Selasa, Maret 3

buletin edisi 16

DEMOKRASI YANG MAHAL ITU GAGAL
Sudah jadi tradisi dari negara-negara "penghamba Demokrasi" dalam periode tertentu diadakan sebuah acara besar-besaran yang dinamakan Pemilu. "Pesta demokrasi" yang menghabiskan uang rakyat triliunan rupiah itu bertujuan untuk memilih calon wakil rakyat yang katanya mewakili aspirasi manusia-manusia yang diwakilinya.
Banyak kalangan yang mengatakan kalau Pemilu itu adalah pestanya rakyat, di mana orang-orang berkumpul buat menyalurkan aspirasinya dengan mencoblos Partai yang dianggap "pas" buat memenuhi keinginan mereka.
Agaknya kita harus berfikir seribukali kalau ingin mengatakan Pemilu itu pestanya rakyat. Bagaimana tidak? sekarang coba kita lihat data, Pemilu itu dananya dari mana, yang "nelen" uangnya siapa? Jawabannya pasti bukan rahasia lagi, yaitu mereka para kapitalis yang telah bersekongkol dengan pejabat

busuk tersebut. Jika demikian halnya apakah layak dikatakan pesta rakyat ketika mereka dijadikan sapi perah oleh para pejabat? Mereka (para penjahat rakyat) memanfaatkan momen ini untuk menipu dan "menghipnotis" jutaan rakyat dengan ”virus” demokrasi ini, agar kita semua mau mencoblos "moncong-moncong monyong mereka.
Kebohongan demokrasi semakin bertambah-tambah. Rakyat melihat di depan mata mereka, bagaimana para politisi ini lebih disibukkan oleh suap menyuap, uang pelicin, yang istilah kerennya uang gratifikasi. Alih-alih mengurus rakyat, sebagian politisi partai politik malah disibukkan skandal seks yang memalukan. Lagi-lagi logika, wakil rakyat yang dipilih rakyat akan berpihak kepada rakyat runtuh.

Demokrasi itu Busuk
Mungkin bagi orang-orang pada umumnya, demokrasi memang masih merupakan sistem yang paling ideal di muka bumi, tetapi benarkah begitu? Demokrasi atau Democrazy? Kebebasan atau kebablasan?
Ketika demokrasi menyerang negeri ini disambut gembira oleh para intelektual yang dangkal pemikirannya, dan ketika demokrasi begitu dipuji oleh orang-orang yang takluk di hadapan peradaban barat, justru kita akan melihat bahwa para ahli politik eropa telah melancarkan kritik yang tajam terhadap demokrasi, sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya oleh Plato.
\Michael Stewart dalam bukunya Sistem-Sistem Modern, hal.459:
Kaum komunis bersikeras bahwa hukum demokrasi yang tegak di atas dasar kebebasan berkreasi, berpendapat, bertingkah laku, dan berkepribadian, hanyalah sebuah prinsip yang kotor dan rusak. Mereka berargumentasi bahwa demokrasi kapitalisme telah mentolerir pengrusakan masyarakat--khususnya para pemudanya--melalui film-film dan bioskop-bioskop serta penyebaran kemungkaran serta kekejian.
Benjamin Constan berkata:
Demokrasi membawa kita menuju jalan yang menakutkan, yaitu kediktatoran parlemen.belum lagi jika kita melihat dengan kaca mata syariat islam tentu kebobrokan demokrasi ini lebih nyata lagi.

