paham nasionalisme sepanjang sejarahnya sampai adanya upaya imperialis untuk memecah-belah negara Khilafah pada abad ke-17 M. Mereka melancarkan serangan pemikiran melalui para missionaris dan merekayasa partai-partai politik rahasia untuk menyebarluaskan paham nasionalisme dan patriotisme. Banyak kelompok missionaris –sebagian besarnya dari Inggris, Perancis, dan Amerika-- didirikan sepanjang abad ke-17, 18, dan 19 M untuk menjalankan misi tersebut. Namun saat itu upaya mereka belum berhasil. Namun pada tahun 1857, mereka mulai memetik kesuksesan tatkala berdiri Masyarakat Ilmiah Syiria (Syrian Scientific Society) yang menyerukan nasionalisme Arab. Sebuah sekolah misionaris terkemuka lalu didirikan di Syiria oleh Butros Al Bustani, seorang Kristen Arab (Maronit), dengan nama Al Madrasah Al Wataniyah. Nama sekolah ini menyimbolkan esensi misi Al Bustani, yakni paham patriotisme (cinta tanah air, hubb al-watan). Langkah serupa terjadi di Mesir, ketika Rifa'ah Badawi Rafi' At Tahtawi (w. 1873 M) mempropagandakan patriotisme dan sekularisme. Setelah itu, berdirilah beberapa partai politik yang berbasis paham nasionalisme, misalnya partai Turki Muda (Turkiya Al Fata) di Istanbul. Partai ini didirikan untuk mengarahkan gerak para nasionalis Turki. Kaum misionaris kemudian memiliki kekuatan riil di belakang partai-partai politik ini dan menjadikannya sebagai sarana untuk menghancurkan Khilafah.[35]

Sepanjang masa kemerosotan Khilafah, kaum kafir berhimpun bersama, pertama kali dengan perjanjian Sykes-Picot tahun 1916 ketika Inggris dan Perancis merencanakan untuk membagi-bagi wilayah negara Khilafah. Kemudian pada 1923, dalam Perjanjian Versailles dan Lausanne, rencana itu mulai diimplemetasikan. Dari sinilah lahir negara-negara Irak, Syria, Palestina, Lebanon, dan Transjordan. Semuanya ada di bawah mandat Inggris, kecuali Syria dan Lebanon yang ada di bawah Perancis. Hal ini kemudian diikuti dengan upaya Inggris untuk merekayasa lahirnya Pakistan. Jadi, semua negara-bangsa ini tiada lain adalah buatan kekuatan-kekuatan Barat yang ada di bawah mandat mereka.[36]

Munculnya negara-bangsa Indonesia juga tak lepas dari rekayasa penjajah menyebarkan nasionalisme dan patriotisme di Dunia Islam. Hal itu dapat dirunut sejak berdirinya negara-negara bangsa di Eropa pada abad ke-19. Perubahan di Eropa ini, dan juga adanya persaingan yang hebat antara kekuatan-kekuatan Eropa di Asia Tenggara pada paruh kedua abad ke-19, menimbulkan dampak politis terhadap negara-negara jajahan Eropa, termasuk Hinda Belanda. Dampak momumentalnya adalah dicanangkannya Politik Etis pada tahun 1901. Kebijakan ini pada gilirannya membuka kesempatan bagi pribumi untuk mendapatkan pendidikan Barat. Melalui pendidikan Barat inilah paham nasionalisme dan patriotisme menginfiltrasi ke tubuh umat Islam di Hindia Belanda, yang selanjutnya mengilhami dan menjiwai lahirnya gerakan-gerakan pergerakan nasional di Indonesia, Boedi Utomo, Jong Java, Jong Sumatra, Jong Islamieten Bond, Jong Celebes, Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan sejenisnya.[37]

Cengkeraman paham nasionalisme di tubuh umat akibat rekayasa penjajah ini, disertai hancurnya Khilafah sebagai pemersatu umat, telah membuat kesatuan umat Islam porak-poranda dan hancur-lebur. Ikatan Islam berdasar Aqidah Islamiyah digantikan ikatan kebangsaan berdasar kesamaan identitas etnis, bahasa, atau budaya. Sungguh Allah SWT tidak meridhai umat Islam terpecah-belah menjadi lebih dari 50 negara seperti sekarang ini.

Allah SWT berfirman :

“Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali (agama) Allah dan janganlah kalian bercerai-berai.” (QS Ali Imran : 103)

Sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa datang kepada kalian, sedangkan urusan kalian terhimpun pada satu orang laki-laki (seorang Khalifah), dia (orang yang datang itu) hendak memecah kesatuan kalian dan menceraiberaikan jamaah kalian, maka bunuhlah dia.” (HR. Muslim)

Nash-nash seperti di atas mewajibkan umat untuk bersatu, di bawah satu negara Khilafah dan satu Imam, tidak dibenarkan umat memiliki lebih dari seorang Imam.

Abdurrahman Al Jaziri menegaskan :

“Para imam (Abu Hanifah, Malik, Asy Syafi’i, dan Ahmad) –rahimahumulah— bersepakat pula bahwa kaum muslimin tidak boleh pada waktu yang sama di seluruh dunia mempunyai dua Imam, baik keduanya sepakat maupun bertentangan.” [38]

Maka dari itu, runtuhnya Khilafah merupakan malapetaka besar bagi umat ini, karena dengan itu umat Islam menjadi terpecah-belah atas dasar paham nasionalisme yang kufur.

Ketiga, Para penguasa negeri-negeri Islam dikendalikan dan didikte oleh negara-negara imperialis-kapitalis Barat.

Setelah umat Islam terpecah belah, maka dengan sendirinya mereka menjadi lemah dan dapat dikendalikan dan dikontrol oleh para penjajah. Berlakulah di sini kaidah ‘devide et impera’ (farriq tasud) (pecah belahlah, lalu kuasai). Karena itu, terpecahbelah-nya umat Islam –akibat hancurnya Khilafah—membawa dampak buruk berikutnya, yakni para penguasa negeri-negeri Islam kemudian dapat dikendalikan dan dikontrol sesuai program negara-negara imperialis.

Hal ini misalnya dapat dilihat sejak berakhirnya Perang Dunia II. Pada saat itu banyak negara jajahan yang menuntut kemerdekaan. Menghadapi tantangan ini, negara-negara kapitalis (terutama AS, Inggris, Perancis) kemudian melakukan konsolidasi dan merekayasa langkah-langkah untuk melanggengkan imperialisme melalui cara-cara baru. Pada Juli 1944 negara-negara penjajah itu mengadakan pertemuan di Bretton Woods (AS) yang hasilnya di bidang politik adalah : pembentukan PBB (1945) dan deklarasi HAM (1945). Di bidang ekonomi hasilnya adalah : pembentukan World Bank/IBRD (1946), pendirian IMF (1947), dan pendirian GATT (1947). Semua langkah ini tiada lain adalah teknik-teknik baru untuk terus melestarikan imperialisme di dunia.[39]

Bagi Indonesia khususnya, pengaruh kuat negara-negara kapitalis-imperialis terhadap kebijakan pemerintah Indonesia nampak sangat telanjang, bukan rahasia lagi. Pemerintah tak malu-malu menempatkan dirinya sebagai budak negara-negara penjajah yang kafir itu. Sekedar contoh, kebijakan pemerintah untuk menaikkan TDL (Tarif Dasar Listrik) sebesar rata-rata 16% tahun 2002 [40] juga kenaikkan harga BBM sebesar 20%-25% awal 2002,[41] jelas menunjukkan tunduknya mereka kepada keinginan para penjajah, meskipun mereka menutup-nutupinya dengan sejuta kebohongan yang sangat memuakkan, seperti untuk menutup defisit APBN, maraknya penyelundupan BBM keluar negeri, subsidi yang salah sasaran, dan sebagainya.