Golput dan Krisis Demokrasi
Saat ini masyarakat sudah mulai memahami bahwa keberadaan parpol lebih identik dengan kuda tunggangan yang super komersial, siap direntalkan kepada siapa saja yang ingin berkuasa. Bukan rahasia umum lagi, setiap orang yang berhasrat berkuasa lewat jalur pilkada, mereka harus mengeluarkan ratusan juta bahkan milyaran rupiah untuk menyewa parpol. Kalau bukan dalam bentuk tunai bisa juga berupa komitmen pemberian sesuatu yang lain yang tidak kalah tinggi nilai ekonomisnya apabila mereka berhasil merebut tampuk kekuasaan.
baru-baru ini ancaman Abdurrahman Wahid menyerukan golput jadi perbincangan yang panas di kalangan politisi. Potensi golput memang sudah tinggi. Data Kompas menunjukkan tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 mencapai 92,74 persen. Pada pemilu legislatif tahun 2004 tingkat partisipasi turun menjadi 84,07 persen. Adapun tingkat partisipasi pada Pemilu Presiden 2004 di putaran I dan putaran II masing- masing sebesar 78,23 persen dan 77,44 persen. (Kompas; 17/06/2008)
Rendahnya partisipasi politik masyarakat juga tercermin dari ‘menang’nya golput di beberapa pilkada seperti di Jawa Barat dan Sumatra Utara. Hasil pilkada di Jawa Barat yang dimenangkan pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf. Ternyata dari hasil keseluruhan dari jumlah pemilih yang berjumlah 28 juta orang, sebagaimana dilaporkan KPUD Jabar sekitar 10 juta orang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Suara golput menempati 35.7 persen, Hade 26.0 persen, Aman 22.2 persen dan Da'i 16.0 persen. ¬¬(Syabab.Com)

Demokrasi melahirkan pragmatisme politik
Sudah menjadi gejala umum, di suatu daerah partai A berkoalisi dengan partai B menghadapi partai C dalam upaya memenangkan calon seorang bupati, walikota, atau gubernur. Sementara pada daerah yang lain, partai A tersebut justru berkoalisi dengan partai C untuk menghadapi partai B. Realitas semacam ini hanya bisa dibaca bahwa koalisi partai dibangun atas dasar kepentingan bukan lagi garis perjuangan partai. Padahal di tengah-tengah masyarakat mereka sering menggembor-gemborkan garis perjuangan partai terutama saat kampanye. Parpol-parpol telah terjebak atau menjebakkan diri ke dalam pragmatisme yang bertumpu pada kepentingan sesaat.
Memang ada partai politik yang sepertinya kritis. Tapi lebih sering sekedar retorika atau cuap-cuap politik. Bisa disebut tidak ada yang benar-benar ‘full power‘ melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah. Tampak dari mandulnya partai-partai politik membendung kenaikan BBM dan impor beras. Belum lagi cacat politik partai kritis, yang di saat memerintah, kebijakannya sama saja, sama-sama neo-liberal. Contohnya aset negara juga dijual dengan murah.

Demokrasi Peradaban Sampah
Tidak ada keraguan lagi bahwa diantara sebab kehancuran berbagai peradaban adalah kemerosotan moral. Mengapa para pemuda dan masyarakat umum di eropa menerima kehadiran narkoba dengan berbagai jenisnya. Bagaimana kita bisa menafsirkan tenggelamnya mereka dalam kebejatan perilaku seksual yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia yang panjang. Lihatlah bagaimana parlemen inggris telah membolehkan pernikahan sesama lelaki dan juga pernikahan sesama perempuan. Pernikahan dengan sesama kerabat dekat/keluarga (incest) juga banyak terjadi sampai tak terhitung. Semua ini dilakukan dengan kedok kebebasan individu yang absolut. Bagaimana kita bisa menafsirkan tersebarnya majalah-majalah porno, pergaulan bebas, kekerasan seksual, dan pemerkosaan. Apakah kita mau terperosok ke jurang kebejatan moral seperti yang dialami eropa atas nama pluralisme demokrasi ini?

Demokrasi=kediktatoran minoritas
Apakah yang dilakukan negara yang mengklaim sebagai negara demokratis dan pelopor HAM tatkala mereka menjajah negeri-negeri lain?
Apa yang dilakukan inggris yang demokratis itu terhadap Mesir? Apakah urusannya dikembalikan kepada rakyat mesir atau kepada moncong meriam? Apa pula yang dilakukan prancis yang demokratis itu di aljazair? Apa yang dilakukan negara-negara demokratis tatkala menjajah palestina, india dan asia? Apa pula yang dilakukan amerika serikat yang demokratis itu di Vietnam, Afhganistan, dan irak?
Segala gerakannya baik yang lembut maupun kasar ditujukan untuk memenuhi nafsu dan kebutuhan yang mereka sembunyikan. Tidak pernah tercatat dalam sejarah lembaga-lembaga yang dibentuk negara-negara demokratis, lahir satu keputusan yang motif dan tujuannya dapat dianggap murni, apalagi jika keputusan ini berkaitan dengan Islam.
Negara-negara yang mengklaim demokratis itu sungguh telah menghancurkan berbagai bangsa. Negara-negara itu telah merobek perut dan menghisap darah berbagai bangsa. Pembataian ala demokratis tak kurang banyaknya dibandingkan dengan pembantaian ala komunisme, kalaupun tak bisa dikatakan lebih jahat. Hanya saja memang ada perbedaan di antara keduanya, yaitu demokrasi membunuh dengan racun dalam gelas yang indah atau dengan benang dari sutera.
Bagaimana dinegara ini? Kenaikan BBM lebih dari 100 % tahun 2005 yang kemudian dinaikkan lagi sekitar 28,7 % tahun ini mencerminkan hal ini. Mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan yang tidak bisa dilepaskan dari kebijakan privatisasi pemerintah, semakin membuat rakyat kecewa. Padahal sudah jelas, kenaikan BBM, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan jelas ditolak oleh mayoritas rakyat. Usulan mengambil alih perusahan tambang emas, minyak, batu baru dari swasta dan perusahan asing justru tidak digubris.
Ironisnya, pemerintah lebih memilih tunduk kepada minoritas pemodal Asing. Lantas dari fakta tersebut, mana faktanya demokrasi yang katanya suara mayoritas rakyat yang diterapkan. Jadi jelas demokrasi hanyalah kebohongan.
Partai-partai politik juga tidak jauh beda. Mereka yang dipilih oleh rakyat, logikanya tentu saja harus memihak rakyat. Kenyataannya tidaklah begitu. Justru lewat proses demokrasi, DPR mengeluarkan UU yang lebih berpihak kepada kelompok bisnis bermodal besar terutama penguasa asing. UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, semuanya berpihak pada asing. Dan itu secara resmi dan legal disahkan oleh partai-partai politik di DPR. Pertanyaanya sekarang apakah pernah kita rakyat mengusulkan UU tersebut, jadi jelas klaim DPR adalah wakil rakyat adalah sebuah kebohongan besar karena faktanya mereka adalah wakil penjajah.
Sebagian orang ada menilai bahwa yang salah itu bukan sistem demokrasinya tapi aparat pemerintah yang tidak amanah dan penegakan hukum yang lemah. Penilaian ini sangatlah dangkal. Bukankah pemerintah yang terpilih semuanya merupakan pilhan rakyat yang dianggap orang-orang terbaik?. Alasan penegakan hukum yang lemah juga tidak tepat, malahan justru hancurnya negara ini juga karena dijalankannya UU yang ada. Sebagai contoh mahalnya BBM justru disebabkan pemerintah menjalankan UU migas, tingginya tarif listrik, air juga disebabkan pemerintah menjalankan UU kelistrikan dan air, begitu juga dikuasainya kekeyaan alam indonesia dan aset-aset srategis juga dikarenakan pemerintah menjalankan UU penanaman modal dsb. Dalam hal ini yang bermasalah bukan penegakan hukumnya akan tetapi hukum itu sendiri yang bobrok, maka semakin diserukan penegakan hukum maka semakin hancurlah negara ini. Jadi seharusnya yang dilakukan terlebih dahulu adalah mengganti secara total hukum/UU yang ada sekarang dengan yang lebih baik, baru kemudian diserukan penegakan hukum tersebut.