Kalau dahulu pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid masih merasa “enggan” untuk menyengsarakan rakyat, kini pemerintahan Megawati tidak lagi merasa “ewuh-pakewuh” sedikit pun. Abdurrahman Wahid pernah membongkar alasan kebijakannya yang kontroversial untuk menaikkan harga BBM. Tatkala menjawab pertanyaan salah seorang jamaah seusai salat Jumat di Mesjid Baiturrahim, Istana Merdeka (18 Mei 2001), dia menyatakan: "Sebenarnya bagi pemerintah, menaikkan harga itu juga tidak enak. Pemerintah tidak ingin menaikkan apa-apa. Hanya saja, kita terikat peraturan IMF yang tidak boleh ada subsidi.” [42]

Jadi yang dilakukan pemerintah di bawah rezim Megawati tidak berbeda dengan rezim-rezim sebelumnya. Mereka secara terang-terangan telah mengutamakan kepentingan IMF yang dikendalikan oleh AS, daripada kepentingan rakyatnya sendiri. Sikap mereka mencabut subsidi BBM, listrik dan menaikkan tarif telepon, jelas merupakan kebijakan yang didiktekan oleh IMF. Padahal, menyerahkan urusan umat Islam kepada kaum kafir –seperti IMF— adalah suatu tindakan yang diharamkan Islam.

Allah SWT berfirman :

“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir untuk menguasai kaum mu`min” (QS. An Nisaa` : 141).[43]

Namun kenyataan pahit seperti inilah yang dihadapi umat Islam saat ini. Semua itu tak lain karena lemahnya kekuatan politik penguasa negeri-negeri Islam yang terpecah-belah, setelah hancurnya payung pemersatu kekuatan umat Islam, Khilafah Islamiyah.

Keempat, Kekuatan militer di negeri-negeri Islam tunduk kepada kepentingan negara-negara imperialis-kapitalis Barat untuk mempertahankan sistem kehidupan sekuler.

Pada saat kejayaan Khilafah, kekuatan militernya didedikasikan untuk kepentingan Islam semata, yakni untuk menjaga eksistensi negara Khilafah, menjaga penerapan Syariat Islam, menjamin keamanan rakyat, dan menyebarkan risalah Islam ke luar negeri melalui jalan dakwah dan jihad fi sabilillah.[44]

Namun setelah Khilafah lenyap dan berdiri negara-negara sekuler, kekuatan militer di Dunia Islam –seperti halnya para penguasanya—akhirnya mengalami perubahan orientasi untuk kemudian tunduk kepada ideologi dan kepentingan negara-negara imperialis, yakni mempertahankan sistem sekuler yang ada. Hal ini misalnya terjadi di Aljazair awal 90-an tatkala kekuatan militer membatalkan hasil pemilu yang dimenangkan FIS yang bercita-cita menghancurkan sekularisme dan mendirikan Khilafah.[45] Di Turki, ketika Arbakan (pemimpin partai Refah) tahun 1996 terpilih sebagai perdana menteri –berkoalisi dengan Tansu Chiller—Arbakan harus tunduk di bawah institusi militer yang fanatik kepada sekularisme.[46] Kekuatan militer Uzbekisten juga dimanfaatkan untuk menangkapi dan menyiksa para aktivis Hizbut Tahrir yang bercita-cita mendidikan Khilafah. [47]

Sangat memilukan, kekuatan militer yang seharusnya digunakan untuk kepentingan Islam, ternyata malah diabdikan untuk membela kepentingan dan ideologi sekuler penjajah. Para penguasa dan para petinggi militer tega melakukan semua itu hanya untuk memperkaya diri sendiri, walaupun harus membunuh rakyatnya sendiri. Sudah bukan rahasia lagi, untuk mendapatkan loyalitas negara-negara di Dunia Islam, Amerika Serikat tak segan-segan memberi dana besar untuk memerangi Islam. Ketika Megawati mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Bush guna membicarakan hubungan militer Indonesia-AS di Washington DC 20/9/2001, Jurubicara Gedung Putih Ary Fleitcher menyatakan, AS akan memberi hadiah kepada Indonesia sebesar 130 juta US dolar atas dukungan Indonesia terhadap politik AS memerangi terorisme. Hadiah itu kemungkinan besar berupa pemulihan kembali bantuan militer kepada Indonesia yang terputus akibat kasus Timor Timur.[48]

Itulah perilaku penguasa negeri ini, yang tega bersekutu dengan penjajah untuk memerangi rakyatnya sendiri dengan imbalan sejumlah uang. Kekuatan militer yang seharusnya untuk melindungi rakyat, kini dengan “hadiah” AS akan diarahkan untuk menumpahkan darah rakyatnya sendiri dengan dalih memerangi terorisme. Inilah salah satu malapetaka yang memilukan akibat hancurnya Khilafah, sehingga kemudian kekuatan militer di negeri-negeri Islam bukan digunakan untuk kemaslahatan Islam, melainkan diabdikan kepada negara-negara imperialis-kapitalis Barat untuk mempertahankan paham sekularisme yang kufur.

Keenam, Berdirinya negara Israel di tanah rampasan milik umat Islam.

Pada saat Khilafah masih eksis, cita-cita kaum Yahudi untuk mendirikan negara Israel di Palestina gagal total. Namun masalahnya menjadi lain tatkala konstelasi politik Timur Tengah berubah akibat hancurnya Khilafah dan wilayah-wilayah bekas kekuasaannya dibagi-bagi di antara negara-negara imperialis. Israel akhirnya berdiri di tanah Palestina pada tahun 1948.
Sejarah mencatat, Qurrah Shu Affandi, seorang petinggi Freemasonry dari Turki pernah berusaha menyuap Sultan Abdul Hamid II (menjadi Khalifah 1876-1909) dengan imbalan agar kaum Yahudi diberi tanah di Palertina. Petinggi Freemasonry itu berkata kepada Khalifah,”Saya datang sebagai wakil dari gerakan Freemasonry untuk memberikan kehormatan kepada Anda. Saya harap Anda bersedia menerima 5 juta lira emas sebagai hadiah untuk Anda pribadi. Di samping itu kami pinjamkan 100 juta lira emas untuk kas negara tanpa bunga selama satu tahun. Namun kami harap Anda memberikan sebagian hak-hak khusus kepada kami untuk menguasai tanah Palestina.” Sultan Abdul Hamid II lalu marah dan berkata kepada ajudannya,”Tahukah kamu apa yang diinginkan babi ini ?” Lalu Sultan berkata kepada wakil Freemasonry itu,”Enyahlah kamu dari hadapanku, hai orang hina !” Orang Yahudi itu lalu keluar dan terus pergi ke Italia. Dari sana dia mengirim surat kepada Sultan, isinya : “Anda telah menolak tawaran kami. Ongkos penolakan ini akan menimpa Anda pribadi, dan juga akan banyak menimpa kekuasaan Anda.” [49]

Sejak saat itu, kaum Yahudi yang kafir berusaha keras untuk menghancurkan Khilafah dengan berbagai cara, karena ini dianggap sebagai jalan untuk mendirikan negara Yahudi yang menjadi cita-cita mereka. Setelah Khilafah jatuh pada 1924, upaya zionis untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina berhasil terwujud pada tahun 1948 berkat rekayasa negara-negara penjajah kafir melalui kekuatan PBB.

2.3. Malapetaka Ekonomi

Hancurnya Khilafah juga mengakibatkan malapetaka-malapetaka di bidang ekonomi. Sesungguhnya malapetaka ekonomi ini sangat banyak ragamnya, namun yang menonjol adalah : (1) Penerapan sistem kapitalisme yang ribawi atas umat Islam, dan (2) perampokan kekayaan alam milik umat Islam oleh kaum penjajah yang kafir.

Pertama, Penerapan sistem kapitalisme yang ribawi atas umat Islam.

Kapitalisme adalah nama bagi sistem ekonomi yang ciri utamanya adalah pemilikan privat atas alat-alat produksi, serta pemanfaatannya dalam kegiatan produksi dan distribusi untuk memperoleh laba dalam mekanisme pasar yang kompetitif.[50] Karena sistem ekonomi kapitalisme merupakan fenomena paling menonjol dalam peradaban Barat, maka istilah kapitalisme digunakan juga untuk menunjukkan ideologi Barat itu sendiri, sebagai suatu sistem sosial yang menyeluruh.[51]

Secara ideologis, akar kapitalisme adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Ketika agama dipisahkan dari kehidupan, maka lahirlah paham kebebasan (liberalism/freedom). Dari paham kebebasan inilah, khususnya kebebasan kepemilikan, lahirlah sistem ekonomi kapitalisme.[52]

Ketika Khilafah hancur dan diterapkan sistem ekonomi kapitalisme yang kafir di negeri-negeri Islam, lahirlah malapetaka ekonomi yang tak terperikan dalam tubuh umat. Betapa tidak, kapitalisme yang berbasiskan kebebasan tentu tidak mengajarkan perasaan berdosa ketika menerapkan sistem bunga (interest). Padahal bunga termasuk salah satu jenis riba yang diharamkan Islam. Mengambil riba adalah dosa besar.

Sabda Rasulullah SAW :

"Riba itu mempunyai 73 pintu (dosa). Yang paling ringan dosanya adalah seperti dosa seorang laki-laki yang bersetubuh dengan ibu kandungnya sendiri ..." (HR. Ibnu Majah dan Al Hakim, dari Abdullah bin Mas’ud RA).

"Satu dirham yang diperoleh seseorang dari hasil riba, lebih besar dosanya daripada 36 kali berbuat zina dalam Islam." (HR. Baihaqi, dari Anas bin Malik RA)

Ini baru segi dosa riba. Belum lagi aspek lain misalnya merajalelanya ketimpangan antara kaya dan miskin pada masyarakat yang menerapkan kapitalisme, baik dalam skala sebuah negara maupun skala global-internasional. Dalam skala global, penerapan kapitalisme terbukti semakin memiskinkan negara-negara terjajah dan semakin membuat kaya negara-negara penjajah yang kafir. Banyak data kuantitatif yang membeberkan kenyataan buruk ini. Pada tahun 1985, negara-negara industri yang kaya (seperti AS, Inggris, Perancis, Jerman, dan Jepang) yang hanya mempunyai 26 % penduduk dunia, ternyata menguasai lebih dari 78 % produksi barang dan jasa, 81 % penggunaan energi, 70 % pupuk, dan 87 % persenjataan dunia.[53]

Pengalaman di Indonesia, penerapan kapitalisme juga menghasilkan ketimpangan yang parah. Pada tahun 1985, misalnya, pendapatan nasional (GNP) Indonesia besarnya adalah 960 dolar AS per orang setahunnya. Pendapatan nasional yang cuma 960 dolar itu, 80 % daripadanya merupakan nilai aktivitas ekonomi dari 300 grup konglomerat saja. Sedangkan selebihnya (hampir 200 juta rakyat) kebagian 20 % saja dari seluruh porsi ekonomi nasional. Dari 300 grup bisnis konglomerat itu, yang dimiliki non-pribumi berjumlah 224 grup (sekitar 75 %), sedang pribumi cuma 76 grup bisnis (25 %) yang asetnya pun tidak sampai 10 % dari aset konglomerat non-pribumi.[54]

Jelaslah, penerapan kapitalisme pasca hancurnya Khilafah adalah sebuah malapetaka besar yang tak hanya menimpa umat Islam, tapi juga seluruh umat manusia di kolong langit.

Kedua, Kekayaan alam milik umat Islam dirampok oleh kaum penjajah yang kafir.

Sebagai akibat lanjut dari penerapan sistem kapitalisme seperti disinggung di atas, maka lahirlah perampokan kekayaan alam umat Islam oleh para imperialis, yang berkolusi dengan para pejabat pribumi yang berkhianat, korup, dan menghisap darah rakyat.

Dalam tulisan berjudul "Inkonstitusional", di kolom Resonansi Harian Republika, pada tahun 1998 menjelang jatuhnya Suharto, Amien Rais menulis : "Bisakah kita mengambil pelajaran dari PT Freeport Indonesia di Irian Jaya ? Perusahaan tambang Amerika ini sejak 1973 telah menambang emas, perak, dan tembaga di Irian Jaya. Sekarang ini setiap hari, 125.000 ton bijih tambang diruntuhkan dari gunung-gunung di pegunungan Jaya Wijaya. Dari jumlah biji tambang sekian itu, diperoleh konsentrat sekitar 6000 ton. Setiap ton konsentrat mengandung 300 kg tembaga, 60 gram perak, dan 30 gram emas. Walhasil selama seperempat abad, kekayaan bangsa yang sudah digotong ke luar negeri kurang lebih 1620 ton emas, 3420 ton perak, dan 162 juta ton tembaga. Sekian ton emas itu, kalau dirupiahkan dengan harga sekarang [1998] bernilai lebih dari 400 triliun rupiah. Tahun 1991 Freeport sudah mengantongi izin penambangan lagi untuk masa 30 tahun ditambah dua kali sepuluh tahun (dus, setengah abad) dengan wilayah eksploitasi yang lebih luas lagi. Mau dibawa ke manakah Indonesia yang kita cintai bersama ?"

Mengapa PT Freeport Indonesia (PT. FI) dapat leluasa merampok kekayaan alam milik umat Islam ? Ya, perampokan itu dapat mulus berlangsung karena sebagian pejabat Indonesia (dan sanak keluarganya) telah berkhianat untuk memperkaya diri sendiri dengan cara berkolusi dengan para kapitalis yang kafir. Seperti diketahui, PT Nusamba Mineral Industries, sebuah anak perusahaan Nusamba, menguasai 4,7% saham PT.FI. Memang jumlah sahamnya sedikit, daripada saham perusahaan induk Freeport McMoRan serta perusahaan Jepang dan Jerman yang menjadi penampung produk salah satu tambang emas & tembaga terbesar di dunia itu, yang pada tahun1995 punya pendapatan sebesar hampir 1,5 milyar dollar AS ! Kelompok Nusamba, seperti kita ketahui, dikuasai oleh tiga yayasan yang diketuai Suharto (Dakab, Dharmais, Supersemar) yang bersama-sama memiliki 80% saham perusahaan itu. Sedangkan 20% sisanya, dibagi rata antara Bob Hasan dan Sigit Harjojudanto.[55]

Maka dari itu, tidaklah mengherankan jika kekayaan para pejabat dan keluarganya yang korup itu jumlahnya sangat luar biasa, di luar perkiraan rakyat banyak. Taksiran nilai total kekayaan Suharto dan keluarganya adalah sebesar US$ 40 milyar. Sungguh, ini lebih dari cukup untuk melepaskan Indonesia dari krisis ekonomi, tak perlu mengemis-ngemis ke IMF.[56]

2.4. Malapetaka Peradilan

Walaupun pengambilan berbagai undang-undang dari negara-negara Barat sudah terjadi sebelum runtuhnya Khilafah, namun dengan runtuhnya Khilafah, semakin terbukalah pintu dosa umat Islam untuk mengambil hukum-hukum kufur dari kaum imperialis. Inilah malapetaka peradilan yang menimpa umat akibat runtuhnya Khilafah. Malapetaka di bidang ini yang terpenting adalah : (1) Penerapan sistem hukum kufur warisan penjajah dalam peradilan, dan (2) Penentangan terhadap upaya penerapan hukum Islam.