Khatimah
Tulisan ini tentu saja bukanlah wujud kebencian kami pada negara ini, akan tetapi sebaliknya justru karena kecintaan kami. Kami tidak ingin negara ini dirampok aset-asetnya, dijarah kekayaan alamnya, dirusak generasi mudanya, dimiskinkan rakyatnya, dimahalkan biaya pendidikan dan kesehatannya, dipecahbelah wilayahnya, jadi bahan ejekan oleh negara lain, dan yang terlebih penting kami tidak ingin bangsa ini bermaksiat kepada Allah karena tidak menjalankan aturan/hukum yang telah diwajibkan-Nya. Kami hanya ingin menjelaskan bahwa kondisi sekarang adalah akibat sistem ekonomi liberal dan sistem politik demokrasi yang diterapkan, dimana bersumber dari suatu asas yaitu kapitalisme.
Kembali kepada syariah Islam, jelas merupakan pilihan yang terbaik saat ini, melalui mementum revolusi yaitu pergantian pemimpin dan sistem secara total. Berdasarkan syariah Islam, Khalifah sebagai kepala negara dipilih oleh rakyat untuk menjalankan syariah Islam. Berdasarkan syariah Islam, negara harus menjamin kesejahteraan masyarakat, menjamin kebutuhan pokok tiap individu masyarakat. Syariah Islam juga mewajibkan Khalifah untuk menjamin pendidikan dan kesehatan rakyatnya secara gratis.
Pemilikan umum (al milkiyah al ‘ammah) yang merupakan milik rakyat akan dikelola dengan baik untuk kepentingan rakyat. Tambang emas, minyak, batu bara, hutan adalah milik umum yang harus dikelola secara baik dan hasilnya diserahkan kepada rakyat. Air dan listrik adalah milik umum, yang tidak boleh diswastanisasi yang berakibat harganya menjadi mahal. Air dan listrik dikelola dengan baik oleh negara untuk dikonsumsi dengan murah oleh rakyat.
Kesimpulannya, bahwa merupakan konsekuensi logis bagi umat Islam untuk bangkit guna mengakhiri kesengsaraannya dalam hegemoni sistem politik dan ekonomi kapitalisme ini. Karenanya, umat Islam memerlukan wadah gerakan perjuangan yang terbebas dari pragmatisme politik yang sedang porak-poranda seperti yang terjadi saat ini. Untuk itulah gerakan mahasiswa pembebasan hadir yang secara konsisten berupaya mencabut sistem kapitalisme yang menjadi akar penyakit, kemudian menggantinya dengan Islam secara totalitas. Cepat atau lambat, secara pasti perjuangan ini akan sampai pada titik waktunya untuk menghadirkan kembali sistem Islam yang berasal dari Allah Swt, yaitu Khilafah Islamiyah. Yang telah dijanjikan Allah dan rasul-Nya.
Maka kami juga mengingatkan kaum Muslim terhadap ayat al-Quran,
"Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu ”. (QS. An-Anfal: 24)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

MALAPETAKA HUKUM DI INDONESIA

Putusan PN. Jakarta Pusat No. 551/Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan demi hukum atas klausula baku yang digunakan Pelaku Usaha.Putusan ini telah dijadikan putusan rujukan/yurisprudensi pada 26 Juni 2001.
Sebaliknya yang terjadi di Surakarta.
Putusan PN Surakarta No. 13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan pasal-pasal Klausula Baku untuk menolak gugatan. Putusan ini sekaligus sebagai "cover" bagi dugaan suap Rp. 5,4 jt untuk pengurusan surat NO.B/3306/IX/2005/Reskrim di Polda Jawa Tengah (serta dugaan pelanggaran jaminan fidusia dan penggelapan lainnya yang dilakukan Pelaku Usaha)
Inilah salah satu penyebab malapetaka hukum di negeri ini. Namun tidak perlu khawatir karena pada dasarnya bangsa ini memang jenis bangsa pecundang, yang hanya mampu tirakat, prihatin - maksimum menghimbau. Biarlah masalah seperti ini kita wariskan saja kepada cucu-cicit kita

Catur Danang,
email : prihatinhukum@gmail.com

Posting Komentar

teriakan suaramu disini!

Silaturahim

TERIAKANMU!!

Mengenai Saya

Foto saya
Secangkir kopi panas revolusi!

FEED

Copyright 2009 | magazineform Theme by templatemodif | supported by grafisae