Pertama, Peradilan menerapkan sistem hukum kufur warisan penjajah.

Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat deklarasi penentangan terhadap penjajahan dan pengakuan religius bahwa kemerdekaan Indonesia adalah rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Namun semua itu akhirnya menjadi ironi, sebab hukum-hukum Islam –yang menjadi bagian rahmat Allah SWT— ternyata tidak dijadikan hukum yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kecuali sedikit, seperti hukum nikah, dan yang semacamnya. Yang dijadikan hukum bernegara adalah hukum warisan penjajah Belanda, misalnya kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yang disebut juga Wetboek van Strafrecht. Bagaimana mungkin kita menolak hadirnya penjajah yang kafir di negeri ini tetapi kemudian mengambil hukum-hukum dan juga filsafat hidup mereka (sekularisme) ?

Sebenarnya, menerapkan hukum Islam adalah wajib dan sebaliknya menerapkan hukum-hukum yang bukan hukum Islam adalah haram.

Allah SWT berfirman :

"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muham-mad) sebagai hakim/pemutus terhadap perkara yang mereka perselisihkan,..." (QS An-Nisaa' : 65)

Ayat di atas menegaskan bahwa umat Islam tidaklah dianggap beriman secara sebenar-benarnya sampai berhukum kepada hukum Islam yang dibawa Rasulullah SAW. Maka dari itu, berhukum dengan hukum Islam adalah wajib, sebaliknya berhukum kepada selain hukum Islam adalah haram. Maka, hukum-hukum penjajah buatan manusia wajib ditolak dan tidak boleh diterapkan, karena bukan merupakan hukum Islam.

Namun sayang, pemahaman yang jelas dan jernih itu kadang menjadi kabur, tatkala ada (ulama !) yang berkata bahwa boleh saja mengambil hukum-hukum selain Islam (buatan manusia), selama tidak bertentangan dengan hukum Islam.[57] Pendapat ini tidak benar. Sebab “hukum –selain hukum Islam-- yang tidak bertentangan dengan hukum Islam” faktanya tetap bukanlah hukum Islam. Sebab hukum Islam (al hukm asy syar’i) adalah khithab Asy Syari’ (seruan Allah SWT) yang berkaitan dengan perbuatan hamba. Selama sebuah hukum tidak bersumber dari khithab Asy Syari’ –yang terwujud dalam Al Kitab dan As Sunnah— maka dari segi apa pun dia bukanlah hukum Islam, walau pun ia tidak bertentangan dengan hukum Islam. Jadi, yang menjadi masalah itu sebenarnya bukanlah suatu hukum itu bertentangan atau tidak dengan hukum Islam, melainkan apakah suatu hukum itu hukum Islam atau bukan.[58]

Apalagi, sesungguhnya hukum-hukum warisan penjajah sangat banyak yang bertentangan dengan hukum Islam. Misalnya saja definisi zina dalam pasal 284 KUHP. Definisi zina menurut imperialis adalah "Barangsiapa melakukan persetubuhan dengan laki-laki atau perempuan yang bukan suami atau istrinya, maka diancam dengan sanksi pidana." Jadi perzinaan hanya terjadi jika kedua pelakunya sudah menikah. Mafhumnya, kalau pelaku zina belum menikah, yakni seorang perjaka bujangan bersetubuh dengan gadis, itu dianggap bukan zina.[59] [Subhanallah !]

Dengan demikian, penerapan hukum penjajah apa pun juga alasannya tidaklah dapat dibenarkan. Namun, sekali lagi sayang, ternyata hukum yang berlaku di peradilan negeri-negeri Islam adalah hukum penjajah ini, bukanlah hukum Islam.[60] Hukum-hukum jahiliyah itu dengan mudahnya berlaku di negeri-negeri Islam. Dan ini semua terjadi karena institusi yang menerapkan hukum Islam secara sempurna sudah tidak ada lagi, yaitu Khilafah Islamiyah. Kedua, Penentangan terhadap upaya penerapan hukum Islam.
Hancurnya Khilafah sesungguhnya berdampak juga terhadap pemahaman Syariat Islam di kalangan umat Islam. Sebab dengan hancurnya Khilafah, banyak hukum-hukum Islam yang lenyap dari penerapannya. Akhirnya, orang yang hidup pada masa sekarang tak dapat lagi menjangkau realitas hukum-hukum Islam itu kecuali hanya berupa gambaran atau bayangan dalam benak. Ini tentu menambah lemahnya pemahaman umat Islam terhadap hukum Islam. Faktor ini, ditambah faktor-faktor lain seperti dominannya paham sekularisme, nasionalisme, dan pragmatisme, dapat membuat orang kehilangan kepercayaan terhadap Syariat Islam. Bahkan, tak jarang orang menjadi apatis dan memusuhi upaya penerapan Syariat Islam.

Itulah yang terjadi di Indonesia ketika banyak pihak yang mencela penerapan hukum rajam yang dilakukan Ja’far Umar Thalib terhadap seorang anggota pasukan Laskar Jihad di Ambon. Sebelum itu PDIP pernah menolak pemberlakuan penerapan Syariat Islam di Aceh, meski kemudian PDIP buru-buru mengoreksi sikapnya yang salah itu. Begitu pula perkembangan terakhir dari para tokoh seperti Ahmad Syafii Maarif (pimpinan Muhammadiyah), Hasyim muzadi (ketua PBNU), dan Nurcholish Madjid, yang menolak perubahan pasal 29 UUD 1945, yang oleh sementara pihak hendak diamandemen agar mengakomodir penerapan Syariat Islam, sesuai Piagam Jakarta.[61] Jelas sikap-sikap para pimpinan itu menunjukkan respons yang sangat buruk dan tercela dari orang-orang yang dianggap sebagai pimpinan umat. Hal itu juga menunjukkan kegagalan mereka dalam memahami hakikat Syariat Islam dan metode penerapannya dalam kehidupan. Sangat menyedihkan, umat Islam dipimpin oleh orang-orang yang lebih berpihak pada sekularisme daripada Islam. Adakah musibah yang lebih buruk lagi daripada musibah ini ?

2.5. Malapetaka Pendidikan

Pendidikan bukan sekedar media transfer ilmu pengetahuan, namun juga merupakan alat pembentuk kepribadian, yakni alat pembentuk pola pemikiran dan perasaan, serta pola berperilaku manusia. Maka dari itu, barangsiapa menguasai sistem pendidikan, dia akan dapat mencetak generasi-generasi baru dengan format kepribadian yang dikehendakinya.

Jika demikian halnya, maka penerapan sistem pendidikan bercorak sekularistik pasca hancurnya Khilafah, adalah sebuah malapetaka yang besar.

Malapetaka yang menonjol adalah :

(1) adanya kurikulum dan sistem pendidikan yang mengacu kepada falsafah hidup Barat, yaitu sekularisme, dan
(2) lahirnya generasi-generasi sekularistik hasil sistem pendidikan tersebut.

Pertama, Kurikulum dan sistem pendidikan diformat mengikuti peradaban sekularisme Barat.
Setelah Khilafah hancur, sebagian besar negeri-negeri Islam merancang kurikulum pendidikannya sesuai model pendidikan kaum imperialis, yakni berasaskan ide sekularisme.[62]
Sistem pendidikan tersebut terbukti telah mengajarkan pemikiran-pemikiran tidak Islami pada satu sisi, dan pada sisi lain, mengajarkan Islam yang telah terdistorsi jauh sekali dari hakikat Islam yang sebenarnya. Pemikiran yang tak Islami itu misalnya adalah paham sekularisme, nasionalisme, dan demokrasi. Selain itu, pemikiran yang tidak Islami juga nampak dari adanya pensakralan ilmu-ilmu sosial –yang diambil dari negara-negara imperialis-kapitalis— seperti ilmu ekonomi, sosiologi, pendidikan, dan psikologi, yang dianggap sebagai pengetahuan yang netral-universal. Padahal ilmu-ilmu itu sesungguhnya sangat sarat-nilai (value-bond) –yakni nilai-nilai kehidupan Barat yang sekularistik—dan bukan jenis pengetahuan yang dapat digeneralisir seperti halnya ilmu-ilmu kealaman (sains).[63]

Sedang distorsi Islam nampak dengan adanya indoktrinasi di segala tingkat pendidikan bahwa Islam bukanlah agama yang mengatur kehidupan bernegara. Islam hanya mengatur ibadah dan moral. Kalaupun diajarkan Fiqih Siyasah, isinya hanyalah aspek teoritis belaka, dan sudah ditundukkan pada agenda besar sistem pendidikan, yaitu sekularisme.[64]

Kedua, lahir generasi-generasi yang berkepribadian sekularistik.

Akibat berikutnya dari kurikulum dan sistem pendidikan sekularistik seperti telah disinggung di atas, lahirlah generasi-generasi Islam yang rusak kepribadiannya. Walaupun mereka muslim, namun pola pikir dan pola sikap mereka tidak lagi menggunakan standar Islam, tetapi standar ide sekularisme.

Tidak sedikit dari para intelektual –yang ucapannya sudah dianggap ‘wahyu’ oleh para pengagumnya yang fanatik-buta— yang bicara mengatasnamakan Islam, padahal ide-idenya adalah ide sekuler yang diberi bungkus dan label Islam. Ibaratnya, mereka menjual daging babi yang diberi label daging sapi. Abdurrahman Wahid, misalnya, pernah menyatakan bahwa negara Islam itu tidak wajib. Selain itu, menurutnya, mereka yang menghendaki negara Islam hanyalah orang-orang yang gagal memahami hakikat ajaran Islam. Dengan mulutnya Gus Dur berkata, ”Saya sendiri dalam menjalankan pemerintahan juga berpegang pada keputusan para ulama, yaitu kita tidak wajib mendirikan negara Islam, melainkan wajib menegakkan keimanan Islam dan akhlak Islam di dalam diri orang-orang yang percaya. Dengan kata lain, tidak ada kewajiban mendirikan negara Islam. Kalau ini tidak diterima orang, bagi saya orang itu belum paham.” [65] Nurcholis Madjid, misalnya, dalam bukunya Tidak Ada Negara Islam mengatakan bahwa dalam Al Qur`an tidak ada perintah mendirikan Daulah Islamiyah karena tidak ada kata daulah (negara). Yang ada adalah kata duulah (peredaran/pergiliran) dalam surat al Hasyr : 7. Kalau logika ini diterapkan juga secara fair untuk Nurcholish Madjid, maka sungguh aneh bin ajaib, Nurcholis Madjid telah menerima ide republik dan demokrasi, meskipun kata ad dimuqratiyah (demokrasi) dan al jumhuriyah (republik) tidak pernah ada dalam Al Qur`an !

Itulah malapetaka memilukan yang menimpa umat di bidang pendidikan. Akibat hancurnya Khilafah, lahirlah sistem pendidikan sekularistik yang pada gilirannya melahirkan generasi-generasi yang pola pikirnya mengikuti kaum penjajah yang kafir. Sungguh mengenaskan !

2.6.Malapetaka Pemikiran

Memang, sebelum runtuhnya Khilafah pemikiran-pemikiran asing sudah mulai menyusup ke tubuh umat akibat ulah negara-negara Barat yang telah melancarkan Perang Pemikiran (Al Ghazw Al Fikri) dan Perang Budaya (Al Ghazw Ats Tsaqafi). Namun setelah runtuhnya Khilafah, serangan pemikiran-pemikiran asing itu semakin menggila. Serangan itu ibarat air bah yang melanda dan menenggelamkan kampung-kampung karena bendungan penahannya telah jebol. Penerapan sistem pendidikan sekularistik, seperti disinggung sebelumnya, turut memperparah malapetaka pemikiran ini.

Malapetaka pemikiran ini antara lain :

(1) Adanya distorsi gambaran Khilafah oleh kaum kafir dan antek-anteknya,

(2) Muncul pemikiran-pemikiran yang menyerang Islam, seperti dialog antar agama, teologi inklusif, dialog Islam-Barat,

(3) Ulama-ulama mengada-adakan “fiqih baru”, seperti fiqhul waqi’, fiqhul muwazanat, fiqhul maslahat, dan sebagainya.

Pertama, adanya distorsi gambaran Khilafah oleh kaum kafir dan antek-anteknya.
Ketika Khilafah dihapuskan oleh Mustafa Kamal pada tahun 1924, seharusnya para ulama melakukan pembelaan dan perjuangan mengembalikan Khilafah. Namun kewajiban ini tampaknya tak berlaku bagi Syaikh Ali Abdur Raziq, penulis kitab Al Islam wa Ushul Al Hukm. Buku yang dipublikasikan di Kairo tahun 1925 itu (satu tahun setelah kehancuran Khilafah) malah menentang Khilafah dan mendorong umat Islam untuk mengadopsi sekularisme yang kufur. Menurut Ali Abdur Raziq, umat Islam seharusnya mengambil sistem politik Eropa, yaitu republik, bukan Khilafah. Agama Islam yang hakiki, menurutnya, tak ada hubungannya dengan Khilafah, sebab Khilafah telah melahirkan berbagai bencana, kejahatan, dan malapetaka bagi umat manusia.[66]

Pola pikir Kristen yang ditawarkan buku itu sungguh merupakan malapetaka besar bagi umat Islam. Sayang, hancurnya Khilafah menjadi faktor utama yang justru menaikkan popularitas buku itu dan pemikiran-pemikiran beracun di dalamnya. Buku itu lalu mengilhami lahirnya banyak buku lainnya yang mengingkari wajibnya Khilafah.[67]

Selain itu, ada pula sebagian intelektual (muslim!) yang mengungkapkan kelemahan-kelemahan Khilafah pada masa Utsmaniyah, bukan untuk mengkritisinya seraya mempertahankan hukum wajibnya Khilafah, namun untuk membenarkan tindakan Mustafa Kamal yang menghapuskan Khilafah.[68] Pola pikir semacam ini jelas tidak fair. Jika kelemahan seorang Khalifah dijadikan alasan untuk menghapus sistem Khilafah, mengapa para intelektual itu (sic !) tak pernah menyerukan penghapusan sistem republik ketika melihat penyimpangan kekuasaan zaman Suharto?

Kedua, Muncul pemikiran-pemikiran yang menyerang Islam, seperti isu fundamentalisme, teologi inklusif, dialog antar agama, pluralisme, dialog Islam-Barat, dan sebagainya.

Serangan pemikiran tersebut sekilas nampaknya bukan rekayasa negara-negara imperialis. Yang melontarkannya biasanya tokoh-tokoh yang dianggap intelektual atau pemikir muslim. Namun jika ditelusuri lebih jauh, akan tersingkaplah bahwa semua serangan itu adalah rekayasa negara-negara imperialis. Para intelektual itu hanyalah corong atau penyambung lidah kaum kafir.

Stigma fundamentalisme yang ditujukan kepada para aktivis Islam, misalnya, sebenarnya merupakan rekayasa dan kebijakan Amerika Serikat.

Ini bisa dibuktikan misalnya, dari pernyataan mantan Presiden AS Richaed Nixon ketika dia mendeskripsikan lima ciri kaum “fundamentalis Islam”, yaitu :

(1) mereka digerakkan kebencian yang besar kepada Barat,
(2) mereka bersikeras untuk mengembalikan peradaban Islam yang lalu dengan membangkitkan masa lalu itu,
(3) mereka yang bertujuan untuk mengaplikasikan Syariat Islam,
(4) mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara, dan
(5) mereka yang menjadikan masa lalu sebagai penuntun masa depan.[69]

Begitu pula ide teologi inklusif/pluralis yang menganggap semua agama itu benar dan tak boleh ada pemeluk agama yang menganggap agamanya sendiri yang benar (truth claim). Ide yang sering dilontarkan kaum modernis ini memang bukan dari Islam, tetapi berasal dari kaum Kristen, yakni dari keputusan Konsili Vatikan II tahun 1963-1965 yang merevisi prinsip extra ecclesium mulla salus (hanya agama Kristen saja yang benar/selamat). Konsili itu lalu menetapkan teologi baru bahwa keselamatan tidak lagi menjadi monopoli umat Kristiani. Gereja Kristen mengakui adanya keselamatan di luar Kristen.
Konsili Vatikan itulah kiranya yang mengilhami pemikiran sebagian tokoh –seperti Nurcholish Madjid— yang kemudian menafsirkan Islam dalam arti “berserah diri atau pasrah kepada Tuhan”. Jadi siapa pun yang berserah diri dan patuh kepada Tuhan, dia muslim, meskipun agamanya Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan sebagainya. Jadi semuanya sama, semuanya muslim, semuanya selamat.[70]

Inilah malapetaka pemikiran yang sangat berat yang menimpa umat Islam saat ini. Hendaknya umat Islam berhati-hati, karena demi Allah, ide-ide semacam ini dapat memurtadkan seorang muslim dari Islam !

Ketiga, Ulama-ulama mengada-adakan “fiqih baru”, seperti fiqhul waqi’, fiqhul muwazanat, fiqhul maslahat, dan sebagainya.

Sesungguhnya sudah jelas bagi para ulama bahwa kenyataan (al waqi’) bukanlah sumber hukum Islam. Sumber hukum Islam hanyalah wahyu (Al Qur`an dan As Sunnah) atau apa yang ditunjukkan wahyu sebagai sumber hukum, seperti Ijma’ Shahabat dan Qiyas.

Namun seiring dengan merajalelanya penerapan hukum Barat –pasca hancurnya Khilafah— yang bercorak positivistik (menjadikan fakta empiris sebagai sumber pemikiran)[71], banyak ulama yang terpengaruh dengan pola pikir Barat ini. Kenyataan masyarakat kemudian menjadi bahan pertimbangan untuk memutuskan status hukum. Kenyataan bukan ditempatkan sebagai objek yang akan menjadi sasaran penerapan hukum (manath al hukm), melainkan sebagai subjek yang mendasari status hukum, yang sama tingkatnya dengan dalil syar’i. Maka lahirlah apa yang disebut fiqhul waqi’, fiqhul muwazanat, dan fiqhul maslahat.

Hukuman mati bagi orang murtad, misalnya, dianggap tidak manusiawi pada masa sekarang. Maka orang murtad hendaknya dibiarkan saja, karena sesuai dengan prinsip kebebasan beragama yang bercorak modern dan maju. Hukum waris yang menetapkan perbandingan 2 : 1 (dua bagian pria sama dengan satu bagian wanita), dirasakan tidak sesuai lagi dengan rasa keadilan dan kemaslahatan zaman sekarang. Maka ia harus diubah menjadi 1 : 1 (bagian pria dan wanita sama). Hukuman rajam atau potong tangan dianggap tidak cocok untuk masyarakat modern yang kapitalistik dan humanis, dan hanya cocok untuk masyarakat agraris dan biadab pada masa Nabi SAW. Jadi hukuman itu bisa diganti dengan penjara. Hukum larangan menjadi pemimpin negara bagi wanita, cocok untuk masa Nabi yang sistem kekuasaannya cenderung absolut. Kalau sekarang, dengan kekuasaan yang demokratis dan prinsip pembagian kekuasaan Trias Politica, berarti wanita boleh menjadi pemimpin negara. Hukum bunga bank sebenarnya haram, karena termasuk riba. Tapi karena darurat dan maslahat, hukumnya menjadi boleh, minimal syubhat. Demikianlah seterusnya.

Sungguh, pendapat-pendapat tersebut tak dapat dikategorikan sebagai hasil ijtihad yang sahih. Jadi kualitasnya rendah sekali. Di samping itu, pendapat-pendapat itu merupakan bukti kekalahan ideologis yang sangat nyata. Sayang sekali, para intelektual dan ulama yang seharusnya membongkar kepalsuan metode berpikir penjajah, ternyata malah larut dan menggunakan metode berpikir mereka.

2.7. Malapetaka Dakwah

Dakwah untuk menyerukan Islam adalah suatu perbuatan yang mulia. Apalagi dakwah untuk mengamalkan Islam secara total dalam wadah negara dan masyarakat Islam. Namun hancurnya Khilafah telah menimbulkan malapetaka untuk kegiatan dakwah ini.

Malapetaka yang menonjol di antaranya :

(1) Dakwah kepada Islam menjadi lebih berat dan sukar karena penerapan Islam dalam kehidupan bernegara tidak ada lagi, dan

(2) Para pejuang dakwah yang hendak mengembalikan Khilafah dicap sebagai penjahat atau teroris.

Pertama, Dakwah kepada Islam menjadi lebih sulit karena penerapan Islam secara praktis dalam kehidupan bernegara tidak ada lagi.

Termasuk fitrah pada manusia, yakni ia akan lebih mempercayai fakta-fakta konkret yang dapat diindera daripada hal-hal ghaib atau pemikiran semata. Karena itulah, pada awal dakwah Rasulullah di Makkah, yang beriman kepada Islam hanya sekitar 300 orang. Namun setelah Islam termanifestasi dalam Daulah Islamiyah di Madinah dan manusia dapat melihat penerapan Islam secara nyata, masuklah mereka ke dalam Islam secara berbondong-bondong. Bangsa-bangsa Persia, Turki, Kurdi, Barbar, dan Afghanistan tercatat dalam sejarah sebagai bangsa-bangsa yang masuk Islam ketika negara Khilafah eksis. Andaikata negara Khilafah tak ada, niscaya mereka tak akan masuk Islam dan Islam tak akan tersebar luas seperti sekarang. [72]

Ketika Khilafah hancur pada tahun 1924, maka salah satu malapetakanya adalah malapetaka dakwah ini, yakni orang menjadi sulit mempercayai dakwah yang menunjukkan keunggulan masyarakat Islam, karena faktanya memang tidak ada. Maka dari itu, tak sedikit muslim yang menyatakan bahwa Khilafah itu hanyalah suatu utopia belaka. Orang pun mungkin mengakui bahwa pemikiran Islam tentang negara atau masyarakat memang bagus, tapi dia akan segera bertanya, “Lalu faktanya mana ?”

Hal ini tentu berbeda ketika ada seruan dan ajakan untuk mengambil kapitalisme, demokrasi, HAM, dan ide-ide Barat lainnya. Manusia akan cepat menerima seruan tersebut –walaupun itu seruan batil dan palsu-- sebab ada negara-negara yang menerapkan ide-ide tersebut dalam realitas empirik, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan sebagainya.

Namun demikian, malapetaka dakwah ini tentu tidak boleh secara syar’i menghentikan perjuangan mengembalikan Khilafah, betapa pun beratnya perjuangan itu. Dakwah untuk mendirikan Khilafah dan melanjutkan kehidupan Islam wajib terus berlangsung, baik ketika Khilafah ada maupun tidak ada. Sebab Rasulullah SAW tetap terus berdakwah dan berjuang menyerukan Islam, sekali pun pada saat itu masyarakat Islam belum terwujud. Beliaulah suri teladan kita.[73]

Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” (QS Al Ahzab : 21)

Kedua, Para pejuang yang menyerukan kembalinya Khilafah dicap sebagai penjahat atau teroris.

Eksistensi Khilafah sebenarnya wajib menurut Islam. Tak ada yang berbeda pendapat dalam masalah ini kecuali orang sekuler dan orang sesat.[74] Maka dari itu, para pengemban dakwah yang menyerukan Khilafah sebenarnya menyerukan sesuatu yang wajib, seperti halnya kewajiban lainnya semisal shalat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya.

Namun ternyata masalahnya menjadi lain ketika Khilafah roboh pada tahun 1924. Setelah itu, para penguasa negeri-negeri Islam mengadopsi sekularisme sehingga pejuang yang berupaya mendirikan negara Islam (Khilafah) akan dianggap melakukan pemberontakan yang pantas diganjar dengan hukum berat. S.M. Kartosuwiryo, misalnya, yang memimpin gerakan Darul Islam, dieksekusi mati pada bulan September 1962 setelah bergerilya 13 tahun lamanya.[75]

Penumpasan upaya mendirikan Khilafah, seperti telah disinggung sebelumnya, juga terjadi negeri-negeri Islam lainnya seperti di Aljazair awal 90-an dan di Uzbekisten tahun 1999.

Perkembangan mutakhir pada akhir 2001 dan awal 2002 juga menampakkan gejala senada. Siapa saja yang menginginkan kembalinya Khilafah, atau menyerukan penerapan Syariah Islam, akan dianggap teroris sehingga layak ditangkap dan diadili. Pemerintah Malaysia telah menangkap para aktivis Islam yang menghendaki pendirian negara Islam di Malaysia. Pemerintah Yaman menangkap 21 aktivis asal Indonesia yang dianggap berbahaya lantaran mempelajari Islam aliran “keras”. Pemerintah Filipina menangkap Fathurrahman Al Ghazi dengan tuduhan akan meledakkan kantor-kantor strategis milik AS. Pemerintah Indonesia “menanyai” Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang dianggap sebagai anggota Al Qaida.[76]

Betapa malangnya nasib umat Islam ! Orang-orang yang baik telah dianggap jahat sementara yang jahat dianggap malaikat. Lawan dianggap kawan dan sebaliknya kawan dianggap lawan. Sungguh, sulit sekali dibayangkan para aktivis dan pejuang Islam akan dianggap penjahat kalau saja Khilafah masih ada. Namun ketika Khilafah hancur dan sekularisme dijadikan standar berpikir, malapetaka yang berat menimpa umat Islam. Para pejuang Islam harus menerima nasib pahit karena dianggap musuh[77] dan dikategorikan sebagai teroris atau penjahat.

2.8.Malapetaka Sosial Budaya

Setelah Khilafah hancur, negeri-negeri Islam beramai-ramai menerapkan sekularisme. Kebebasan (freedom/liberalism) yang merupakan ide cabang dan konsekuensi logis dari sekularisme, menjadi sesuatu yang tak terelakkan lagi. Berbagai sarana dan media digunakan untuk mengekspresikan kebebasan itu. Hal ini pada gilirannya telah merusak moral generasi muda sehingga mereka terjerumus ke dalam berbagai perilaku tatasusila.

Malapetaka sosial ini setidaknya terlihat dari : (1) Merajalelanya sarana-sarana kebebasan untuk merusak moral, dan (2) Lahir generasi bejat moral sebagai akibat sarana-sarana kebebasan gaya Barat tersebut.

Pertama, Merajalelanya sarana-sarana kebebasan untuk merusak moral.

Berbagai sarana dan media yang mengusung kebebasan ini antara lain iklan-iklan dan acara tertentu di televisi, film-film porno, tabloid-tabloid porno, VCD porno, internet, dan sebagainya. Semua sarana ini disahkan oleh penguasa sekuler saat ini.

Iklan di televisi, misalnya, kini tak malu-malu menganjurkan seks bebas. "Untuk menghindari penularan virus HIV/AIDS, gunakan kondom!" kata iklan. Jadi televisi berusaha memberi kenyamanan kepada para pelaku seks bebas. Berbagai film, sinetron, dan telenovela di televisi juga tak lepas dari misi menghancurkan moral masyarakat. Hampir semuanya menayangkan perilaku perselingkuhan dan tradisi zina, misalnya adegan ciuman sampai persetubuhan. Demikian pula film kartun Crayon Sin-Chan yang 'membimbing' anak-anak ke jalan sesat untuk bertingkah laku cabul dan amoral.

Kebebasan juga memunculkan puluhan majalah, koran, dan tabloid cabul yang begitu mudah dijumpai di pinggir-pinggir jalan. Sebut saja Popular, Kosmopolitan, Liberty, Amor, Top, Pop, Neo, Map, Mona, atau Tragis. Ada pula yang namanya mengerikan, seperti Hot, Wow, Lipstick, Desah, Asmara, De Suga, Kiss, Jeritan Hati, dan banyak lagi. Kerap pula kita jumpai kumpulan anak-anak remaja di rental dan tempat penjualan video compact disk (VCD). Yang menyedihkan, VCD pornolah yang banyak diminati kalangan muda dan remaja. Teknologi internet juga banyak dimanfaatkan untuk mengakses kemaksiatan.[78]

Kedua, Lahir generasi bejat moral sebagai akibat kebebasan gaya Barat.

Dengan adanya berbagai sarana seperti telah disebut di atas, yang didukung sepenuhnya oleh pemerintahan sekuler sekarang tanpa rasa berdosa, tidak mengherankan kalau kemudian muncul generasi yang bermoral bejat dan berperilaku amoral.

Kasus HIV/AIDS di Indonesia, misalnya, menjadi semakin dahsyat. RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, saat ini didatangi 4-10 penderita HIV/AIDS tiap minggunya. Data bulanan Ditjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan menyebutkan, selama April 2001 terjadi penambahan 2 kasus HIV dan 5 kasus AIDS. Itu yang diketahui. Sementara para ahli sering menyatakan bahwa data tentang HIV/AIDS ini bagaikan gunung es, yang tampak di permukaan sedikit tapi yang terpendam di bawah permukaan sangat banyak.

Akibat budaya zina pula, aborsi menjadi kebiasaan remaja-remaja putri. Sebuah penelitian tentang aborsi menunjukkan, 2,5 juta aborsi terjadi per tahun dan 1,5 juta di antaranya dilakukan oleh kalangan remaja.[79]

Selain itu, banyak penelitian yang menunjukkan betapa dahsyat perilaku zina di tengah masyarakat yang konon religius ini. Salah satu penelitan dilakukan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 'Plan' dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) awal tahun 2000, untuk mengetahui perilaku seks remaja di Kota Bogor (Jabar). Hasilnya luar biasa. Dari 400-an responden, 98,6% remaja berusia 10-18 tahun sudah mengenal pacaran, di antaranya 50,7% melakukan cumbuan ringan, 25% melakukan cumbuan berat, 6,5% telah melakukan hubungan seks. Sebanyak 28 responden (lelaki dan perempuan) telah melakukan hubungan seks bebas, 6 orang dengan penjaja seks, 5 orang dengan teman, 17 orang dengan pacar.[80]

Demikianlah sekilas data mengenai kualitas generasi yang dihasilkan oleh sebuah rejim sekuler yang menuhankan kebebasan. Dan tentunya kita paham, bahwa rejim yang bejat ini dimungkinkan eksis di muka bumi karena mereka telah berkiblat sepenuhnya kepada Barat, setelah kiblat umat yang sebenarnya, yakni negara Khilafah, hancur pada tahun 1924.

3. Penutup
Demikianlah uraian singkat tentang beberapa malapetaka yang muncul akibat hancurnya Khilafah. Kiranya yang disebutkan hanyalah contoh, yang sebenarnya hanya secuil saja dari jutaan malapetaka yang terjadi. Namun contoh sedikit ini sesungguhnya lebih dari cukup untuk menyadarkan kita akan besarnya malapetaka yang menimpa umat ini. Ia sudah cukup menyadarkan kita, betapa dosarnya dosa kita di hadapan Allah SWT bila kita hidup tanpa Khilafah.

Benarlah sabda Rasulullah SAW :
“...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim)Maka tak ada pilihan lain bagi kita, kecuali harus terus berjuang dengan istiqamah untuk mengembalikan Khilafah di muka bumi. Kita harus terus berjuang, betapa pun beratnya upaya itu, betapa pun banyaknya waktu yang diperlukan, dan betapa pun besarnya pengorbanan yang harus dikeluarkan. Tak ada waktu lagi untuk menimbang-nimbang, sebab pilihannya telah jelas : kehinaan di dunia dan akhirat akibat diinjak-injak sistem kufur seperti sekarang ini, ataukah berjuang demi kemuliaan dan kemenangan di bawah naungan Khilafah, walau pun untuk itu darah harus tertumpah !

Ya Allah, kami sudah menyampaikan. Saksikanlah !

DAFTAR PUSTAKA

Al Aqabi, Abdurrahman. 1998. “Madza Khasira Al Muslimun bi Ghiyab Al Khilafah”. Majalah Al Wa’ie. No. 134. Rabi’ul Awal 1419 H / Juli 1998 M. Hal. 26-28.

An Nabhani, Taqiyuddin. 1969. Mafahim Siyasiyah li Hizbit Tahrir. Cetakan Ketiga. Tanpa Tempat Penerbit : Min Mansyurat Hizb Al Tahrir.

----------. 1973. Nazharat Siyasiyah li Hizbit Tahrir. Cetakan Pertama. Tanpa Tempat Penerbit : Min Mansyurat Hizb Al Tahrir.

----------. 1994. Ad Daulah Al Islamiyah. Cetakan Kelima. Beirut : Darul Ummah.

Ar Ra`is, Dhiyauddin. 2001. Teori Politik Islam (An Nazhariyat As Siyasiyah Al Islamiyah). Terjemahan oleh Abdul Hayyie Al Kattani dkk. Cetakan Pertama. Jakarta : Gema Insani Press.

Asy Sya’rawi, ‘Ayid. 1992. At Talwits Al Fikri wa Al I’lami fi Al ‘Alam Al Islami. Cetakan Kedua. Beirut : Darun Nahdhah Al Islamiyah.

At Tamimi, Asy Syaikh As’ad Bayudh. 1994. Impian Yahudi dan Kehancurannya Menurut Al Qur`an (Zawalu Isra`il Hatmiyah Qur`aniyah). Terjemahan oleh Salim Basyarahil. Cetakan Kelima. Jakarta : Gema Insani Press.

Belhaj, Ali. 1994. Tanbihul Ghafilin wa I’lamul Ha`irin bi Anna Al Khilafah min A’zhami Wajibati Hadza Ad Din. Cetakan Pertama. Beirut : Darul ‘Uqaab.

----------. 1994. Fashlul Kalam fi Muwajahah Zhulmi Al Hukkam. Cetakan Pertama. Beirut : Darul ‘Uqaab.

----------. 1994. Ad Damghah Al Qawwiyyah li Nasfi ‘Aqidah Ad Dimuqrathiyah. Cetakan Pertama. Beirut : Darul ‘Uqaab.

Husaini, Adian. 2001. Jihad Osama Versus Amerika. Cetakan Pertama. Jakarta : Gema Insani Press.

----------.2002. Penyesatan Opini : Sebuah Rekayasa Mengubah Citra. Cetakan Pertama. Jakarta : Gema Insani Press.

Jameelah, Maryam. 1965/1988. Islam and Modernism. Lahore : Mohammad Yusuf Khan & Sons.

Jarisyah, M. A. & M.S. Az Zaibaq. 1992. Taktik Strategi Musuh-Musuh Islam (Asalib Al Ghazw Al Fikri li Al ‘Alam Al Islami). Terjemahan oleh As’ad Yasin.Cetakan Pertama. Solo : CV. Pustaka Mantiq.

Khayr, Muhammad. 1998. “Wahdatul Muslimin fi Asy Syari’ah Al Islamiyah.” Majalah Al Wa’ie. No. 134. Rabi’ul Awal 1419 H / Juli 1998 M. Hal. 6-13.

Ridwan. M.A.M. 1997. Negara (Khilafah) Yang Islami (Ath Thariqu li ‘Audati Al Khilafah Ar Rasyidah wa Ba’tsu Ummah Al Islami Al ‘Uzhma). Terjemahan oleh S. Pranowo. Cetakan Pertama. Jakarta : Misykat Komunikasi.

Shodiq, Abdulloh. 1994. Sekularisme Soekarno dan Mustafa Kemal. Cetakan Kedua. Pasuruan : PT. Garoeda Buana Indah.

‘Umayrah, ‘Isham. 2000. “Hadmu Daulah Al Khilafah Ummul Jara`im.” Majalah Al Wa’ie. No. 158. Rabi’ul Awal 1421 H / Juni 2000 M. Hal. 27-32.

----------. 2000. “Ahammiyah Al Isytighal bi As Siyasah Muhadharah fi Dzikra Jarimah Ilgha` Al Khilafah.” Majalah Al Wa’ie. No. 159. Rabi’ul Akhir 1421 H / Tamuz 2000 M. Hal. 8-13.
Zallum, Abdul Qadim. 1990. Kayfa Hudimat Al Khilafah. Cetakan Ketiga. Beirut : Darul Ummah.

----------. 1994. Afkar Siyasiyah. Cetakan Pertama. Beirut : Darul Ummah.

Read More......

Silaturahim

TERIAKANMU!!

Mengenai Saya

Foto saya
Secangkir kopi panas revolusi!

FEED

Copyright 2009 | magazineform Theme by templatemodif | supported by grafisae